KANTORK Kepala Unit Pemukiman Transmigrasi (KUPT) itu jadi ingarbingar. Murtadha, 30 tahun, KUPT di Patek, Aceh Barat, telah "berdemi Allah" bicara. "Perpanjangan jadup (jatah hidup) yang Saudara-saudara tuntut, telah saya teruskan ke atas," katanya. Tapi 15 transmigran itu berteriak,"Bohong, bohong!" Murtadha panik. Sekitar 200 trasmigran, bersenjata parang di luar kantornya, berteriak. Pada Kamis terik awal Juni lalu itu, malah seorang transmigran menjotos hidung Murtadha. Ayah dua anak ini diminta tolong M. Isa, 23 tahun, seorang pegawainya. Ia hengkang ke rumahnya, di sebelah kantor itu, dan bersembunyi dalam WC bersama bininya. Sedangkan Isa dan rekannya, Pasrah, 30 tahun, mencabut rencongnya. Para delegasi tadi mengambil senjata tajam dari teman-temannya. Tapi, Juheini, 35 tahun, tewas diseret kedua anak buah Murtadha itu ke dalam kamar KUPT. Penderita jantung itu berasal dari Ja-Bar. Isa yang bertubuh ceking itu luka berat dikeroyok. Di kepalanya ada empat bacokan yang dalam. Dua jari tangan kanannya patah disabet parang. Sekujur tubuhnya memar biru. Tapi Pasrah luput dikejar massa yang kalap. Jadup, bahan natura seperti beras, ikan asin, minyak goreng yang disetop Maret 1987, merupakan awal petaka ini. Jadup itu hanya disuplai setahun sejak mereka datang Maret 1986. Semula, ke 500 kk berasal dari Jawa itu bisa panen 600 kg hingga 1 ton gabah setiap kk. Tapi sejak Agustus 1986, berubah ibarat pisang yang pantang berbuah dua kali. Pada Oktober 1986, selain kering datang mendera, juga diperparah tikus dan babi. "Panen gagal dan sukar dapat 10 kg gabah," kata las, 35 tahun, asal Pandeglang, Ja-Bar, pada Bersihar Lubis dari TEMPO. Mereka lalu memohon perpanjangan jadup itu. Murtadha kemudian meneruskan ke atasannya, April lalu. Kepala Kanwil Transmigrasi Aceh, Drs. Nadjamuddin, mengusul ke Jakarta, 19 Mei 1987. "Karena ada pemilu dan Lebaran, jawaban pusat tak segera muncul," kata Nadjamuddin. Polres Aceh Barat di Meulaboh kini sedang memeriksa Pasrah dan empat transmigran yang diduga mendalangi unjuk rasa berdarah itu. Seorang di antaranya Hendra 50 tahun. Ia dikenal lihai. Tapi ayah dua anak ini berkelit. "Kami cuma mau tahu nasib usul jadup itu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini