Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pilihan Baru Untuk TBC

Kongres "international union against tuberculosis" wilayah timur ke 10 diadakan korea selatan. jepang mempromosikan teknik vaksinasi bcg. pemerintah belum mau memilih obat-obat anti tbc baru. (ksh)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UTUSAN dari 19 negara Asia, Australia dan New Zealand telah berkumpul di pertengahan Oktober yang lalu di Seoul, Korea Selatan. Untuk membicarakan masaalah pemberantasan penyakit tuberkulosis. Pertemuan ini adalah pertemuan yang kesepuluh dari International Union Against Tubercolosis wilayah timur. Penyakit rakyat ini memang merupakan masalah yang pelik di kawasan Asia. Bukan karena tidak dapat disembuhkan, tetapi karena penyembuhannya yang memakan waktu cukup lama, serta kebosanan pasien selama menerima pengobatan. Oleh karena itu salah satu pembicaraan yang menarik perhatian adalah baagimana menyembuhkan tbc dalam waktu sependek mungkin tanpa timbul kekebalan kuman terhadap obat. Dr. Wallace Fox yang datang dari Inggeris untuk memberikan kuliah khusus mengatakan bahwa dengan kombinasi obat-obat yang ada sekarang, pengobatan tbc dapat disembuhkan dalam waktu 6 bulan. Dalam hal itu diakui bahwa Rifampicin merupakan obat terbaru yang paling memberi harapan, karena sanggup mematikan kuman tbc sewaktu sedang berbiak. Suatu hal yang agak kontroversiiil adalah dengan diperkenalkannya kembali pyrazinamide oleh Dr. Fox. Pyrazinamide adalah obat tbc kuno yang telah ditinggalkan oleh para dokter karena toksisitas- nya yang cukup tinggi. Yang lebih meragukan adalah bahwa pendapat Dr. Fox itu tidak didasari oleh pengalamannya sendiri dengan obat tersebut. Dalam hal pencegahan tbc dengan vaksinasi BCG, Hong Kong dan Singapura menunjukan keberhasilan mereka dibanding dengan negara- negara Asia lainnya. Hal itu dapat dimaklumi karena kedua negara itu merupakan negara pulau yang berpenghasilan tinggi. Kosmetik Berbicara mengenai BCG, Jepang telah mempergunakan forum ini sebagai media promosi untuk penemuannya yang baru. Dikatakannya, bahwa teknik vaksinasi BCG yang mereka temukan telah berhasil meniadakan bekas yang membenjol yang secara kosmetik kurang sedap dipandang. Tetapi oleh seorang ahli dari WHO yang ikut hadir dikatakan bahwa obat itu kurang menguntungkan bagi negara-negara berkembang. Karena sulit untuk membedakan mana anak yang pernah di BCG dan mana yang belum. Promosi Jepang tidak hanya dalam hal teknik BCG, tapi juga mengenai obat anti tbc baru yang mereka sebut Enviomycin. Seberapa jauh promosi itu berhasil masih perlu dibuktikan. Sebagai tuan rumah, Korea Selatan mengajukan naskah ilmiah yang paling banyak. Mereka menunjukkan ketekunan mereka memerangi tbc dengan persiapan yang baik sejak tahun 1959. Pemberantasan tbc di negara itu sudah merupakan undang-undang seperti juga Malaysia. sehingga pengendalian dan pengontrolan setiap program dapat dilaksanakan dengan baik. Di akhir kongres diadakan suatu diskusi panel tentang berbagai masalah, terutama tentang cara diagnosa penyakit tbc. Fihak tuan rumah berpendapat bahwa diagnosa radiologik (dengan sinar rontgen) cukup kuat untuk dijadikan dasar untuk memberi pengobatan seawal mungkin. Tapi panelis yang lain berpendapat bahwa diagnosa yang pasti hanyalah bila diketemukan kuman tbc dalam ludah penderita. Menunggu satu dua minggu untuk memastikan diagnosa dianggap tidak akan mempengaruhi jalannya penyembuhan. Pilihan Baru Suatu pelajaran yang dapat ditarik oleh Indonesia adalah bagaimana melaksanakan program-program pemberantasan tbc yang ada, sehingga tidak saja dipatuhi oleh setiap dokter, tetapi juga disadari pentingnya oleh masyarakat pada umumnya. Bagaimana pula mengendalikan agar obat-obat anti tbc yang terbaik tidak disalah-gunakan untuk mengobati penyakit lain, meskipun mungkin juga berkhasiat. Di pasar gelap terutama di Jakarta, Rifampicin misalnya diperjual-belikan orang untuk penyakit kelamin. Namun kesalahan ini agaknya datang dari perusahaan farmasi sendiri yang pernah mempromosikan obat anti TBC itu sebagai obat yang juga dipakai untuk penyakit kotor. "Kami misalnya sudah diminta oleh Departemen Kesehatan menghentikan promosi Rifampicin untuk penyakit di luar TBC", kata dr FH Tsai dari Ciba-Geigy. Yang menjual obat tersebut dengan cara demikian bukan satu perusahaan saja, tapi juga melibat perusahaan-perusahaan lain yang juga membuat Rifampicin. Secara resmi Departemen Kesehatan masih belum mau memilih obat-obat anti-TBC baru, sekalipun obat-obat baru tersebut menjanjikan masa pengobatan yang lebih pendek. Bisa mencapai separo dari pengobatan dengan kombinasi obat biasa seperti IHN, Streptomycin dar PAS. Namun kebijaksanaan ini satu ketika nampaknya akan diperlonggar juga dengan adanya bantuan yang diberikan Departemen Kesehatan kepada Ciba-Geigy dalam beberapa percobaan klinis Ritampicin di Malang. (Percobaan-percobaan serupa juga dilakukan di Yogyakarta dan Jakarta). Pengalihan dari obat lama ke obat baru nampaknya memang akan memberi pengaruh terhadap usaha-usaha pengobatan TBC. Maklumlah obat baru ini harganya berlipat-ganda mahalnya dibandingkan dengan obat lama, meskipun dengan jangka pengobatan yang jauh lebih pendek. Inilah agaknya yang membuat pemerintah belum mau mengalihkan pilihannya. Apalagi kalau diingat penderita penyakit ini kebanyakan dari kalangan kurang mampu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus