ISYU suap menjadi besar. Dan ternyata memang benar. Jauh sebelum
PSSI mengirim tim ke Merdeka Games di Kuala Lumpur bulan Juli
yang lalu, Ali Sadikin telah mencium sesuatu yang tidak beres.
Yaitu pada pertandingan-pertandingan di daerah, di Jakarta
maupun di luar negeri. Baik yang bersifat nasional maupun
internasional. "Semula saya tidak percaya bahwa para bandar judi
sudah demikian brutal berani mempengaruhi pemain dengan uang,"
kata Ali Sadikin. "Tapi setelah di antara mereka ada yang saling
melapor pada saya tentang kecurangan atau penyuapan yang
dilakukan oleh lawan tarohannya, saya terpaksa menyatakan tekad
saya untuk memberantasnya tanpa kompromi dan secara tuntas."
"Olahraga 'kan mengandung aspek pembangunan. Percuma saja kita
berkorban untuk menyusun tim yang kuat, tapi kemudian dirusak
oleh penjudi. Kalau mau berjudi silakan, tapi jangan
mempengaruhi para pemain," tambahnya.
Tapi untuk bertindak langsung terhadap para bandar judi Ali
Sadikin bukan gubernur lagi. Maka berdasarkan bahan-bahan yang
dia kumpulkan dari sana sini, Ali Sadikin selaku Ketua PSSI
lalu menyerahkan kepada polisi untuk menangani. Itu terjadi
setelah skandal kekalahan PSSI lawan Irak dengan skor 0 - 4.
Padahal sebelumnya PSSI berhasil mengalahkan Suriah dan Jepang
masing-masing 1 - 0 dan 2 - 1.
Tim Pengusut dipimpin Letkol (Pol) Kusparmono Irsan, Komandan
Satuan Reserse Kodak Jaya. Dibantu Mayor (Pol) Ismet I.
Wiraharja dan Kapten (Pol) Hanif Akbar. Semua pemain tim PSSI ke
Merdeka Games 1978 diperiksa. Termasuk Risdianto yang sudah
mengajukan pengunduran diri dari tim PSSI sebelumnya.
Berdasarkan hasil interogasi dengan para pemain dan
bandar-bandar judi, Kusparmono yakin penyuapan terhadap para
pemain ada. "Saya punya bukti dan saksi," kata Letkol Irsan pada
TEMPO "Kalau mereka mungkin itu hak mereka."
Irsan juga menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap bandar
berjalan lancar. Pengakuan keluar dengan mudah. Yang dimaksud
dengan bukti-bukti itu adalah daftar pengeluaran uang oleh si
penyogok. Tapi ketika ditanyakan tentang tandatangan penerima,
tentu saja Irsan menatakan "tidak ada".
Letkol Irsan kemudian mengungkapkan mereka yang dituduhnya
sebagai "jaringan komplotan penyogok". Mereka yang sudah mengaku
di depan polisi ini terdiri dari beberapa grup. Grup pertama
terdiri dari Budi Hartono alias Oey Cin Yap, beranggotakan
Hidayat, Loe Boen Swie, Effendi, Budiman dan lain-lain. Grup
kedua terdiri dari Tan Thie Khoen dan Samino Budiwan. Kedua grup
ini dari Semarang. Grup ketiga terdiri dari pimpinan Anam dengan
anggota Hong Kie dan Jin-Jin dari Surabaya.
Berdasarkan pemeriksaan, Ronny Pasla, Sofyan Hadi, Suaib Rizal,
Nobon, Abdul Kadir, Wahyu Hidayat, Robby Binur dan Timo Kapisa
diduga terlibat, meskipun kadar keterlibatan mereka satu sama
lain berbeda-beda. Untuk menjangkau sampai ke akar-akarnya, Tim
Pengusut juga menggali data berbagai pertandingan di daerah dan
di Jakarta yang bersifat nasional maupun internasional.
Di sini tersangkutlah nama Iswadi Idris dan Oyong Liza. Kedua
pemain ini tidak diikut sertakan ke Merdeka Games. Namun
berdasarkan hasil interogasi para bandar, dalam
pertandingan-pertandingan dengan Feyenoord dan beberapa
pertandingan kompetisi PSSI, kedua pemain itu berindikasi
terlibat.
"Semata-mata mencari untung," kata Kusparmono ketika ditanyakan
moti apa yang terkandung di balik penyuapan itu. Untuk mencari
untung itu Grup Budi Hartono tak jarang melepaska info yang
mengecohkan. Misalnya orangnya akan sesumbar bahwa pasar
tarohan menempatkan kesebelasan di atas, karena lawannya
kesebelasan 13 sudah digarap supaya kalah. Tapi ternyata A yang
kalah. Uang suap meliputi Rp 1,5 juta, Rp 750.000 atau Rp 50
000. Tapi bisa untung Rp 7,5 juta.
Persaingan di antara bandar-bandar judi demikian sengit,
sehingga mereka tak segan-segan menguntit tim PSSI sampai ke
hotel-hotel. Bahkan transaksi pernah terjadi di Siranda Hotel
(Cirebon), Grand Hotel (Surabaya). Tak heran kalau sampai ada
yang mampir di Merlin Hotel di Kuala Lumpur ketika Merdeka Games
berlangsung dan mereka diusir oleh pelatih Aliandu.
Tampaknya Ronny Pasla sebagai Kapten kesebelasan menjadi sasaran
yang bertubi-tubi oleh para bandar yang diintergasi.
Berdasarkan pengakuan mereka, dia mempunyai koneksi dengan
ketiga grup tadi. Dan uang sogokan dipercayakan kepada Ronny
untuk dibagi-bagikan kepada para pemain lainnya. Hubungan Ronny
dengan grup Surabaya konon dijalin lewat Abdul Kadir. Itulah
sebabnya disebut bahwa Ronny yang biasanya dalam perlawatan
tidur sekamar dengan kiper Sudarno, sewaktu Merdeka Games di
Kuala Lumpur, tidur sekamar dengan Kadir. Benarkah? Sayang
sekali Ronny Pasla tidak berhasil ditemui wartawan TEMPO untuk
dimintai tanggapannya. Demikian pula Nobon, selalu ia menghindar
dari Koresponden TEMPO di Medan.
Tentang Iswadi ternyata beredar keterangan lain. Dia bersama
Oyong Liza tiga kali mengecohkan Loe Boen Swie sehingga grup
Semarang ini tidak mempercayainya lagi. Dan Boen Swie lalu
berpaling kepada Ronny. Berdasarkan pengusutan polisi itu Ali
Sadikin tak ayal menyusun strategi pemberantasan "Pemain harus
diselamatkan dari godaan bandar, sedang bandar judi yang
terlibat harus diberantas lewat pengadilan."
Dalam pertemuan antara Ali Sadikin dan delegasi Peradin 27
September yang lalu, mereka mencapai kata sepakat "untuk
memberantas perbuatan penyuapan itu". Tapi, kata Ketua Peradin
Jaya Soenarto Soerodibroto SH, bahwa menurut KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) hanya penerima yang bisa diancam
hukuman kalau ia pegawai negeri. Maklum waktu KUHP disusun
sepakbola belum berkembang seperti sekarang.
Untuk mengkaitkan penyuap, kemungkinan satu-satunya hanya pasal
1 ayat 1 UU Korupsi Tahun 1971. Dalam pasal ini kedua pihak,
baik penerima maupun pemberi dapat dikenai hukuman. Tapi bila
hanya penyuap yang dijatuhi hukuman (oleh pengadilan) agak
sulit, karena tindak pidana itu harus menimbulkan kerugian bagi
negara. Sedang dalam perkara suap di Kuala Lumpur atau lainnya
itu negara tidak dirugikan (langsung) secara materiil. Secara
moril memang negara dirugikan. Tapi bisakah Undang-undang anti
Subversi dikenakan terhadap mereka? "Ah," kata Soenarto, "itu
terlalu dicari-cari. Tidak bisa. "
Berdasarkan pertimbangan yuridis tersebut Peradin sangat
hati-hati dalam memberi nasihat kepada pimpinan PSSI. Niat Ali
Sadikin memberantas penyuap di meja hijau harus lewat polisi dan
jaksa. Itu bisa saja. Namun para advokat itu menyarankan agar
para penyuap tak usah diajukan ke pengadilan. "Sebab kemungkinan
lolosnya besar. Dan kalau lolos, 'kan menampar muka pimpinan
PSSI," kata Soenarto.
Setelah pertemuan dengan Peradin Jaya tampaknya ke luar Ali
Sadikin akan segera menghimbau semua pihak untuk menyusun
undang-undang olahraga anti penyogokan, sementara ke dalam ia
akan mengambil tindakan disipliner terhadap mereka yang terkena
suap. Dalam bentuk apa misalnya? Hukuman skorsing tentunya.
Apa boleh buat, skor pertandingan PSSl lawan Penyuap sementara
berkedudukan 0-1 untuk kekalahan PSSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini