Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dihadang tembok es si raja ular

Tim wanadri-sampoerna berupaya keras menaklukan puncak vasuki parbat, india. namun mereka hanya sampai pada ketinggian 6.340 meter. kurang pengenalan medan. sementara logistik semakin menipis.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DANARDANA merasa napasnya sudah habis. Osman dan Djodjo juga habis tenaganya. Sedang Suhartono kondisinya payah: darah terus mengalir dari hidungnya. Keadaan anggota tim lain juga serupa. Apalagi tali tinggal beberapa meter dan logistik sudah tipis. Maka, 3 Juni lalu Danardana mengambil keputusan: membatalkan rencana mendaki puncak Raja Ular. Dengan pembatalan itu berakhirlah Ekspedisi Wanadri-Sampoerna - yang menghabiskan dana Rp 65 juta, dan disponsori perusahaan rokok Sampoerna - yang berupaya mencapai puncak Vasuki Parbat setinggi 6.792 meter di Provinsi Uttar Pradesh, bagian utara India. Sebuah dinding es setinggi 200 meter di ketinggian 6.430 meter menghadang ambisi delapan anak Wanadri. Mereka gagal menaklukkan puncak melingkar bersalju yang dikenal sebagai Raja Ular itu. Padahal, kalau ditarik garis vertikal, puncak puoh sepertl kapas itu tinggal 300 meter lagi. Dalam rentanan horisontal, panjangnya 750 meter. Cuma, harus lewat gigiran es keras tipis di summit ridge punggungan menuju puncak - menyerupai kepala ular kobra yang tegak berdiri (cornice). Lebar gigiran di punggung kepala kobra itu hanya 15 meter, dibatasi dinding barat berkemiringan 70-80 derajat dan dalamnya sekitar 1,5 km. Tingkat kesulitan seperti ini, sayangnya, tak diketahui sebelumnya. Literatur tentang puncak Raja Ular ini sangat terbatas. Peta lokasi Vasuki Parbat dibuat atas dasar foto ekspedisi yang dipimpin N.G. Cleaver. Pendaki asal Wales ini pada tahun 1979 gagal mendaki lewat punggung barat dan utara. Akibatnya, summit ridge mulai ketinggian 6.000 meter, yang menurut foto Cleaver berupa dataran, ternyata berbukit terjal dan berlembah curam. Bahkan, data ekspedisi tim Prancis yang dipimpin C.O. Laburu pada 1985 -- yang juga gagal lewat punggung barat di ketinggian 6.200 meter - baru diperoleh anak-anak Wanadri itu menjelang pendakian. Menurut Keisuki Nakae, 36 tahun, pendaki gunung Jepang. Vasuki Parbat pertama kali ditaklukkan oleh tim India Tibet Border Police pada 1973 dari punggung utara. Sebuah nm Inggris yang mcncoba lewat dinding utara, pada 1979, tak mencapai puncak. Tim kdua, yang berhasll mematok bendera di kepala kobra, tak lain adalah Nakae sendiri pada 1980. "Kami pilih jalur pendakian di punggung sebelah timur yang curam tebingnya 45 derajat sampai 60 derajat," ujar Nakae. Ia terus menyusur punggung timur itu ke arah selatan, dan dalam tiga hari ia mencapai titik tertinggi. Punggung sebelah barat - yang dilalui Ekspedisi Wanadri-Sampoerna -- dan selatan kiranya lebih sulit didaki, kata Nakae. Pada musim dingin, Vasuki sukar ditantang, karena badai saljunya hebat, dan sering terjadi longsoran dinding es bertonton beratnya. Bulan Mei -- Juni ini, menurut perhitungan India Mountaineering Foundation (IMF), adalah bulan paling "ramah" untuk mendaki Parbat, salah satu dari sekitar seratus puncak di kawasan Garhwal Himalaya. Paling tidak ada tiga ekspedisi -- dari Italia, Australia, dan Inggris yang mendaki puncak lainbersamaan waktunya dengan anak Wanadri. Namun empat hari sejak berangkat dari Gangotri 500 km utara New Delhi - 27 April lalu, rombongan yang membawa 23 orang porter (pembawa barang) sudah disambut badai salju. Rencana mendirikan kemah induk (base camp) di Vasuki Tal (5.010 m) tersendat-sendat. Suhu yang mencapai minus 20 derajat Celsius, dan timbunan salju sampai setinggi pinggang, menyebabkan seorang porter hampir kena frostbite (kebekuan) kakinya. Semua porter mogok dan turun ke Gangotri. Agaknya, mereka tahu bahwa frostbite tak bisa disembuhkan kecuali dengan amputasi. "Hanya empat orang yang mau terus, setelah kami pinjami peralatan perjalanan ekstra yang kami bawa," ujar Bambang Hamid, salah seorang anggota tim, pada TEMPO dari New Delhi, Senin pekan ini. Terpaksa, salah seorang anggota tim kembali ke Gangotri mencariporterbaru. Akhirnya, dengan beberapa porter baru, mereka berhasil membawa barang seberat hampir satu ton ke kemah induk di Gletser Chaturangi (4.750 m) - rencana semula di Vasuki Tal (5.010 m). Tempat ini saja sudah melampaui puncak Carstensz Pyramid (4.884 m) yang tertinggi di Indonesia. Kemah Depan didirikan di Vasuki Tal pada 16 Mei, terlambat delapan hari dari rencana semula. Mulailah delapan anak ini menerapkan siege tactic, merambah puncak. Gunawan,28 tahun, lulusan Nehru Institute of Mountaineering (NIM) 1985, dan Hasan, 24 tahun, anggota Ekspedisi Jayawijaya III Wanadri 1984, berhasil mendirikan Kcmah I pada ketinggian 5.700 meter. Ogun, panggilan akrab Gunawan, memang Jadl tumpuan tim. Dialah satu-satunya yang pernah menjajal Garwahl Himalaya ketika berguru di NIM. Bersama Eddy Juandi, 29 tahun, Ogun berhasil mendirikan Kemah 11 di 5.900 meter. Mereka berdua sudah meniti summit ridge pada 31 Mei lalu. Berganti-ganti mereka memasang fixed rope dan merintis jalan dengan kapak es. Pernah Eddy Juandi terpeleset di ketinggian sekitar 6.400 meter dan tubuhnya menggantung di atas Jurang es sedalam 1,5 km. Untung saja, Ogun dengan sigap menjatuhkan diri, menancapkan kapak esnya untuk menahan tubuh Eddy yang lebih berat 3 kg. Tak menyerah juga, giliran Osman Bachri, 22 tahun, anggota Ekspedisi Parang II 1986, dan Djodjo Sunardjo, 23 tahun, anggota ekspedisi Jayawijaya III 1985, menjajal lintasan summit ridge dua berhasil 50 meter lebih jauh dari hari sebelumnya. Namun, untuk mencapai puncak setinggi 6.792, kiranya perlu dibangun sebuah kemah lagi. Jarak Kemah II ke puncak dirasakan terlalu jauh dan makan tenaga. Sulitnya, pinggiran summit ridge tak memungkinkan mereka memasang kemah. "Es di sana keras, miring, dan tipis. Padahal, perlu memasang fixed rope untuk memudahkan mondar-mandir mengangkut logistik," kata Bambang lagi. Semula, rencana menaklukkan si Raja Ular memang dijadwalkan pas Hari Raya Idulfitri 29 Mei lalu. Nyatanya, sampai 2 Juni, mereka belum bisa memastikan kapan Merah Putih akan dikibarkan di puncak. Yang jelas, fixed rope tinggal beberapa meter, dan logistik juga menipis. Lebih lagi, kondisi rata-rata pendaki sudah memburuk. Praktis semua anggota tim sudah habis tenaganya. Maka, Danar memutuskan menarik pasukannya. "Keputusan yang bijaksana," kata Sammy Luntungan, salah seorang senior Wanadri. Semangat saja memang tak cukup menunjang sukses sebuah ekspedisi." Toriq Hadad, Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus