Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo menyampaikan permintaan maaf atas berbagai kendala yang muncul selama pelaksanaan PON 2024 Aceh-Sumut atau PON 2024. Ia menekankan bahwa hal ini akan menjadi pelajaran untuk peningkatan di masa mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, kami memohon maaf sebesar besarnya, kepada seluruh insan olahraga atas segala kekurangan dan ketidaknyamanan selama pelaksanaan PON XXI. Semua ini menjadi pembelajaran berharga untuk penyelenggaraan PON yang lebih baik di masa mendatang," kata Menpora Dito dikutip dari laman resmi Kemenpora, Sabtu, 21 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PON 2024 resmi berakhir di Stadion Utama Sumatera Utara, Deli Serdang, pada Jumat, 20 September 2024. Jawa Barat berhasil menjadi juara umum dengan perolehan 195 medali emas, 163 medali perak, dan 182 medali perunggu. Ini adalah ketiga kalinya mereka meraih gelar tersebut.
Sederet Kekacauan PON 2024
Dalam penyelenggaraannya, PON 2024 dihantui berbagai masalah. Seksi konsumsi menjadi masalah pertama. Hal ini bermula dari viralnya foto maupun video yang menampilkan komposisi konsumsi atlet dan kontingen yang dinilai tak layak.
Beberapa atlet mengeluhkan makanan yang datang terlambat. Selain itu, menu makanannya tak sebanding dengan anggaran yang diberikan, yakni sebesar Rp50 ribu, dan dipukul rata. Padahal, kebutuhan gizi atlet untuk setiap cabang olahraga berbeda-beda. Masalah tersebut dialami oleh kontingen Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua pada Jumat, 13 September 2024.
PON 2024 diwarnai berbagai kendala selama penyelenggaraannya. Masalah pertama muncul di bagian konsumsi, yang dipicu oleh beredarnya foto dan video menunjukkan kualitas makanan bagi atlet dan kontingen yang dianggap tidak layak.
Beberapa atlet mengeluhkan keterlambatan penyajian makanan. Selain itu, menu yang disajikan dianggap tidak sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan sebesar Rp50 ribu, yang diterapkan secara merata. Padahal, kebutuhan gizi atlet berbeda-beda tergantung cabang olahraga yang diikuti. Kontingen Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua mengalami masalah ini pada Jumat, 13 September 2024.
Selain itu, masalah juga terjadi pada pembangunan venue pertandingan. Akses menuju Sumut Sport Center, Deli Serdang, tempat pertandingan voli, masih belum memadai.
GOR Bola Voli Indoor di Sumut Sport Center diakui sebagai salah satu fasilitas voli terbaik di Indonesia dan berpotensi menggelar acara berskala nasional maupun internasional di masa depan, namun infrastruktur penunjangnya belum sepenuhnya selesai.
Jalan menuju arena masih berlumpur, sehingga kendaraan tidak bisa masuk. Atlet harus berjalan kaki sekitar 300 meter dari tempat parkir sambil membawa peralatan mereka.
Selain voli, arena pacuan kuda juga belum sepenuhnya selesai hingga perlombaan berlangsung, dan Stadion Utama Sumatera Utara yang digunakan untuk upacara penutupan juga belum rampung. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa stadion akan ditutup setelah PON 2024 untuk diselesaikan sepenuhnya.
"Iya pasti (ditutup untuk dirampungkan), saya tadi sudah rapatkan di Hotel Crew. Jadi, kita sudah sampaikan habis ini kita sempurnakan lagi," kata Basuki, Kamis lalu.
Pertandingan PON 2024 juga tidak terlepas dari berbagai masalah. Kericuhan terjadi saat laga perempat final sepak bola putra antara Aceh dan Sulawesi Tengah, di mana wasit yang memimpin pertandingan dipukul oleh salah satu pemain. Insiden ini diduga dipicu oleh ketidakpuasan terhadap keputusan wasit yang dianggap tidak adil.
Hal serupa terjadi di cabang olahraga tinju. Pertarungan antara atlet Lampung, Rusdianto Suku, dan petinju Sumatera Utara, Joshua Juan Vargas, pada Sabtu, 14 September, juga diwarnai protes. Wasit dianggap tidak sportif dan memberikan keuntungan kepada tuan rumah.
Evaluasi Demi Kualitas yang Lebih Baik
Anggaran yang dialokasikan untuk PON 2024 di Aceh dan Sumatera Utara memang lebih kecil dibandingkan PON 2020 di Papua, yang mencapai sekitar Rp 8 triliun. Namun, jumlah tersebut tetap tergolong besar bagi masyarakat sebagai pembayar pajak.
Apalagi, PON sudah dijadwalkan jauh sebelumnya, sehingga tidak seharusnya menimbulkan kesan kurangnya persiapan di mata publik. Aceh dan Sumatera Utara sendiri telah ditetapkan sebagai tuan rumah PON 2024 delapan tahun yang lalu, saat PON 2016 di Jawa Barat berlangsung.
Delapan tahun seharusnya cukup untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Jika tidak bisa sempurna, setidaknya harus seminimal mungkin ada masalah, baik terkait pertandingan maupun venue.
Dana besar yang digunakan seharusnya juga dapat membawa inovasi baru agar acara olahraga ini bisa dinikmati lebih luas oleh masyarakat. Jika terlalu berat untuk diupayakan sendiri, memberikan lebih banyak ruang bagi pihak swasta bisa menjadi solusi yang layak dicoba untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan PON, sehingga masyarakat kembali antusias menikmatinya.
Agar mencapai tujuan tersebut, masalah yang muncul pada PON 2024 tidak boleh terulang lagi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur empat tahun mendatang.
Keluhan tentang fasilitas dan venue harus bisa diatasi, sehingga atlet dapat berlaga di lingkungan yang baik dan profesional, bahkan dengan standar turnamen internasional. Dengan begitu, mereka lebih termotivasi untuk memberikan penampilan terbaik yang tentunya akan lebih menarik bagi penonton.
SUKMA KANTHI NURANI | RANDY FAUZI FEBRIANSYAH