BINTANG-bintang bertaburan di Tunas Inti. Di klub Liga Utama
ini ada bekas pemain-pemain nasional, seperti dari Warna Agung
(Rully Nere dan Stevanus Sirev). dari IM (Johny Fahamsyah), dari
Arscto (Bambang Nurdiansyah dan Ron ny Sarbini), dari NIAC
(Riono Asnan), lari Jayakarta (Suapri, Catur Sudarmanto, Taufik
Saleh dan Sudarno). Ditambah lagi orang lama Tunas Inti sendiri,
seperti Erwin Sumampouw, Wahyu Tanoto. Tapi kemenangan masih
jauh bagi klub ini.
Dari 5 kali bertanding, melawan Pardedetex, NIAC, Warna Agung,
Mercu Buana dan Angkasa, hanya dengan Mercu Buana dan Angkasa,
Tunas Inti bisa berbagi angka 1-1. Selebihnya selalu kalah
dengan angka 20. Kekalahannya dengan Warna Agung, klub yang baru
direncanakan, malah terasa menyakitkan. Sebab, dalam
pertandingan pemanasan sebelum kompetisi, Warna Agung
dikalahkan Tunas Inti 4 kali dan hanya sekali draw.
"Saya nggak mengerti mengapa kamikalah," kata Bambang
Nurdiansyah, si pencetak gol ketika berhadapan dengan Mercu
Buana. Pelatih Sinyo Aliandu dan kawan-kawan juga heran. Sebab,
Tunas Inti ditangani intensif sejak Juni dan telah mempunyai
program latihan yang matang. Bahkan di bulan puasa pun tak
pernah absen berlatih.
Menurut Kadir Yusuf, pengamat sepakbola yang pernah duduk
menjadi penasihat Tunas Inti, seperti ditulisnya (Di harian
Kompas, pertahanan Tunas Inti tidak rapi. Begitu pula
seakan-akan pemainnya tak mengenal disiplin perorangan dan
disiplin organisasi dalam permainan. Ketika dikalahkan Warna
Agung, Tunas Inti mengandalkan Rosihan Anwar, Rusdin Lacanda,
Riono Asnan dan Antoniu Chayono pada garis pertahanan - dan
ternyata lemah 'melapis' kawan. Akibatnya Robby Binur bisa
memborong 2 gol untuk kemenanLan Warna Agung. 26 September lalu.
Begitu pula dilapangan Menteng, 2 Oktober ketika melawan
Angkasa, klub yang di atas kertas pasti kalah, ternyata Tunas
Inti masih belum menunjukkan keampuhannya.
Padahal sebelumnya Tunas Inti sudah nelakukan persiapan dengan
'nyepi' di Pusdiklat Pramuka, Cibubur selama 3 hari. "Saya
blak-blakan saja. Pelatih belum bisa memadukan pemain-pemain
itu," kata Bernard Sindhikara, Sekretaris Tunas Inti. Tudingan
itu diterima Sinyo Aliandu dengan lapang dada. "Saya tidak akan
melempar tanggung jawab itu," katanya lagi.
Padahal kesejahteraan para pemain klub ini bisa membuat iri
pemain dari klub-klub lain. Begitu mereka dikontrak untuk 2
tahun, beberapa nama seperti Rully Nere, Suapri, Bambang
Nurdianah, Johny Fahamsyah Ronny Sarbini dan lain-lain, langsung
bisa membeli mobil. Gaji mereka cukup besar, sekitar Rp 300 ribu
per bulan. Ditambah bonus lagi: bila menang mendapat Rp 150 ribu
per orang, kalau draw Rp 75 ribu.
Hubungan antara pimpinan Tunas Inti dengan para pemain juga
akrab. Mereka sering berbincang-bincang dari hati ke hati lewat
makan bersama yang diselenggarakan 2 kali sebulan. Nonton film
bersama juga 2 kali sebulan. "Support pemimpin luar biasa,"
kata Sinyo yang dibenarkan oleh Rully Nere.
Dari segi manajemen latihan juga mapan. Misalnya, latihan
disusun dengan jadwal pagi-sore dan kadang siang hari. Pukul
7-8.30 pagi latihan teknik untuk heading, shooting, passing dan
pengolahan bola. Siang hari diskusi dari pukul 10-11. Dan sore
hari latihan taktik: melebar, penetrasi, bergerak dan
improvisasi.
Karena pemain Liga Utama dianggap profesional, disiplin juga
diterapkan dengan ketat di Tunas Inti. Pukul 10.30 malam semua
pemain harus sudah berada di asrama di Menteng Raya 12.
Terlambat 5 menit denda sudah dikenakan. Manfaatnya langsung
Ronny Sarbini dan Rully Nere yang kurang disiplin mulai
membiasakan berdisiplin.
Kalangan pengamat sepak bola melihat kesalahan fatal Tunas Inti
adalah tidak membentuk tim bayangan. Padahal kompetisi sudah
akan berlangsung sebulan. Tapi Sinyo menangkis. "Anak-anak itu
masih labil. Sekali-kali bermain bagus, sekali-kali jelek.
Bagaimana kami bisa membentuk tim bayangan?" tanyanya. Ketika
melawan Warna Agung penyerang Taufik, Bambang dan Stevanus
terasa tumpul. Padahal pasangan ini bermain cemerlang ketika
menghadapi Mercu Buana. Bambang malah berada di bawah Jibril
ketika berhadapan dengan NIAC.
Tapi Sinyo menyadari ada kealpaan. "Kami lupa persiapan teknik
yang baik tidak di-support oleh kesamaan dan kesatuan jiwa,"
katanya. Pelatih yang banyak--di samping Sinyo ada Yan Budianto,
Berce Matulapelwa, Anjas Asmara, Sartono dan Harry Tjong--bukan
pula sebab. "Kami katakan secara jujur 6 orang ini bekerjasama
baik," kata Sinyo. Ia merasa masih belum terlambat dan masih
punya tekad besar.
Benniardi, boss Tunas Inti yang berambisi mendudukkan klubnya di
papan atas, pun masih memiliki harapan besar. "Kompetisi masih
berlangsung dan anak-anak punya pengalaman banyak," katanya.
rupanya pengalaman banyak itulah yang sampai kini belum
terpadu. "Masih belum kompak," katanya. Untuk membuat kompak,
katanya, butuh waktu paling tidak 2 bulan lagi.
Tapi Benni kurang setuju pada anggapan orang bahwa dengan
berkumpulnya para bintang, klub ini harus selalu menang.
"Bintang itu kan individunya, sedang sepakbola itu permainan
tim, " katanya.
Tunas Inti untuk sementara berada di urutan 13. Sedangkan
Benniardi sejak 3 Oktober 1982 mengundurkan diri sebagai Ketua
Umum. Tunas Inti karena kesibukannya sebagai Direktur Utama PT
Tempo, distributor obat-obatan. "Saya tidak bisa melupakan
bola," katanya.
Ia kini hanya jadi penasihat Tunas Inti. Jabatan Ketua Umum klub
itu dia percayakan pada Stanley Gouw yang sebelumnya sebagai tim
manajer. Menuru Stanley para pemain Tunas Inti belum satu hati
serta belum saling percaya pada kawan. Dari sanalah agaknya
Stanley akan memulai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini