Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Aksioma itu dikaji lagi

Dalam pertandingan bulu tangkis berlaku aksioma: pemain dengan pola permainan tertentu mati bertarung dengan lawan tertentu. keyakinan ini terbukti dari kemenangan haryanto arbie, rudy hartono, dll.

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARYANTO Arbi menang dua set atas Rashid Sidek, tunggal pertama Malaysia. Sukses juara All England 1994 itu melicinkan kemenangan Indonesia 3-0 dalam final Piala Thomas di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu malam dua pekan lalu. Unggulnya Haryanto menguatkan aksioma lama: pemain dengan pola permainan tertentu "mati" bertarung dengan lawan tertentu. Rekor Haryanto-Rashid: 6-4. Artinya, 6 kali Haryanto mengalahkan Rashid. "Begitu saya smes, saya lihat, Rashid grogi," kata Haryanto. Ia lantas mencecar dengan smes menyilang. Lawannya kelabakan. Padahal, riskan menurunkan Haryanto. Di semifinal, ia kalah dua set dari Park Sung-woo (Korea Selatan). Jadi, sulit membangkitkannya dalam sekejap. "Tapi ia yakin menang. Dan Rashid takut ketemu dia," kata Rudy Hartono, pelatih tim Piala Thomas. Keyakinan Haryanto itu ditambah rekor dan data akurat tentang kondisi fisiknya. Ia dipasang di tunggal pertama menggusur Joko Suprianto, yang dinilai repot kalau ketemu Rashid. Joko tak suka tipe permainan Rashid. Dan ini berabe untuk pertandingan pembuka. "Jika dia kalah, pemain Malaysia bisa besar hatinya," kata Rudy. Maka, dipasanglah taktik yang menciutkan nyali lawan. Ini jamak terjadi. Rudy Hartono, misalnya, punya momok bernama Svend Pri -- mendiang pemain top Denmark. Juara All England delapan kali ini repot jika ketemu Pri. Tipe keduanya sama: menyerang. "Pertahanan Pri bagus," kata bekas pemain dobel Christian -- kini melatih tim ganda. Rudy kalah di final Piala Thomas 1973, Jakarta. Uniknya, Pri tamat melawan pemain reli Mulyadi. Contoh lain: Icuk Sugiarto, juara dunia 1983. Ia kandas melawan Yang Yang, pemain kidal Cina. Skornya 9-1 untuk Yang Yang. Icuk satu kali menang, di Hong Kong Terbuka, 1988. Footwork Yang Yang bagus. Bola passing-nya cepat. "Saya selalu grogi jika akan melawan Yang Yang," kata Icuk. Grogi juga melanda hati Liem Swie King. Juara All England tiga kali ini punya pemain anti: Han Jian. Polanya berbeda. King menyerang, sedangkan Han Jian bertahan dan gemar reli panjang. Uletnya Han Jian menguras tenaga King. Dalam turnamen Piala Alba di Senayan, 1984, King ditekuk Han Jian. Hal serupa dialami juara grand prix Joko Suprianto. Ia sulit menghadapi Poul Erick Hoyer Larsen (Denmark) dan Zhao Jian Hua (Cina). Serangan mereka terlalu tajam bagi Joko.WM dan RW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum