HERMAN Suradireja adalah satu-satunya pemegang gelar Grand
Master (GM) di Indonesia. Tapi dalam Kejuaraan Catur Nasional
1980, yang diselenggarakan di Jakarta, Februari ia hanya
menempati urutan kedua. Juaranya adalah Eddy Handoko --baru
bertitel master nasional (MN). Robert Jamieson, master
internasional (MI) dari Australia, dalam Chess Player's
Quarterly menilai Herman sebagai GM tingkat rendah.
Betulkah? Sulit itu dibuktikan. Namun dalam Kejuaran Catur
Nasional soal jual-beli angka kemenangan sudah menggerayang
sekitar tujuh tahun. Dan soal sogok dalam Kejuaraan Catur
Nasional 1980 oleh yang seorang pemain senior dianggap paling
jorok Karena di situ tawar-menawar sudah berlangsung secara
terbuka. Dari situ terpilih enam orang, yang akan diturunkan di
Olympiade Catur di Malta, Z0 November s.d. 8 Desember. Keenamnya
(ditulis menurut ranking) adalah Eddy Handoko, Herman
Suradireja, Ronny Gunawan, Ardiansyah, Herman Kusnadi, dan
Iskandar Arief.
Tapi santerny soal sogok tadi telah menimbulkan keraguan di
kalangan penggemar catur akan kemampuan para pemain terpilih
itu. Maka ada tuntutan agar diadakan pemilihan ulangan.
Percasi yang menyambut positif tuntutan tersebut
menyelenggarakan lagi seleksi nasional. Selain dari kelompok
enam terbaik, ikut pula bermain empat orang yang menduduki
urutan di bawah mereka.
Hasilnya ternyata tak berubah banyak. Dari Suko ulon, Jawa
Timur (tempat seleksi nasional diselenggarakan pertengahan
Juli, pergeseran yang terjadi cuma dalam urutan saja. Susunan
mereka yang terbaik sekarang adalah Ardiansyah, Ronny Gunawan
Eddy Handoko, Herman Suradireja, Herman Kusnadi, dan Iskandar
Atief.
Adanya pergeseran itu dipersoalkan orang pula. Fokusnya adalah
pada Herman Suradirea -- yang merosot dari urutan kedua jadi
diempat.
Kantor berita Antara, Agustus, mengutip suatu sumber dan
menulis "Apabila Herman Suradireja ditempatkan sebagai pemain
papan pertama di Olympiade (Catur) berarti tidak akan
menggambarkan kekuatan sesungguhnya lari tim Indonesia.
Seandainya diturunkan pada papan keempat, sesuai makin, akan
lebih ganjil lagi dan menjadi pertanyaan besar bagi peserta
lain. Sebab dia merupakan seorang pemain bergelar tertinggi, GM,
yang diakui Federasi Catur Internasional (FIDE)."
Dalam Olympiade Catur konon berlaku ketentuan bahwa seorang
pemain papan keempat tidak bisa main di papan lebih atas,
kecuali salah seorang regu inti sakit atau istirahat. Dan itu
pun hanya bisa dilakukan satu tingkat dari kedudukan semula.
Djamal Djamil, Ketua I Bidang Teknik Percasi, tidak
menganggapnya serius. "Kalau kita menurun'kan para pemain
menurut urutan gelarnya, kita tidak memberikan kesempatan pada
pemain muda," katanya pada TEMPO pekan lalu .
Herman Suradireja sendiri tak mempermasalahkan tentang
pergeseran urutannya. "Bagi saya turun di papan keempat tidak
jadi masalah," katanya. "Yan penting ikut bertanding. Karena
dalam ketentuan FIDE, seorang GM paling tidak dalam jangka tiga
tahun harus mengikuti satu pertandingan internasional." Namun
ada pemikiran di kalangan ofisial supaya ia cuma dijadikan
sekondan (penasihat) saja.
Melihat kekuatan tim Indonesia ke Olympiade Catur 1980 di Malta,
Percasi agaknya tidak terlalu berharap. Toh kali ini tak ada
pelatnas, karena kesulitan biaya. Dan tak ada pelatihnya yang
cukup berwibawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini