Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Akun WhatsApp seorang ketua BEM diretas sebelum unjuk rasa “Indonesia Gelap”.
Ada penyusup di grup percakapan 'Indonesia Gelap' mahasiswa UI.
Sejumlah alumnus menawarkan duit agar mahasiswa tak ikut aksi 'Indonesia Gelap'.
DI tengah kesibukan mempersiapkan gerakan “Indonesia Gelap” pada Ahad sore, 16 Februari 2025, aplikasi WhatsApp di telepon seluler Anas Robanni tiba-tiba logout tanpa diminta. Koordinator media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan ini berkali-kali mencoba masuk ke aplikasi itu, tapi gagal.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta itu mengunduh ulang aplikasi WhatsApp dan mencoba masuk kembali. Muncul permintaan kode verifikasi. Ia meminta kode ke Telkomsel. “Tapi kode verifikasi (lewat pesan pendek atau SMS) enggak pernah saya terima,” kata Anas kepada Tempo, Rabu, 19 Februari 2025.
Ia langsung kesulitan berkoordinasi dengan BEM berbagai kampus dan kelompok masyarakat sipil. Ia juga tak bisa berkomunikasi dengan jurnalis yang menanyakan rencana demonstrasi “Indonesia Gelap”. Koordinator aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta itu akhirnya menggunakan layanan pesan Instagram yang lebih terbatas.
Anas menduga akun WhatsApp miliknya diretas. Namun ia tak melaporkan peretasan tersebut kepada Meta—korporasi pemilik WhatsApp—karena larut mempersiapkan demonstrasi “Indonesia Gelap”. Namun, saat berunjuk rasa di kawasan Monumen Nasional keesokan harinya atau pada Senin, 17 Februari 2025, Anas mencoba login kembali. Kali itu ia berhasil.
Tempo meminta tanggapan Telkomsel mengenai peretasan yang dialami Anas. Namun dalam wawancara lewat Zoom pada Jumat, 21 Februari 2025, pihak Telkomsel tak mau keterangannya dikutip. Sedangkan Kepala Badan Intelijen Negara Muhammad Herindra tak berkomentar banyak soal peretasan. “Diretas gimana?” ujarnya lewat WhatsApp, Jumat, 21 Februari 2025.
Anas satu dari ribuan pengunjuk rasa yang menggelar aksi di kawasan Monas. Mereka menyuarakan pelbagai keresahan terhadap pemerintahan Prabowo Subianto. Mereka menyoroti pemangkasan anggaran, menguatnya dwifungsi TNI, dan program makan bergizi gratis atau MBG. Demonstrasi meluas ke kota lain, seperti Medan, Surabaya, dan Makassar.
Beberapa jam sebelum unjuk rasa, sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia mendapat pesan dari nomor tak dikenal. Hari itu lebih dari 1.000 mahasiswa UI berencana turut serta dalam aksi “Indonesia Gelap” bersama ribuan mahasiswa dari kampus lain. Seorang pengurus BEM UI mendapat pesan WhatsApp dari seseorang yang mengaku bernama Isan.
Kepada mahasiswa itu, Isan mengaku dari organisasi kemasyarakatan di Karawang, Jawa Barat. Ia menanyakan perihal teknis aksi unjuk rasa. Mahasiswa UI lain juga mendapat pesan dari parade.id yang menanyakan estimasi massa. Ada juga nomor dengan nama akun mrcck menanyakan jadi-tidaknya mahasiswa UI berdemonstrasi.
Koordinator Bidang Sosial Politik BEM Fakultas Hukum UI Muhammad Bagir Shadr bercerita, ada penyusup di grup Line aksi “Indonesia Gelap” mahasiswa UI. Penyusup itu bernama Ali Farisi. Ia mengaku mahasiswa Fakultas Hukum UI angkatan 2019. “Saya cek ke teman-teman, enggak ada nama itu di fakultas kami,” kata Bagir, Rabu, 19 Februari 2025.
Bagir sempat meminta foto kartu mahasiswa kepada Ali, tapi tak mendapat jawaban. Ia lalu mengeluarkan mahasiswa gadungan itu dari grup percakapan. Setelah keluar dari grup, profil Ali berganti nama menjadi Jes. Foto profilnya pun berubah menjadi foto seorang perempuan. “Seperti kerja intelijen, nih,” ujar Bagir.
Menurut Bagir, mahasiswa UI tak mendapat tekanan dari pihak internal kampus sebelum mereka bergerak dalam aksi “Indonesia Gelap”. Rektorat dan dosen tak menghalangi mahasiswa mengekspresikan pendapat. Bagir mengatakan para dosen di kampus justru mendukung aksi tersebut.
Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, juga mendukung aksi “Indonesia Gelap”. Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM, Diah Kusumaningrum, mengatakan para dosen justru membebaskan mahasiswa mengikuti demonstrasi. Rektorat juga tak melarang. Karena itu, mahasiswa UGM tumplek dalam aksi “Indonesia Gelap” di Yogyakarta, Kamis, 20 Februari 2025.
Di Institut Pertanian Bogor atau IPB University, Jawa Barat, juga tak ada larangan dari rektorat. Namun Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa IPB Muhammad Afif Fahreza menyatakan rekan-rekannya sulit keluar dari kampus. IPB mewajibkan kehadiran kuliah minimal 80 persen dan presensi praktikum 100 persen. “Kalau kurang dari itu, berpengaruh terhadap nilai,” tutur Afif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia mempersiapkan aksi serentak Indonesia gelap untuk menuju Istana Negara di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 17 Pebruari 2025. Tempo/Amston Probel
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rektorat IPB tak memberikan kelonggaran kepada mahasiswa yang ingin berunjuk rasa. Afif mengatakan rektorat tak mau memberikan izin atau surat tugas untuk mahasiswa. Walhasil, hanya sekitar 150 mahasiswa IPB yang berdemonstrasi di Monas. Afif meyakini, jika rektorat mengeluarkan izin, jumlah demonstran dari IPB bisa sampai dua-tiga kali lipat.
Arif Satria, Rektor IPB, tak merespons pesan ataupun panggilan telepon hingga Jumat malam, 21 Februari 2025. Begitu pula Direktur Kemahasiswaan IPB Ujang Suwarna belum menjawab pertanyaan yang diajukan ke nomor telepon selulernya.
Upaya menggembosi aksi “Indonesia Gelap” juga datang dari alumnus. Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Wildan Mutaqin menuturkan, ada sejumlah alumnus kampusnya yang melobi junior mereka agar tak berunjuk rasa. Bahkan mereka menawarkan duit agar unjuk rasa batal. “Kami tolak karena tak ingin merusak gerakan ini,” ujar Wildan.
Di Yogyakarta, aksi mahasiswa yang merekam unjuk rasa di depan Gedung Agung dengan drone mendapat tandingan. Dua drone yang dioperasikan orang berbadan tegap dengan pakaian sipil tiba-tiba muncul. “Kami tak leluasa merekam,” kata Koordinator BEM SI Daerah Istimewa Yogyakarta Sirilus Maximilian kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.
Dengan berbagai upaya penggembosan, aksi “Indonesia Gelap” tetap menyedot perhatian publik. Di media sosial, tanda pagar #IndonesiaGelap menjadi trending topic mulai 17 Februari 2025. Dua hari kemudian, tagar itu menempati posisi pertama di X atau Twitter dengan lebih dari 81.900 cuitan. Namun muncul juga narasi tagar tandingan, seperti #IndonesiaCerah dan #IndonesiaTerang.
Rizal Nova Mujahid, peneliti Drone Emprit—pemantau percakapan di media sosial—mencatat ada 606 penyebutan (mention) “Indonesia Cerah” dan “Indonesia Terang” pada 17-20 Februari 2025. Volumenya menurun sehari setelah unjuk rasa mahasiswa, tapi meningkat pada hari berikutnya. “Trennya meningkat menandingi #IndonesiaGelap,” ucap Rizal, Kamis, 20 Februari 2025.
Di Instagram, Drone Emprit menemukan 20 akun besar yang menarasikan “Indonesia Terang” dan “Indonesia Cerah”. Dua di antaranya Warta Hambalang dan Dekade 08. Warta Hambalang acap memberitakan kebijakan dan agenda Presiden Prabowo Subianto. Akun Dekade 08 juga kerap menyebarluaskan kebijakan Prabowo, diikuti sejumlah politikus Partai Gerindra.
Menanggapi gerakan “Indonesia Gelap”, pendiri Partai Gerindra, Rahmat Sorialam Harahap, mewanti-wanti agar gerakan itu tak ditunggangi oleh kepentingan elite. Sedangkan politikus Gerindra yang juga aktivis Reformasi 1998, Iwan Sumule, membantah jika disebut ada upaya menggembosi gerakan “Indonesia Gelap”. “Sekarang zaman keterbukaan,” kata Iwan. ●
Egi Adyatama, Francisca Christy Rosana, dan Shinta Maharani adari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Intelijen di Grup Mahasiswa