Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Apa Boleh Buat: 1-0 Untuk Penyuap

Polisi telah mengungkapkan adanya "jaringan komplotan penyogok" dan beberapa pemain yang terlibat. Ali Sadikin menghimbau semua pihak untuk menyusun undang-undang olah raga anti penyogokan. (or)

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISYU suap menjadi besar. Dan ternyata memang benar. Jauh sebelum PSSI mengirim tim ke Merdeka Games di Kuala Lumpur bulan Juli yang lalu, Ali Sadikin telah mencium sesuatu yang tidak beres. Yaitu pada pertandingan-pertandingan di daerah, di Jakarta maupun di luar negeri. Baik yang bersifat nasional maupun internasional. "Semula saya tidak percaya bahwa para bandar judi sudah demikian brutal berani mempengaruhi pemain dengan uang," kata Ali Sadikin. "Tapi setelah di antara mereka ada yang saling melapor pada saya tentang kecurangan atau penyuapan yang dilakukan oleh lawan tarohannya, saya terpaksa menyatakan tekad saya untuk memberantasnya tanpa kompromi dan secara tuntas." "Olahraga 'kan mengandung aspek pembangunan. Percuma saja kita berkorban untuk menyusun tim yang kuat, tapi kemudian dirusak oleh penjudi. Kalau mau berjudi silakan, tapi jangan mempengaruhi para pemain," tambahnya. Tapi untuk bertindak langsung terhadap para bandar judi Ali Sadikin bukan gubernur lagi. Maka berdasarkan bahan-bahan yang dia kumpulkan dari sana sini, Ali Sadikin selaku Ketua PSSI lalu menyerahkan kepada polisi untuk menangani. Itu terjadi setelah skandal kekalahan PSSI lawan Irak dengan skor 0 - 4. Padahal sebelumnya PSSI berhasil mengalahkan Suriah dan Jepang masing-masing 1 - 0 dan 2 - 1. Tim Pengusut dipimpin Letkol (Pol) Kusparmono Irsan, Komandan Satuan Reserse Kodak Jaya. Dibantu Mayor (Pol) Ismet I. Wiraharja dan Kapten (Pol) Hanif Akbar. Semua pemain tim PSSI ke Merdeka Games 1978 diperiksa. Termasuk Risdianto yang sudah mengajukan pengunduran diri dari tim PSSI sebelumnya. Berdasarkan hasil interogasi dengan para pemain dan bandar-bandar judi, Kusparmono yakin penyuapan terhadap para pemain ada. "Saya punya bukti dan saksi," kata Letkol Irsan pada TEMPO "Kalau mereka mungkin itu hak mereka." Irsan juga menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap bandar berjalan lancar. Pengakuan keluar dengan mudah. Yang dimaksud dengan bukti-bukti itu adalah daftar pengeluaran uang oleh si penyogok. Tapi ketika ditanyakan tentang tandatangan penerima, tentu saja Irsan menatakan "tidak ada". Letkol Irsan kemudian mengungkapkan mereka yang dituduhnya sebagai "jaringan komplotan penyogok". Mereka yang sudah mengaku di depan polisi ini terdiri dari beberapa grup. Grup pertama terdiri dari Budi Hartono alias Oey Cin Yap, beranggotakan Hidayat, Loe Boen Swie, Effendi, Budiman dan lain-lain. Grup kedua terdiri dari Tan Thie Khoen dan Samino Budiwan. Kedua grup ini dari Semarang. Grup ketiga terdiri dari pimpinan Anam dengan anggota Hong Kie dan Jin-Jin dari Surabaya. Berdasarkan pemeriksaan, Ronny Pasla, Sofyan Hadi, Suaib Rizal, Nobon, Abdul Kadir, Wahyu Hidayat, Robby Binur dan Timo Kapisa diduga terlibat, meskipun kadar keterlibatan mereka satu sama lain berbeda-beda. Untuk menjangkau sampai ke akar-akarnya, Tim Pengusut juga menggali data berbagai pertandingan di daerah dan di Jakarta yang bersifat nasional maupun internasional. Di sini tersangkutlah nama Iswadi Idris dan Oyong Liza. Kedua pemain ini tidak diikut sertakan ke Merdeka Games. Namun berdasarkan hasil interogasi para bandar, dalam pertandingan-pertandingan dengan Feyenoord dan beberapa pertandingan kompetisi PSSI, kedua pemain itu berindikasi terlibat. "Semata-mata mencari untung," kata Kusparmono ketika ditanyakan moti apa yang terkandung di balik penyuapan itu. Untuk mencari untung itu Grup Budi Hartono tak jarang melepaska info yang mengecohkan. Misalnya orangnya akan sesumbar bahwa pasar tarohan menempatkan kesebelasan di atas, karena lawannya kesebelasan 13 sudah digarap supaya kalah. Tapi ternyata A yang kalah. Uang suap meliputi Rp 1,5 juta, Rp 750.000 atau Rp 50 000. Tapi bisa untung Rp 7,5 juta. Persaingan di antara bandar-bandar judi demikian sengit, sehingga mereka tak segan-segan menguntit tim PSSI sampai ke hotel-hotel. Bahkan transaksi pernah terjadi di Siranda Hotel (Cirebon), Grand Hotel (Surabaya). Tak heran kalau sampai ada yang mampir di Merlin Hotel di Kuala Lumpur ketika Merdeka Games berlangsung dan mereka diusir oleh pelatih Aliandu. Tampaknya Ronny Pasla sebagai Kapten kesebelasan menjadi sasaran yang bertubi-tubi oleh para bandar yang diintergasi. Berdasarkan pengakuan mereka, dia mempunyai koneksi dengan ketiga grup tadi. Dan uang sogokan dipercayakan kepada Ronny untuk dibagi-bagikan kepada para pemain lainnya. Hubungan Ronny dengan grup Surabaya konon dijalin lewat Abdul Kadir. Itulah sebabnya disebut bahwa Ronny yang biasanya dalam perlawatan tidur sekamar dengan kiper Sudarno, sewaktu Merdeka Games di Kuala Lumpur, tidur sekamar dengan Kadir. Benarkah? Sayang sekali Ronny Pasla tidak berhasil ditemui wartawan TEMPO untuk dimintai tanggapannya. Demikian pula Nobon, selalu ia menghindar dari Koresponden TEMPO di Medan. Tentang Iswadi ternyata beredar keterangan lain. Dia bersama Oyong Liza tiga kali mengecohkan Loe Boen Swie sehingga grup Semarang ini tidak mempercayainya lagi. Dan Boen Swie lalu berpaling kepada Ronny. Berdasarkan pengusutan polisi itu Ali Sadikin tak ayal menyusun strategi pemberantasan "Pemain harus diselamatkan dari godaan bandar, sedang bandar judi yang terlibat harus diberantas lewat pengadilan." Dalam pertemuan antara Ali Sadikin dan delegasi Peradin 27 September yang lalu, mereka mencapai kata sepakat "untuk memberantas perbuatan penyuapan itu". Tapi, kata Ketua Peradin Jaya Soenarto Soerodibroto SH, bahwa menurut KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) hanya penerima yang bisa diancam hukuman kalau ia pegawai negeri. Maklum waktu KUHP disusun sepakbola belum berkembang seperti sekarang. Untuk mengkaitkan penyuap, kemungkinan satu-satunya hanya pasal 1 ayat 1 UU Korupsi Tahun 1971. Dalam pasal ini kedua pihak, baik penerima maupun pemberi dapat dikenai hukuman. Tapi bila hanya penyuap yang dijatuhi hukuman (oleh pengadilan) agak sulit, karena tindak pidana itu harus menimbulkan kerugian bagi negara. Sedang dalam perkara suap di Kuala Lumpur atau lainnya itu negara tidak dirugikan (langsung) secara materiil. Secara moril memang negara dirugikan. Tapi bisakah Undang-undang anti Subversi dikenakan terhadap mereka? "Ah," kata Soenarto, "itu terlalu dicari-cari. Tidak bisa. " Berdasarkan pertimbangan yuridis tersebut Peradin sangat hati-hati dalam memberi nasihat kepada pimpinan PSSI. Niat Ali Sadikin memberantas penyuap di meja hijau harus lewat polisi dan jaksa. Itu bisa saja. Namun para advokat itu menyarankan agar para penyuap tak usah diajukan ke pengadilan. "Sebab kemungkinan lolosnya besar. Dan kalau lolos, 'kan menampar muka pimpinan PSSI," kata Soenarto. Setelah pertemuan dengan Peradin Jaya tampaknya ke luar Ali Sadikin akan segera menghimbau semua pihak untuk menyusun undang-undang olahraga anti penyogokan, sementara ke dalam ia akan mengambil tindakan disipliner terhadap mereka yang terkena suap. Dalam bentuk apa misalnya? Hukuman skorsing tentunya. Apa boleh buat, skor pertandingan PSSl lawan Penyuap sementara berkedudukan 0-1 untuk kekalahan PSSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus