Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Di Semarang, mahasiswa menyiapkan tinja sapi sebagai bentuk kemarahan dalam aksi 'Indonesia Gelap'.
Aksi 'Indonesia Gelap' tak surut meski Prabowo mencopot Menteri Pendidikan Tinggi.
Akun Budi Bukan Intel dan Bareng Warga menjadi motor gerakan 'Indonesia Gelap'.
MENGENDAP-ENDAP menuju kandang sapi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Muhammad Akmal Sajid menenteng karung beras kosong pada Selasa dinihari, 18 Februari 2025. Mahasiswa Universitas Negeri Semarang itu berniat membawa kotoran sapi dalam unjuk rasa “Indonesia Gelap”. Aksi itu mengkritik 100 hari Prabowo Subianto berkuasa.
Agar tak ditangkap petugas satuan pengamanan kampus, Akmal pergi bersama dua mahasiswa Undip. Kamuflasenya, tahi sapi itu akan digunakan sebagai sampel praktikum. Dengan kedua tangan tak bersarung, Akmal buru-buru memasukkan tinja sapi ke karung. Ia berhasil memenuhi karung beras 10 kilogram itu dan membawanya ke Sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa Undip.
Siangnya, saat demonstrasi berlangsung, Akmal menyepuk karung itu di depan kompleks pemerintahan dan kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah. “Kotoran sapi ini simbol puncak kemarahan kami karena Prabowo dan kroni-kroninya telah mengotori rumah rakyat,” ujar Akmal saat dihubungi Tempo, Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam unjuk rasa “Indonesia Gelap” di Semarang, mahasiswa berbagai kampus meneriakkan kekecewaan mereka kepada pemerintahan Prabowo. Sekitar seribu mahasiswa yang mengepung kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Gubernur Jawa Tengah, dan Polda Jawa Tengah mengkritik pemangkasan anggaran yang berdampak terhadap dunia pendidikan.
Sejumlah pos anggaran pendidikan terancam dipotong untuk program prioritas pemerintah, seperti makan bergizi gratis (MBG). Di tengah kebutuhan anggaran yang besar, kata Akmal, mahasiswa makin gondok karena banyak kementerian mengangkat staf khusus yang menambah beban fiskal pemerintah.
Sebelum berunjuk rasa, mahasiswa di Semarang menggelar rapat konsolidasi di Undip pada Sabtu malam, 15 Februari 2025. Dihadiri sekitar 200 orang, rapat itu membicarakan isi tuntutan serta rencana memunculkan simbol kemarahan. Malam itu pula di rumahnya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Prabowo Subianto berpidato dalam peringatan hari ulang tahun Partai Gerindra.
Lewat YouTube, mahasiswa mendengar cibiran Prabowo terhadap para pengkritik kebijakannya dengan menyebut “ndasmu” yang berarti kepalamu, makian kasar dalam bahasa Jawa. Ucapan Prabowo yang membuat marah mahasiswa itu justru menjadi amunisi baru. Mereka mencetak poster Prabowo di atas kertas HVS berukuran A3 dengan tulisan “ndasmu”.
Sajiwo, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia di Semarang, yang menjadi salah satu penggerak aksi, mengusulkan kepada peserta konsolidasi agar pedemo membawa kotoran sapi. Selain jadi simbol amarah, kotoran sapi merupakan alat pelindung diri dari polisi jika aksi itu berujung ricuh. “Kami belajar dari aksi sebelumnya,” tuturnya.
Pada Agustus 2024, demonstrasi di Semarang yang memprotes revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah disertai bentrokan dengan polisi. Tiga penggerak aksi, termasuk Sajiwo dan Akmal, diboyong ke kantor polisi seusai demonstrasi untuk diinterogasi. Menurut Sajiwo, mahasiswa di Semarang mengalami trauma atas kejadian itu. Mereka merasa perlu menyiapkan amunisi tak berbahaya.
Sajiwo mengaku menyisir pasal-pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk memastikan kotoran sapi bukan senjata berbahaya yang bisa menjerat mereka. Ia memastikan tak ada pasal yang mereka langgar jika membawa tinja. Semua peserta konsolidasi langsung menyetujui usul itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Biang Marah Generasi Resah