GALLUP poll, yang tadinya meneliti pendapat umum, juga telah
diarahkan ke dunia lari. Disiarkannya baru-baru ini, 11% dari
semua orang di negerinya Jimmy Carter melakukan jogging, lari
santai satu mil (1,6 km) sehari, dua kali seminggu paling
sedikit. Presiden Carter pun tak ketinggalan melakukannya di
halaman Gedung Putih.
Di Jakarta, keranjingan semacam itu tampak akan digalakkan
secara teratur. Tadinya c'uma ada sesekali Lari Gembira dari
Monas tahun lalu. Tapi untuk 1979 ini, mulai Minggu lalu, ia
akan diadakan tiap bulan. Jadwalnya telah ditetapkan untuk
seterusnya: 18 Pebruari 18 Maret, 22 April, 20 Mei, 17Juni, 22
Juli, 16 September, 14 Oktober, 11 Nopember dan 16 Desember.
Rutenya -- km dan 10 km --tetap ke Jalan Sudirman. Dengan
demikian diharapkan ia menjadi kesenangan massal. "Tidak kuat
lari, jalan kaki pun jadi," bunyi pesannya.
Jadi Bisnis
Belum ada badan peneliti yang merasa perlu untuk mengetahui
berapa banyak orang Indonesia yang gemar larilarian. Mungkin
sudah banyak, tapi belum cukup banyak untuk mendorong sesuatu
penelitian. Orang Amerika memakai Gallup poll ke bidang ini
sebagian karena kebutuhan bisnis. Dunia penerbitan, umpamanya,
sudah meramaikan toko-toko buku dengan aneka ragam majalah dan
buku mengenai lari. Paling lama bertahan dalam daftar
best-seller-setahun lebih -- ialah The Complete Book of Running
oleh James Fixx. Selain itu, banyak produsen baju kaus dan
industri sepatu berkepentingan pula.
Adalah Kenneth Cooper, dokter angkatan udara AS yang kemudian
ditugas kan membina kemantapan fisik kaum angkasawan, paling
menonjol dalam menggairahkan lari santai ini. Bukunya, Aerobics,
mendorong pelari dengan menyediakan angka yang perlu dicapai
--sedikitnya 30 seminggu supaya tetap sehat. Teorinya diterapkan
pula oleh kaum manajer di Amerika guna menghilangkan stress,
frustrasi dan kelesuan.
Tapi Dr Cooper secara tidak dikehendakinya telah menimbulkan
persoalan baru. Cukup banyak pelari yang ternyata bernafsu besar
untuk mencapai angka lebih tinggi, lebih banyak hingga melampaui
kemampuan diri.
Banyak dokter kini menguatirkan adanya kecenderungan pelari
menyiksa diri. Karena itu bisa mengakibatkan nyeri di kaki,
lutut dan pinggang umpamanya. Kesakitan itu mungkin bertambah
dengan meningkatnya tempo latihan. Majalah Runner's World pernah
meneli tinya di AS dan melaporkan 34% dari mereka yang lari
kurang dari 25 mil semmggu mendapat cedera itu. Angkanya
mencapai 73% dari mereka yang tiap minggu lari sekitar 50 mil.
Jika terlalu bersemangat, demikian majalah Tbe Economist di
London, malah mungkin bisa semaput karena serangan jantung
tiba-tiba seperti yang dialami anggota Congress Goodloe Byron
belum lama ini.
Dari Pusat Kesehatan Olahuga di Senayan para dokter kita
menjumpai uga kasus pelari yang merasa sakit tadi. "Tapi itu
bukan karena terlalu bernafsu, melainkan karena belum terbiasa,"
kata dr Haryo Tilarso. Pernah ada paslennya yang belum terbiasa
melatih otot punggungnya maupun pemanasannya. Nasehatnya ialah
supaya orang lari secara rileks, dan memakai sepatu yang
bantalannya baik. "Harus tahu diri," katanya.
"Berlatihlah, tapi jangan memaksa diri," sambung ir. Wardiman,
seorang pejabat DKI yang ikut menggalakkan Lari Gembira dari
Monas. "Dengarkan badan anda. "
Wardiman ini, 44 tahun, telah tidak puas dengan 10 km saja.
"Saya memper siapkan diri untuk maraton," katanya. Heeebat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini