Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Gagal lagi di bangkok

Indonesia menempati urutan kedua setelah muangthai dalam kejuaraan atletik asean ke-5 di bangkok. kuartet eko pambudi, mardi, ernawan, dan purnomo memecahkan rekor nasional pada nomor 4 x 400 meter.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Gagal lagi di bangkok
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MESKI sudah menunggu 8 tahun, ambisi Indonesia untuk memboyong Piala Presiden Soeharto ke tanah air kandas lagi. Dalam Kejuaraan Atletik ASEAN Ke-5 Kamis dan Jumat pekan lalu di Bangkok, tim Indonesia dipecundangi tim tuan rumah. Indonesia, yang menurunkan 38 atlet -- 18 di antaranya putri -- di 32 nomor yang dipertandingkan, hanya meraih 9 emas, 6 perak, dan 10 perunggu. Sedangkan Muangthai, yang juga turun di semua nomor, mengumpulkan 12 emas, 8 perak, dan 6 perunggu. Filipina, kendati diperkuat pelari jarak pendeknya Lydia de Vega, harus puas di tempat keempat di bawah Malaysia. Urutan selanjutnya Singapura, dan Brunei di urutan paling buncit. Dengan hasil ini berarti ketiga kalinya Indonesia menempati urutan kedua sejak 1984. Padahal, jika dilihat dari hasil SEA Games XIV 1987 lalu, peluang memboyong Piala Soeharto sangat besar. Waktu itu, Indonesia merebut 17 emas, sedangkan Malaysia dan Muangthai masing-masing 8 emas. Menurut J.E.W. Gosal, manajer tim Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan timnya tak mampu menjuarai kejuaraan atletik ASEAN kali ini. Yaitu faktor gagalnya Malaysia dan Filipina di beberapa nomor. Malaysia, yang diharapkan mampu menguasai jarak menengah -- 4 x 400 m, 800 m, maupun 1.500 m -- ternyata tidak turun dengan atlet andalannya seperti Haridass dan Nordin M. Jadi, yang mengalami cedera. Begitu juga dengan Filipina. Lydia de Vega, yang diperhitungkan bisa menyabet emas di 100 m, 200 m, dan 4 x 100 m, ternyata gagal. Dia dikalahkan pelari tuan rumah Ratjai Sripet. "Jadi, nomor-nomor yang seharusnya direbut Malaysia dan Filipina jatuh ke tangan Muangthai," kata Gosal. Diakui oleh Gosal, penampilan atlet Indonesia umumnya di bawah form. "Kalau saja mereka tampil seperti pada Kejurnas, hasilnya akan lain," tambahnya. Contohnya, Geraldus Balagaise yang turun di nomor tolak peluru. Pemegang rekornas tolak peluru itu (15,29 m) hanya mampu menolak sejauh 14,90 m. Padahal, juara pertama dari Muangthai hanya menolak sejauh 15,17 m. Celakanya lagi, beberapa nomor yang dipertandingkan dikuasai oleh tuan rumah. Memang dalam kejuaraan atletik ASEAN, sesuai dengan peraturan, tuan rumah boleh mengusulkan atau memilih nomor apa saja yang bakal dipertandingkan. Misalnya, nomor "aneh" 4 x 800 m dipertandingkan. Malah lompat galah, lompat tinggi putra, tolak peluru putri, lompat jangkit, lari 5.000 m putri dan 10.000 m putra dan putri, ditiadakan. "Padahal, tujuan utama kejuaraan ini adalah untuk meningkatkan prestasi atletik di kawasan ASEAN, dan bukan hanya sekadar jadi juara umum," ujar Gosal mengeluh. Itu sebabnya, delegasi Indonesia, dalam pertemuan yang berlangsung sehari sebelum pertandingan, mengusulkan agar nomor-nomor yang dipertandingkan untuk dua tahun mendatang disesuaikan dengan yang dipertandingkan di Olimpiade. Kecuali nomor dasa dan saptalomba serta maraton. Usul ini didukung Malaysia dan Filipina, dan akan dilaksanakan dua tahun mendatang di Brunei Darussalam atau Jakarta. Namun, kegagalan Indonesia masih terobati dengan pecahnya rekor nasional di nomor 4 x 400 m. Kuartet Eko Pambudi, Mardi, Ernawan, dan Purnomo merebut emas dengan catatan waktu 40,01 detik. Itu berarti, 16 seperseratus detik lebih cepat dari rekor lama atas nama kuartet Fachry, Mardi Ernawan, dan Purnomo yang diciptakan di Jakarta, 1987. Di samping itu, satu rekornas disamai atlet lompat tinggi Nini Patriona, meskipun dia hanya meraih medali perak. Dia mampu melewati mistar setinggi 1,72 m, yang juga diciptakannya pada kejurnas lalu di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus