SUASANA di ruang tamu pelatnas bulutangkis di Senayan, Jakarta,
Minggu petang terasa agak lain dari biasanya. Para pembina dan
pemain tampak menundukkan kepala. Mereka kelihatan berdoa,
sesuai dengan kepercayaan masing-masing, agar berhasil memboyong
Piala Uber, lambang supremasi bulutangkis wanita itu lagi. "Kali
ini tim (Indonesia) berangkat (ke Tokyo) dengan perasaan lebih
lega dibanding ke Auckland (1978) dulu," kata pelatih, merangkap
kapten tak bermain, Christian Hadinata.
Waktu di Auckland tim Indonesia-terdiri dari Verawaty, Imelda,
Ivanna Tjan So Gwan (sekarang Maria Fransiska), Widyastuti,
Regina Masli dan Ruth Damayanti -- dalam final dikalahkan Jepang
2-5. "Ketika itu kita cuma mengandalkan Verawaty di partai
tunggal maupun ganda," lanjut Christian. "Sekarang kita punya
banyak pilihan dan variasi pasangan." Indonesia adalah pemegang
Piala Uber 1975.
Dari tim Indonesia ke Piala Uber 1978 hanya Maria dan Regina
yang tersisih. Keduanya digantikan oleh Taty Sumirah, bekas
anggota regu Piala Uber 1975, dan Novianty Mawardi. Menurut
Christian, kini tim ini mengandalkan dua pemain tunggal (Ivanna
dan Verawaty) dan dua pasangan ganda (Verawaty/lmelda dan
Widyastuti/Ruth Damayanti)."Pasangan ganda ini dapat kita
utak-atik sesuai dengan kebutuhan," ujar anggota tim pembina
Stanley Gouw.
Menghadapi tim Malaysia di Tokyo, 22 dan 23 Mei, tim Indonesia
mungkin menurunkan pasangan asli, dan diduga unggul. Tapi
melawan Inggris dalam pertandingan lanjutan, pasangan
Widyastuti/lmelda dan Verawaty/Ruth Damayanti mungkin diuji.
Ketika diuji melawan tim putra Jakarta di Istora Senayan pekan
lalu, kedua pasangan tadi, terutama Verawaty/Ruth Damayanti,
memberikan gambaran cerah. "Tak ada yang mengkhawatirkan kita
lagi," lanjut Gouw. la bahkan optimistis Indonesia akan
mengungguli Inggris maupun Jepang.
Pasangan Vsrawaty/Ruth Damayanti memang menampilkan kecepatan di
pelatnas. Hampir tak ada pengembalian lawan yang tidak dicocor
mereka dengan tajam. Dua pertandingan selama dua malam --
melawan Herry/Henry dan Imam Effendi/Masril Tanjung dari PBSI
Jakarta --dimenangkan oleh Verawaty/Ruth Damayanti. Skor: 15-11
dan 15-9 serta 15-12 dan 18-17. Sedang Widyastuti/lmelda, bekas
pasangan Piala Uber 1975, yang hanya bermain satu kali,
dikalahkan oleh juara nasional Pertamina Imam Effendi/Masril
Tanjung.
Kedua pasangan "gadogado" ini baru saja dicoba, seminggu
menjelang pelatnas berakhir. Eiingga banyak yang meragukan
kekompakan mereka di Tokyo nanti. Namun Christian dan Gouw
optimistis.
Komentar pemain? "Bagi saya berpasangan dengan siapa saja tidak
ada persoalan," kata Widyastuti. Juga Verawaty, Ruth Damayanti
maupun Imelda berkata begitu. Penggabungan itu, kata Gouw, malah
membuat kedua pasangan "baru bermain lebih bebas dan santai.
Menurut pembina teknis Hendra Kartanegara, tak ada lagi
kesulitan dalam menurunkan tunggal pertama dan kedua. "Ivanna
atau Verawaty bagi kita sama saja," katanya. Sedang untuk
tunggal ketiga ia cenderung memasang Taty Sumirah ketimbang
Novianty. "Taty sudah berpengalaman," lanjutnya.
Tak hanya teknis, tapi juga disiplin meningkat dari tim putri
ini selama enam minggu diasuh oleh kelompok pembina yang
diketuai Ferry Sonneville. Angka rata-rata kehadiran pemain
dalam latihan di atas 80%. Pada pelatnas sebelumnya sering
kurang dari ini. Latihan yang diberikan kali ini lebih berat
dari yang sudah-sudah. Namun seluruh pemain beranggapan waktu
yang tersedia (enam minggu) tidak cukup untuk mempersiapkan diri
secara matang. Lima pemain menyukai tiga bulan, sedang dua
lainnya malah meminta enam bulan.
Kalau tersedia tiga bulan, menurut Gouw, pelatnas selain bisa
mematangkan segi teknis, juga dapat memperkecil kelemahan pemain
di segi kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaannya, Pusat
Kedokteran Olahraga (PKO) menyatakan hampir semua pemain punya
haemoglobine rendah. Kekurangan ini berpengaruh pada daya tahan
mereka. "Yang menguntungkan ialah sesama pemain di pelatnas kali
ini kompak sekali," kata anggota pembina Eddy Yusuf.
Mengikuti turnamen Piala Uber sejak tahun 1962, Indonesia selalu
kesandung di tangan Inggris atau Jepang. Baru tahun 1975
Indonesia berhasil merebut supremasi itu -- mengalahkan Jepang
(5-2) dalam final di Istora Senayan. Kini di Tokyo kembali lawan
yang sama akan dihadapi. Tentu saja setelah lolos dari Malaysia.
Lebih menguntungkan bagi Indonesia menghadapi Inggris atau
Jepang? "Kedua tim itu punya kelebihan sendiri," kata Christian.
"Inggris bagus dalam penempatan bola. Sedang Jepang dikenal
ulet." Pokoknya, demikian ramalannya, kesempatan Indonesia jadi
juara lebih terbuka kali ini.
"Kalau tidak menjadi juara sekarang peluang buat kita nanti
makin berat," sambung Gouw. Ia benar. Sebab sejak 26 Mei RRC
resmi bergabung ke dalam Federasi Bulutangkis Internasional
(IBF). RRC sebelumnya adalah anggota Federasi Bulutangkis Dunia
(WBF). Dan RRC punya pemain putri yang tangguh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini