MASALAH kiper pernah menakutkan sekali bagi PSSI. Ronny Pasla
yang diandalkannya telah dijatuhi skorsing 5 tahun gara-gara
skandal suap di Merdeka Games 1978, Kuala Lumpur. Ronny memang
kiper terbaik. Rasanya sukar bagi PSSI untuk mencari
penggantinya ketika itu.
Tapi kini PSSI tampaknya tidak cemas seperti, katakanlah, sampai
awal Januari. Selama putaran kedua 5 Besar PS SI muncul 2 wajah
baru -- Endang Tirtana dari Persija dan Suwarto dari Persiraja.
Kedua nama ini adalah bekas penjaga gawang PSSI Junior 1978.
Mereka muncul secara kebetulan dan mengejutkan.
Endang pada mulanya bukan satu-satunya pilihan Persija. Setelah
Sudarno dan A.A. Rake yang cedera dalam putaran pertama 5 Besar
PSSI Desember lalu, umpamanya, Komisi Teknik masih mengharapkan
kehadiran Judo Hadiyanto, bekas kiper nasional. "Judo kita
panggil mengingat ketrampilannya di bawah mistar masih bisa
diandalkan," kata asisten pelatih Persija, Bertje Matulepelwa.
"Waktu Persade, ia masih bermain bags. "
Dalam pekan olahraga antar departemen 1978, Judo, karyawan
Pertamina, turun membela panji Departemen Pertambangan dan
Enerji. Dan ia berhasil mengantar timnya sebagai juara untuk
cabang sepakbola.
Tapi permintaan Persija agar ia kembali memakai kostum bond tak
dapat dipenuhinya. "Waktu untuk mengadakan persiapan terlalu
suntuk," alasan Judo. Ia dipanggil 30 Desember, sedang putaran
kompetisi sudah harus dimulai 5 Januari.
Penolakan Judo itulah yang kemudian mengantar Endang sebagai
kiper uta-. ma Persija. Ternyata ia tidak mengecewakan. Ia
berhasil menggagalkan tendangan penalti dari pemain PSM, Ujung
Pandang, Gafar Hamzah. Suksesnya sekaligus mengantar Persija
mencapai JUara.
Endang terlihat gemilang ketika Persija berhadapan dengan PSMS,
Medan di akhir kompetisi, 13 Januari. Berkali-kali ia menjadi
juru selamat. Dua kali ia menggeletak akibat ganjalan lawan.
"Kalau main di Karawang, kayak gitu, bisa baku hantam," kata
Endang "Untung saja waktu itu saya dicegah Oyong."
Endang memang mulai mencintai sepakbola di Karawang, tempat ia
dilahirkan 21 tahun lalu. Ia adalah putera kelima dari 9
bersaudara dalam keluarga Peltu (Pol) Mohamad Syafi'i. "Sudah
sejak kecil saya ingin menjadi kiper," ujar Endang.
Sampai usia 16 tahun ia masih bermain dengan kaki ayam dan tak
tergabung dalam suatu klub mana pun. Pernah ia menjadi
penyerang, namun belum sekalipun mencetak gol.
Pada usia 17 tahun, ia bergabung dalam klub Taruna Jaya,
Karawang, dan bertahan 3 tahun di sana. Nasib kemudian
membawanya ke ibukota setelah pelatih nasional, drg. Endang
Witarsa melihat penampilannya ketika bond Persika, Karawang
melawan klub UMS di lapangan Petak Sinkian, Jakarta. Ia ditawari
untuk masuk klub UMS yang diasuh oleh Witarsa sendiri. "Saya tak
bisa melupakan jasa pak Endang Witarsa," kata Endang mengenai
kejadian tahun 1977 itu. Ia kini tergabung dalam klub
non-amatir, Warna Agung. "Beliaulah ssungguhnya guru saya."
Dalam 4 kali pertandingan putaran kedua 5 Besar PSSI kemarin,
Endang kebobolan 4 gol. Menurut pengakuannya, 2 gol,
masing-masing dari Sunardi (Persebaya) dan Jusuf Malle (PSM),
tidak seharusnya terjadi, "karena kesalahan posisi dan teknik
yang belum mantap dari saya."
Endang -- tinggi 178 cm dan berat 69 kg - memang ideal untuk
jadi kiper. "la adalah kiper yang berbakat," kata pelatih
Persija, Marek Jonata. "Sudah sejak dulu saya ingin memakai
dia." Penilaian Jonata tidak semata didasarkan atas
penampilannya di lapangan. Endang, lulusan STM, juga dinilainya
sebagai pemain yang "mempunyai IQ mernadai. "
Anak Lho' Seumawe
Kiper Persiraja, Suwarto, lebih muda 1 bulan dari koleganya dari
Persija. Sebagaimana Endang, pemunculan Suwarto pun kebetulan,
sekalipun melalui perslapan, tentunya. Ia dipasang gara-gara
kiper utama Persiraja, Zaim Merdeka cedera sewaktu melawan PSMS.
"Ini adalah penampilan pertama saya dalam pertandingan besar,"
kata Suwarto. Ketika memperkuat PSSI Junior ke Dakka Oktober
1978 ia tak pernah dipasang menggantikan kiper utama, Endang.
Dalam Persiraja, Suwarto pun belum lama. Pada putaran pertama 5
Besar PSSI saja ia belum ikut. Sebelumnya ia bermain untuk bond
PSLS, Lho' Seumawe. Pemuda kelahiran Medan ini mengenal bola
juga sejak kecil, dan mewarisi hobi ayahnya, pensiunan Bank Bumi
Daya. Ia mengakui bahwa dirinya masih kurang pengalaman. "Kalau
Zaim tak cedera mungkin saya tak dipasang," kata Suwarto, yang
cuma lulusan SMP.
Lepas dari faktor apa yang menyebabkan Endang maupun Suwarto
dipasang dalam pertandingan kemarin, keduanya cukup berhasil
memukau publik. Dalam krisis kiper nasional, terutama setelah
Ronny Pasla diskors, harapan PSSI jelas tertumpu pada kedua nama
ini. "Kalau keduanya diberi kesempatan lebih banyak, masalah
kiper tak lagi akan menjadi persoalan bagi PSSI," kata Judo
adiyanto. "Mereka kini terbaik."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini