Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lupakan dulu paceklik prestasi bulu tangkis negeri sendiri. Mari kita tengok negara jiran Malaysia. Di sana, kini muncul ganda putra yang tengah hot. Koo Kien Keat-Tan Boon Heong baru saja mencatat sejarah. Setelah kakak-beradik Razif dan Jailani Sidek 25 tahun lalu, mereka menjadi pasangan Malaysia pertama yang kembali menjuarai All England.
Belum lagi sanjungan redup, pada pertengahan Maret silam mereka kembali berjaya di kejuaraan Swiss Terbuka. Sebelumnya, dalam Asian Games di Doha, Qatar, Desember lalu, mereka juga menjadi pasangan terbaik setelah mengalahkan Alven/Luluk dari Indonesia. Prestasi yang sama ditorehkan pasangan ini di Malaysia Terbuka pada Januari lalu. Atas prestasi itu, sang pelatih memberikan hadiah kecil. Pasangan itu mendapat cuti latihan selama seminggu.
Itu sebabnya, pada Jumat dua pekan silam, mereka tak kelihatan di Kompleks Olahraga Bukit Jalil, tempat tim bulu tangkis Malaysia berlatih. Pemain lainnya tetap memerah keringat di lapangan. Pagi itu menu latihan mereka bermain futsal alias sepak bola lima lawan lima. ”Pelatih mau pemain santai dulu, dia suruh kami bermain futsal,” kata Pang Cheh Chang, 33 tahun, asisten pelatih ganda putra.
Sang pelatih, atau di Malaysia biasa disebut jurulatih, sekaligus orang di balik sukses ganda putra Malaysia itu tak lain adalah Rexy Ronald Mainaky, 39 tahun. Ya, Rexy yang pernah menjadi ganda andalan Indonesia. Bersama Ricky Subagja, ia meraih emas di Olimpiade Atlanta 1996 dan merebut puluhan gelar kejuaraan bulu tangkis dunia.
Sejak dua tahun silam Rexy menjadi pelatih ganda putra Malaysia. Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) memilihnya karena keberhasilannya menangani tim bulu tangkis Inggris. Salah satu catatan bagusnya selama empat tahun melatih Inggris adalah ketika pasangan Nathan Robertson dan Gail Emms, ganda campuran Inggris asuhannya, merebut perak di Olimpiade Athena 2004 dan gelar juara All England 2005.
Di antara sesama mantan atlet bulu tangkis Indonesia, Rexy merupakan pelatih yang paling sukses. Christian Hadinata, Direktur Sub-Bidang Pelatnas, sejak awal sudah melihat bakat Rexy sebagai pelatih. ”Kepada juniornya di Pelatnas Pratama, dia sering memberikan masukan tentang teknik pukulan,” katanya.
Pilihan BAM tidak keliru. Tahun silam, ayah dua anak ini langsung tancap gas. Tiga pasangan ganda putra asuhannya melaju hingga babak semifinal All England, kendati akhirnya tak ada yang menjadi juara. ”Saya beruntung memiliki pemain muda dan bagus,” ujarnya ketika dijumpai Tempo di Kuala Lumpur dua pekan silam, menjelaskan keberhasilan para pemainnya itu.
Ah, suami Henny Mainaky ini sedang merendah. Tak cuma berbekal ilmu dan keterampilan sebagai bekas pemain andal, ia juga memiliki karisma yang dibutuhkan seorang pelatih. Ia bisa membentak marah, tapi juga cepat bergurau kembali dengan pemainnya. Gymnasium 2 di Kompleks Olahraga Bukit Jalil, Kuala Lumpur, menjadi saksinya.
Sejak Rexy datang, suasana di arena latihan itu menjadi hangat dan cair. Para pemain makin akrab. Keakraban yang sebelumnya sukar terjadi di antara pemain Malaysia. Mereka tak sungkan bergurau dengan pelatih. Rexy menempatkan dirinya sebagai teman. Toh, pemain tetap menghormatinya.
Dalam suasana akrab, dia lebih leluasa menyuntikkan motivasi dan memperbaiki teknik pemainnya. Kini dia menangani enam pasang. Metode melatih Rexy sebenarnya tak berbeda dengan yang ia jalani selama 15 tahun menepuk bulu angsa di Cipayung. Patokannya adalah gaya latihan yang diterapkan Christian Hadinata, pelatih yang dulu memolesnya.
Disiplin dalam berlatih menjadi penting. Rexy selalu menekankan pemain agar tidak mengulangi kesalahan. Jika ini terjadi, ia tak segan-segan membentak mereka. ”Saya memang temperamental, tapi saya marah pada saat yang tepat,” katanya.
Hal lain yang kerap membuatnya naik pitam adalah sikap dan mental pemain. Ketika pada awal-awal melatih di Malaysia, dia melihat motivasi pemainnya masih rendah, mudah menyerah, dan merasa dirinya tak mampu meningkatkan kemampuan. Sebuah hal yang berbeda dengan dirinya ketika menjadi pemain. ”Rexy orangnya keras dan punya keinginan untuk terus menang,” kata Christian, mantan pelatihnya.
Mendapati Rexy marah, para pemain Malaysia sempat syok. ”Tapi dia marah sekali saja. Setelah itu ia bisa bergurau kembali,” kata Pang, yang semasa menjadi pemain berpasangan dengan Chang Kim Wai, tak pernah menang jika berhadapan dengan Rexy-Ricky.
Di lain kesempatan, dia mengajak pemainnya mengendurkan saraf. Selain bermain futsal, ”Sesekali saya mengajak mereka main polo air,” katanya. Cara ini efektif. Sambil bersantai, biasanya Rexy leluasa membicarakan masalah anak didiknya, terutama dalam menjaga kekompakan di lapangan.
Masalah kekompakan itulah yang kerap dihadapi pelatih ganda. Walau secara teknik sudah bagus, bila pasangan ganda ogah bekerja sama, hasilnya nol besar. ”Saya berbicara dari hati ke hati dan memberikan pengertian bahwa pasang-an harus sehati, saling menutupi kelemahan masing-masing. Seperti suami-istri.”
Tugas lainnya adalah mengubah gaya permainan anak asuhnya yang kebanyakan memiliki gaya bertahan. ”Meski pertahanan kuat, jika terus dibombardir lawan, akan jebol juga,” ujarnya. Sebagai pemain, dulu Rexy sendiri memiliki gaya menyerang. Ilmu ini yang ia tularkan kepada pemain, terutama duet Kien Keat-Boon Heong yang dibawanya melejit dari peringkat ke-119 ke peringkat ke-10 hanya melalui lima kejuaraan.
Setelah semua bekal dianggap cukup, suntikan terakhir adalah menggosok nasionalisme pemainnya. Bak kaset bodol, ia mengulang kembali kalimat yang kerap diucapkan Christian Hadinata. ”Saya selalu mengingatkan pemain tentang bendera kecil di dada mereka. Mereka adalah harapan bangsa ini,” katanya.
Kalimat sederhana memang. Tapi efeknya luar biasa. Bendera kecil di dada itu bertuah dan membakar semangat bertanding pemainnya. Pasangan ganda putra Malaysia muncul menjadi kekuatan yang tidak bisa disepelekan.
Kendati telah mendulang sukses, Rexy tak lantas puas. Ia merasa jalannya masih panjang. Ia masih mengejar mimpi mencetak pasangan ganda putra juara dunia dan merebut emas Olimpiade, seperti yang pernah dicapainya. Rexy mengikuti jejak sang pelatih Christian Hadinata, bahkan melebihinya.
Irfan Budiman, Adek Media Roza (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo