Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Galatama: Non Prof, Non Amatir

Topik yang akan disampaikan pimpinan PSSI dalam SPP adalah masalah sepak bola non amatir dan non profesional. Jalan yang akan diperkenalkan adalah liga sepak bola utama Galatama. (or)

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARIS pemisah antara amatir dan profesional, dalam arti harfiah, di dunia sepakbola Indonesia sudah lama kabur. Kendati sepakbola prof itu belum pernah tertuang secara nyata. Di zaman Bardosono menduduki kursi pimpinan PSSI memang pernah ada niat untuk mendirikan lembaga sepakbola bayaran tersebut. Tapi ide yang dimatangkan lewat diskusi di Balai Sidang Senayan, Jakarta pada tanal 15 s/d 16 Mei 1976 itu tidak sempat menemui bentuk yang pasti. Klub-klub, di antaranya Pardedetex, yang begitu antusias menyambut gagasan tersebut sampai saat ini masih saja menyandang predikat amatir. Kegagalan penuangan bentuk sepakbola bayaran itu, kabarnya, disebabkan klub-klub yang ingin melepaskan status amatir mereka tersebut belum begitu siap buat melangkah. Setelah kemungkinan diperhitungkan lewat neraca labarugi, diperkirakan klub-klub masih membutuhkan dana bantuan untuk mempertahankan hidup. Antara lain, di sinilah letak hambatan dari kelahiran sepakbola prof itu. Salah satu topik yang akan disampaikan pimpinan PSSI dalam SPP adalah masalah sepakbola non amatir atau non prof ini. Perumus konsep tersebut adalah Ketua Bidang Organisasi PSSI, Soeparjo Poncowinoto, berdasarkan bahan-bahan dari Kadir Yusuf. Dari inti permasalahan yang akan dituangkannya dalam SPP, ia mengatakan bahwa perkembangan sepakbola di Indonesia menuntut adanya suatu lembaga untuk mengurus persoalan yang timbul dengan kaitan non-amatir. "Secara jujur patut diakui bahwa sekarang ini sulit untuk mencari pemain yang betul-betul amatir murni," katanya. Bertolak dari kenyataan itu, mengapa tidak dihadirkan saja lembaga profesional sebagai jalan keluar dari keadaan tersebut? "Untuk masa sekarang belum mungkin," jawab Poncowinoto sambil membeberkan untung-rugi sepakbola prof itu dalam kondisi Indonesia saat ini. Antara lain, dikatakannya bahwa klub prof itu belum mungkin hidup dari hasil penjualan karcis pertandingan semata. Bagi PSSI, pemain yang sudah meneken kontrak dalam klub prof, tak mungkin bisa dimanfaatkan lagi buat memperkuat barisan dalam turnamen yang bersifat amatir. "Karena itu kita pilih jalan tengah," lanjutnya. Jalan tengah yang akan diperkenalkan Poncowinoto itu bernama Liga Sepakbola Utama (Galatama). "Pemain dari klub yang akan bergabung dalam liga itu nanti masih berstatus amatir," ujar Poncowinoto. "Hanya saja klubnya ditata secara prof." Penataan secara prof itu, antara lain, adalah diperkenalkannya sistim kontrak bagi pemain. Dengan sistim kontrak ini mungkin bisa diselesaikan masalah pelanggaran disiplin misalnya menerima suap -- yang sampai kini belum diketahui sanksinya yang menurut hukum. Selama ini tidak pernah ada ikatan khusus antara pemain dengan suatu klub, sehingga mereka cuma terikat secara moril. Liga ini nanti, sebagaimana juga perserikatan, akan mempunyai kompetisi sendiri. Pemain dari klub yang memilih bergabung dengan Liga tak mungkin lagi main dalam kompetisi perserikatan. Di Jakarta, dengan diperkenalkannya persatuan sepakbola antar perusahaan (Persapja), tidak sedikit pemain yang bermain di dua tempat kompetisi. Misalnya, tim Jayakarta yang juga turun untuk NIAC (New International Ammusement Centre) pada pertandingan antar perusahaan. Inipun akan ditertibkan lewat Liga. Adanya kompetisi sendiri di dalam Liga, sudah barang tentu dituntut agar lebih banyak klub yang bergabung di situ. Paling sedikit diharapkan 8 klub supaya kompetisi bisa semarak. Bagaimar kalau kurang dari jumlah itu' "Kalai nggak ada delapan, ya sulit untuk mengaturnya," tambah Poncowinoto. Klub yang diperkirakan sudah menyatakan keinginan untuk masuk Liga, menurut pimpinan Warna Agung, Benny Mulyono baru 6. Klub tersebut adalah Pardedetex, Tunas Jaya, Arseto, Indonesia Muda, Buana Putra dan Warna Agung. Adakah SPP akan menerima gagasan tersebut? "Tak ada masalahnya," kata Kosasih, Ketua Kehormatan yang aktif diperbantukan di Bidang Luar Negeri. "Karena sama-sama ingin membantu menyusun tim nasional yang kuat. Jika kita beralih ke prof tapi tim nasional menjadi lemah, itu kan bukan maksud kita." Kosasih sependapat tentang pentingnya sebuah wadah peralihan seperti Liga sepakbola misalnya. Poncowinoto sendiri tampak telah belajar banyak dari pengalaman masa lalu. Karena itu ia menyebutkan bahwa klub yang tergabung dalam Galatama nanti berada langsung di bawah PSSI. Sedang Kadir Yusuf mengingatkan, jika nanti SPP dapat menerima prinsip-prinsip Galatama, PSSI wajib mengumumkan kepada perserikatan dan klub-klub bahwa pintu untuk bergabung dengan Galatama itu terbuka, asal saja memenuhi persyaratan PSSI. "Supaya tidak dianggap eksklusif dan hanya ulah sekelompok orang saja," kata Yusuf, yang ditunjuk Ali Sadikin menyusun konsep prof Indonesia pada Diskusi Sepakbola SIWO PWI di Press Club, Desember tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus