GARIS pemisah antara amatir dan profesional, dalam arti harfiah,
di dunia sepakbola Indonesia sudah lama kabur. Kendati sepakbola
prof itu belum pernah tertuang secara nyata.
Di zaman Bardosono menduduki kursi pimpinan PSSI memang pernah
ada niat untuk mendirikan lembaga sepakbola bayaran tersebut.
Tapi ide yang dimatangkan lewat diskusi di Balai Sidang Senayan,
Jakarta pada tanal 15 s/d 16 Mei 1976 itu tidak sempat menemui
bentuk yang pasti. Klub-klub, di antaranya Pardedetex, yang
begitu antusias menyambut gagasan tersebut sampai saat ini masih
saja menyandang predikat amatir.
Kegagalan penuangan bentuk sepakbola bayaran itu, kabarnya,
disebabkan klub-klub yang ingin melepaskan status amatir mereka
tersebut belum begitu siap buat melangkah. Setelah kemungkinan
diperhitungkan lewat neraca labarugi, diperkirakan klub-klub
masih membutuhkan dana bantuan untuk mempertahankan hidup.
Antara lain, di sinilah letak hambatan dari kelahiran sepakbola
prof itu.
Salah satu topik yang akan disampaikan pimpinan PSSI dalam SPP
adalah masalah sepakbola non amatir atau non prof ini. Perumus
konsep tersebut adalah Ketua Bidang Organisasi PSSI, Soeparjo
Poncowinoto, berdasarkan bahan-bahan dari Kadir Yusuf. Dari inti
permasalahan yang akan dituangkannya dalam SPP, ia mengatakan
bahwa perkembangan sepakbola di Indonesia menuntut adanya suatu
lembaga untuk mengurus persoalan yang timbul dengan kaitan
non-amatir. "Secara jujur patut diakui bahwa sekarang ini sulit
untuk mencari pemain yang betul-betul amatir murni," katanya.
Bertolak dari kenyataan itu, mengapa tidak dihadirkan saja
lembaga profesional sebagai jalan keluar dari keadaan tersebut?
"Untuk masa sekarang belum mungkin," jawab Poncowinoto sambil
membeberkan untung-rugi sepakbola prof itu dalam kondisi
Indonesia saat ini. Antara lain, dikatakannya bahwa klub prof
itu belum mungkin hidup dari hasil penjualan karcis pertandingan
semata. Bagi PSSI, pemain yang sudah meneken kontrak dalam klub
prof, tak mungkin bisa dimanfaatkan lagi buat memperkuat barisan
dalam turnamen yang bersifat amatir. "Karena itu kita pilih
jalan tengah," lanjutnya.
Jalan tengah yang akan diperkenalkan Poncowinoto itu bernama
Liga Sepakbola Utama (Galatama). "Pemain dari klub yang akan
bergabung dalam liga itu nanti masih berstatus amatir," ujar
Poncowinoto. "Hanya saja klubnya ditata secara prof." Penataan
secara prof itu, antara lain, adalah diperkenalkannya sistim
kontrak bagi pemain. Dengan sistim kontrak ini mungkin bisa
diselesaikan masalah pelanggaran disiplin misalnya menerima suap
-- yang sampai kini belum diketahui sanksinya yang menurut
hukum. Selama ini tidak pernah ada ikatan khusus antara pemain
dengan suatu klub, sehingga mereka cuma terikat secara moril.
Liga ini nanti, sebagaimana juga perserikatan, akan mempunyai
kompetisi sendiri. Pemain dari klub yang memilih bergabung
dengan Liga tak mungkin lagi main dalam kompetisi perserikatan.
Di Jakarta, dengan diperkenalkannya persatuan sepakbola antar
perusahaan (Persapja), tidak sedikit pemain yang bermain di dua
tempat kompetisi. Misalnya, tim Jayakarta yang juga turun untuk
NIAC (New International Ammusement Centre) pada pertandingan
antar perusahaan. Inipun akan ditertibkan lewat Liga.
Adanya kompetisi sendiri di dalam Liga, sudah barang tentu
dituntut agar lebih banyak klub yang bergabung di situ. Paling
sedikit diharapkan 8 klub supaya kompetisi bisa semarak.
Bagaimar kalau kurang dari jumlah itu' "Kalai nggak ada
delapan, ya sulit untuk mengaturnya," tambah Poncowinoto. Klub
yang diperkirakan sudah menyatakan keinginan untuk masuk Liga,
menurut pimpinan Warna Agung, Benny Mulyono baru 6. Klub
tersebut adalah Pardedetex, Tunas Jaya, Arseto, Indonesia Muda,
Buana Putra dan Warna Agung.
Adakah SPP akan menerima gagasan tersebut? "Tak ada masalahnya,"
kata Kosasih, Ketua Kehormatan yang aktif diperbantukan di
Bidang Luar Negeri. "Karena sama-sama ingin membantu menyusun
tim nasional yang kuat. Jika kita beralih ke prof tapi tim
nasional menjadi lemah, itu kan bukan maksud kita." Kosasih
sependapat tentang pentingnya sebuah wadah peralihan seperti
Liga sepakbola misalnya.
Poncowinoto sendiri tampak telah belajar banyak dari pengalaman
masa lalu. Karena itu ia menyebutkan bahwa klub yang tergabung
dalam Galatama nanti berada langsung di bawah PSSI. Sedang Kadir
Yusuf mengingatkan, jika nanti SPP dapat menerima
prinsip-prinsip Galatama, PSSI wajib mengumumkan kepada
perserikatan dan klub-klub bahwa pintu untuk bergabung dengan
Galatama itu terbuka, asal saja memenuhi persyaratan PSSI.
"Supaya tidak dianggap eksklusif dan hanya ulah sekelompok orang
saja," kata Yusuf, yang ditunjuk Ali Sadikin menyusun konsep
prof Indonesia pada Diskusi Sepakbola SIWO PWI di Press Club,
Desember tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini