Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Awan Gelap di Atas Prabowo

Demonstrasi “Indonesia Gelap” adalah peringatan agar Indonesia tak ambruk dalam kehancuran.

23 Februari 2025 | 08.30 WIB

Awan Gelap di Atas Prabowo
Perbesar
Awan Gelap di Atas Prabowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Prabowo berulang kali membuat keputusan tanpa perencanaan yang baik.

  • Pemangkasan anggaran membuat pelayanan publik terancam porak-parik.

  • Keberanian mahasiswa dan rakyat menyerukan Indonesia Gelap harus terus dikumandangkan.

SERUAN “Indonesia Gelap” yang digaungkan para mahasiswa adalah peringatan serius. Dalam empat bulan pertama pemerintahannya, Prabowo Subianto dengan berbagai keputusannya seperti sedang mengumpulkan awan hitam di langit. Sebelum mega itu menjadi badai yang besar, wajar bila mahasiswa bergerak dan memperingatkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Prabowo berulang kali membuat keputusan grasah-grusuh, kontradiktif, dan tanpa perencanaan yang baik. Alih-alih memunculkan optimisme, program yang dibuat malah memantik protes publik dan menimbulkan kebingungan pasar. Proyek coba-coba seperti pembatasan elpiji 3 kilogram memang dibatalkan setelah masyarakat mengeluh. Tapi itu justru makin membuktikan bahwa keputusan dibuat tanpa perhitungan yang matang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam makan bergizi gratis, tampak sekali Prabowo memaksakan proyek itu dengan segala cara, termasuk mengorbankan pelayanan publik dan program lain. Padahal proyek tersebut tak tepat sasaran karena tak membedakan anak dari keluarga miskin dan keluarga mampu.

Proyek juga tak memiliki indikator yang jelas selain makanan terhidang di meja. Soal apakah menu tersebut bergizi atau makanannya betul dikonsumsi, itu soal lain. Selain menghabiskan anggaran yang besar, proyek ini rentan penyelewengan dalam pengadaan dan distribusi.

Terlalu berambisi menjalankan makan siang gratis, Prabowo merombak habis-habisan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ia menggunting anggaran program kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah hingga Rp 306,69 triliun untuk, antara lain, menutup kekurangan dana makan siang gratis. Akibatnya, tugas pokok instansi pusat dan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik terancam porak-parik.

Tuntutan mahasiswa agar Prabowo meninjau lagi proyek makan siang gratis dan pemangkasan anggaran sudah seharusnya disampaikan dengan nyaring. Dampak buruknya terhadap pelayanan publik dan perekonomian akan bertambah-tambah jika Prabowo kembali memangkas anggaran hingga Rp 750 triliun.

Dana itu digunakan untuk membiayai lagi proyek makan bergizi gratis. Juga injeksi modal ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang bakal mengelola aset perusahaan negara hampir Rp 15 ribu triliun tapi pengawasannya disangsikan. Di situ kita melihat bahwa efisiensi anggaran hanyalah dalih untuk mengurangi bujet program lain guna dialokasikan ke proyek favorit Prabowo.

Ancaman lain dalam empat bulan terakhir adalah menguatnya militerisme. Prabowo melibatkan militer dalam banyak urusan negara, dari mengurus pangan hingga menertibkan kawasan hutan. Komando daerah militer pun segera ditambah sebagaimana batalion teritorial pembangunan mulai dibentuk di tiap kota.

Tanda-tanda militer merambah ke jabatan sipil makin terlihat setelah perwira aktif diangkat jadi Direktur Utama Bulog. Supremasi sipil yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat kini masuk jurang.

Kita perlu angkat topi atas keberanian mahasiswa menyuarakan tanda-tanda kegentingan Republik. Bila tak percaya kepada peringatan mahasiswa, tengoklah respons pasar terhadap kebijakan Prabowo: nilai rupiah melorot dibanding empat bulan lalu dan harga saham perusahaan negara di bursa turun signifikan setelah pembentukan Danantara diumumkan. Dana investasi asing pun deras keluar hampir saban pekan.

Berbagai kengawuran tersebut bisa membawa Indonesia ke situasi sulit. Apalagi Prabowo mulai memperlihatkan tabiatnya yang antikritik. Dalam pidatonya pada peringatan hari ulang tahun Partai Gerindra, Prabowo menyebut “ndasmu”—makian dalam bahasa Jawa yang berarti “kepalamu”—kepada mereka yang mengkritik cara dia mengelola negara.

Para pendukungnya, dari pejabat hingga pemengaruh di media sosial, tak kalah berangas dengan mencemooh peringatan “Indonesia Gelap”. Tampak seperti juru bicara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat tak bisa lagi diharapkan.

Bagi kita yang waras, demonstrasi mahasiswa adalah seruan moral untuk mencegah negara longsor lebih dalam. Mahasiswa dan rakyat harus selalu bersiap turun ke jalan. Teriakan protes harus terus dikumandangkan.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus