Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Solo - Belum tersedianya lintasan beralas karpet atau rubber untuk cabang olahraga balap kursi roda di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta dapat memberikan keuntungan bagi atlet Indonesia yang menjadi tuan rumah Asian Paragames 2018.
Baca: Asian Paragames 2018. Balap Kursi Roda Sepi Atlet Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Saat mengikuti ASEAN Paragames 2017 di Malaysia, atlet balap kursi roda asal Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Doni Yulianto, pernah ditanya sejumlah atlet dari negara lain ihwal kondisi lintasan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Waktu itu saya jawab saja, I don't know, masih under construction. Rupanya mereka galau juga karena sudah terbiasa latihan di trek karpet," kata Doni sambil tersenyum saat berbincang dengan Tempo di Hotel Kusuma Sahid, Kota Solo, Kamis 3 Mei 2018.
Doni mengatakan lintasan balap di Indonesia sampai sekarang masih beralaskan karet tabur. Meski sudah memenuhi standar internasional, trek karet tabur dinilai cukup berat bagi para pembalap kursi roda.
"Di trek karet tabur, roda jadi lebih kenceng nempelnya. Beda kalau di trek karpet, mengayun sedikit, langsung wuzz," kata peraih medali emas di nomor 1.500 meter kelas T 54 putra ASEAN Paragames 2017 itu.
Selain fisik yang mumpuni serta kursi roda yang ringan, Doni berujar, lapisan trek juga menjadi pendukung utama dalam balap kursi roda.
Terbiasa berlatih di trek karet tabur membuat Doni tercengang saat mengetahui catatan waktunya ketika berlaga di trek karpet di Malaysia tahun lalu.
"Di trek karet tabur, limit saya sekitar dua menit untuk 800 meter. Waktu di Malaysia bisa tembus 1 menit 45 detik. Bayangkan, selisihnya bukan nol koma lagi, tapi belasan detik," ujar Doni.
Kini, selama mengikuti pemusatan latihan nasional di Solo sejak Januari lalu, catatan waktu Doni sudah mencapai 1 menit 50 detik untuk 800 meter.
Secara hitungan kasar, limit tersebut hampir setara dengan atlet dari negara-negara lain yang mencatatkan waktu 1 menit 35 detik di trek karpet.
"Mereka yang terbiasa berlatih di trek karpet yang ringan belum tentu bisa tembus limit 1 menit 50 detik di trek karet tabur yang berat," kata Doni.
Meski diuntungkan trek karet tabur saat Asian Paragames 2018, Doni berharap pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga ke depannya menganggarkan pengadaan trek karpet, minimal untuk satu lintasan di Stadion GBK.
Dengan demikian, para atlet balap kursi roda bisa berlatih, sekaligus mengukur kecepatannya, ketika hendak maju ke jenjang yang lebih tinggi seperti Olimpiade.
Ihwal usulan pengadaan kursi roda balap yang terbaru ke Kemenpora yang diajukan sejak 2017, Doni berujar, usulannya sudah diterima.
"Sudah masuk waiting list, tinggal menunggu. Toh (harganya) tidak seberapa kalau dibandingkan total anggaran untuk jadi tuan rumah Asian Paragames. Menunjang kebutuhan atlet mesti jadi prioritas agar dapat meraih prestasi tertinggi," kata Doni.
Kursi roda balap yang digunakan Doni saat ini buatan Amerika, setara dengan kursi roda balap milik para juara dunia.
Bodinya terbuat dari aluminium dan karbon dengan berat sekitar tujuh kilogram. Namun, teknologi terus berkembang. Kini, Jepang telah melahirkan kursi roda balap yang seluruh bodinya terbuat dari karbon dengan berat total lima kilogram.
Baca: Asian Paragames 2018. Tim Balap Kursi Roda Uji Coba ke Cina
"Mau pakai merek apa saja bebas, yang penting diameter roda depan dan belakangnya sesuai standar. Yang jelas, selisih dua kilogram sangat berpengaruh dalam kecepatan," kata Doni.
DINDA LEO LISTY