Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ia Berdansa. Ia Menang

Sugar Ray Leonard, 33, merebut gelar juara kelas berat ringan WBC dari Donny Lalonde di Las Vegas, AS. Sugar Ray memegang 5 gelar juara dunia dari kelas yang berbeda. Akan melawan Thomas Hearns.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETINJU mana yang kini berhak mendapat predikat Seniman Tinju? Bukan, bukan Mike Tyson, sekalipun saat ini Si Leher Beton itu pemegang tiga versi gelar juara dunia kelas berat WBC, WBA, dan IBF. Yang pantas mendapat predikat itu siapa lagi kalau bukan Sugar Ray Leonard. Senin malam pekan lalu (Selasa pagi di Indonesia), ia merampas gelar juara dunia kelas berat ringan WBC dari tangan Donny Lalonde di arena Caesars Palace, Las Vegas, AS. Padahal, Leonard, 33 tahun, temasuk tua untuk ukuran petinju. Lagi pula, ia cuma bertarung tiga kali dalam tujuh tahun terakhir. Pertarungannya yang terakhir ketika ia menjumpai Marvin Hagler, April 1987. Dengan merobohkan Lalonde, Leonard juga otomatis menyandang gelar juara kelas baru yang masih lowong: super menengah WBC. Ia kini menjadi petinju kedua setelah Thomas Hearns yang pernah meraih 5 gelar juara dunia, sebab sebelumnya Leonard telah menjadi kampiun kelas welter (WBA & WBC), menengah ringan (WBA), dan menengah (WBC). Sebelum pertarungan, Lalonde sempat berkoar akan menghabisi lawannya yang dianggap sudah uzur itu. "Dia sudah gila apa?" ujar petinju Kanada itu mengejek. Ternyata, sesumbarnya itu bertuah. Leonard sempat terjengkang pada ronde 4 dan mengeluarkan darah dari hidungnya. Namun, Leonard kemudian memperlihatkan kehebatannya. Memasuki ronde 9, sebagian penonton sudah menganggap riwayat petinju legendaris ini bakal tamat. Ia membiarkan tubuhnya digebuk oleh pukulan kiri-kanan lawannya yang terkenal ganas itu -- Lalonde lebih jangkung 7,5 cm dibanding Leonard. Ternyata, itu cuma taktik Leonard untuk menguras tenaga lawan. Ini mengingatkan taktik rope a dope (bersandar di tali ring dan membiarkan lawan memukul) yang dilakukan Muhammad Ali ketika menghabisi George Foreman pada 1974. Di pertengahan ronde 9 itu Leonard ganti memojokkan Lalonde di sudutnya sendiri. Gaya bertinjunya yang asli -- mirip Muhammad Ali yang lincah bak kupu-kupu dan menyengat bagaikan lebah -- diperlihatkan. Sambil berdansa ia malah sempat memutar-mutar tinju kanannya. Lalonde, yang mata serta dagunya sudah berdarah itu, kewalahan dihantam tinju Leonard yang sangat akurat. Petinju berambut pirang itu kemudian sempoyongan sehingga wasit Richard Steele perlu menghitungnya sampai angka 8, lalu meneruskan pertandingan. Kali ini Leonard tak lagi memberi angin lawannya yang lebih muda 5 tahun usianya itu. Hanya 30 detik menjelang berakhirnya ronde itu, sebuah pukulan hook kanan Leonard melayang deras ke arah rahang lawannya. Terdengar suara "krek". Lalonde pun menggelosor dan tak bangkit lagi. Kontan saja 15.000 penonton bersorak-sorai menyambut kemenangan petinju yang tampangnya mirip bintang film Sidney Poitier itu. Malam itu Leonard mengantungi US$15 juta pus keuntungan persentasi penjualan karcis. Sedangkan Lalonde, sekalipun wajahnya bonyok, kecipratan US$5 juta. Pertarungan itu memang punya arti besar untuk Leonard, sebab ia tampil tanpa didampingi dua sahabat kentalnya, promotor Bob Arum dan pelatih Angelo Dundee. Pertarungan itu dipromotori oleh manajer Leonard, Michael Trainer. Tentu saja Bob Arum sempat uring-uringan karena ia terdepak sebagai promotor yang profesional, ketimbang Trainer, yang tak punya pengalaman sama sekali. Apalagi kubu Leonard seharusnya mengingat jasa Arum ketika memprakarsai partai Hagler vs Leonard, April 1987. Promosi pertandingan itu melambung, sehingga promotor mampu membayar kedua petinju US$27,5 juta Hagler menerima US$15 juta dan Leonard US$12,5 juta. Pertandingan itu kemudian dikenang sebagai pertandingan termahal dan baru terpecahkan ketika Mike Tyson berlaga dengan Michael Spinks dengan total bayaran US$35 juta, Juni silam. Keuntungan promotor ketika itu diperkirakan mencapai sekitar US$100 juta. Rupanya, itu yang membuat Trainer dan Leonard tergiur dan merasa tak memerlukan lagi Arum. Dalam pertarungan itu, Leonard juga tak didampingi pelatih Angelo Dundee. Rupanya, hubungan dua sahabat kental itu retak seusai pertarungan Leonard vs Hagler. Dundee, yang menjadi arsitek kemenangan Leonard itu, kabarnya merasa dibayar terlalu rendah sebagai upah menyiapkan Leonard, yang ketika itu sudah lima tahun tak naik ring dan pasar taruhan memenangkan Hagler. Bekas pelatih Muhammad Ali itu hanya menerima honor US$175.000 dari US$12,5 juta yang diperoleh Leonard. Atas pengalaman pahit itulah Dundee mengajukan persyaratan yang lebih lugas ketika ditawari melatih Leonard. Ia menghendaki bayaran lebih tinggi dan kontrak tertulis yang menjamin hak-haknya sebagai pelatih. Melihat gelagat itu, Leonard tersinggung dan tak berminat lagi menghubungi teman lamanya itu. "Saya tak perlu dia lagi," kata Leonard ketus. Usai pertarungan melawan Lalonde, jutawan tinju yang kini punya penghasilan sekitar US$60 juta dalam 10 tahun kariernya di tinju pro itu (bandingkan dengan Ali, yang bertarung 18 tahun dan cuma mengumpulkan US$45 juta), belum mau berhenti bertinju. "Tidak. Saya belum mau pensiun," uiarnya tegas. Siapa lawan berikutnya? Penggemar tinju kini menoleh pada Thomas "Si Tukang Pukul" Hearns. Partai Leonard vs Hearns ini bakal menarik karena dua seteru itu sama-sama memiliki gaya bertinju yang sedap ditonton. Kedua petinju itu pernah berlaga tujuh tahun yang silam. Waktu itu Hearns dipukul KO pada ronde 14 dalam pertarungan yang ketat. Padahal, sampai ronde itu sebetulnya Leonard sudah kalah angka. Mungkin itu yang menyebabkan Hearns lengah dan kena jotosan Leonard. Hearns -- petinju yang di masa amatirnya pernah dikalahkan Syamsul Anwar di Piala Presiden, Jakarta, 1976 -- akhirnya menyerah . Namun, dalam pertarungan itu retina mata kiri Leonard sempat robek dan kariernya sebagai petinju terancam berhenti. Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus