SRIWIYANTI, sebelum menjadi Ny. Poilot, pernah mengeluh di
pelatnas mengenai makanan. Prestasinya merosot sebagai pemain
bulutangkis nasional hanya karena menu yang dihidangkan tak
cocok dengan lidahnya. Tapi bila di daerah asalnya, Jawa Timur,
ia bermain jauh lebih baik. Tidak heran bila di pelatnas waktu
itu beredar guyon "Berilah Sri tiwul, ia akan jadi juara." Tiwul
adalah makanan yang dibuat dari singkong.
Sedikit saja seperti Sri, jika masih ada, atlit kita yang bisa
berprestasi tanpa makan di pelatnas. Ketua Umum PSSI, Ali
Sadikin, baru-baru ini melaporkan pada Komisi IX DPR bahwa
olahragawan kita umumnya kekurangan gizi. Terutama para pemain
PSSI, katanya, "berasal dari golongan yang kurang mampu ....
Separoh dari waktu di pelatnas dihabiskan untuk memperbaiki
kondisi fisik pemain saja."
Pelatih atletik klub Jayakarta, Nicky Pattiasina membenarkan
sinyalemen tersebut. "Jika atlit tidak dipelatnaskan, saya hanya
berani menyuruh mereka lari 4 kali putaran," katanya. "Kalau
dipelatnaskan, bisa disuruh 8 kali." Di pelatnas, gizi makanan
atlit lebih terkontrol. "Gizi memang penting untuk meningkatkan
stamina, tapi bukan hal mutlak dalam meningkatkan prestasi,"
kata pelari nasional, Haryanto.
Faktor kebiasaan -- seperti Sri tadi -- juga jelas ikut
menentukan kemampuan olahragawan. Tapi "yang penting mereka
harus berpatokan pada 4 sehat dan 5 sempurna," kata dr. Abubakar
Saleh, penanggungjawab Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Kesehatan Olahraga KONI. Menu 4 sehat itu terdiri dari sepiring
nasi (jagung dan ubi) dengan sayur-mayur, sepotong daging (ikan,
tahu atau tempe), plus buah-buahan. Untuk kesempurnaannya, harus
ditambah segelas susu.
Patokannya ?
Para atlit datang dari berbagai daerah dan latar belakang
kehidupan. Maka selera mereka pun berbeda. Ini pernah merepotkan
Deetje, yang membantu Ny. Merry Lubis, pemborong makanan di
pelatnas Senayan. "Kalau mengikuti kemauan 1 atau 2 orang saja,
ya susah." katanya. Makanan yang dihidangkannya terdiri dari 6
jenis, termasuk buah-buahan. Selain itu, ada lagi makanan kecil.
Acara makan 3 kali sehari. Petunjuk ahli gizi, menurut si
pemborong, selalu dipakai dalam menyusun menu.
Pelari Carolina Riewpassa mengatakan: "Makanan di pelatnas
memang lebih baik gizinya dibanding dengan di rumah sendiri." Di
pelatnas itu lidah Carolina, menurut pengakuannya, "lebih
cocok." Tentang kondisi makanannya di rumah, katanya, "kita
makan apa saja yang sesuai dengan kemampuan kantong.
Porsi makanan di pelatnas juga agak besar. Menurut si pemborong,
seekor ayam disediakan untuk 4 orang. Jika masakan daging,
takarannya satu ons per atlit. Itu masih ditambah dengan sup,
sayur, atau lalap. Sedap, bergizi dan boleh sekenyangnya, di
situ.
Tapi adakalanya soal gizi ini bukan karena kantong kurang mampu.
Ada juga orang kaya yang kekurangan gizi. Banyak orang kita,
demikian dr. Saleh dari KONI, "cukup makan tapi salah gizi-tidak
tahu pengaturan dan perimbangannya. Pedoman makanan yang cukup
itu adalah 4 sehat dan 5 sempurna."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini