Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang Kaswanti Purwo
Mana yang akan menang bersaing, terutama di media cetak akhir-akhir ini, -kan atau -i ini: memenangkan persaingan atau memenangi persaingan? Pertanyaan ini menarik, tetapi ada yang lebih menggelitik lagi: mana yang "lebih benar" antara -kan dan -i? Jawaban Ayu Utami (Tempo 27 Agustus 2006) "melawan arus": pemakaian -i tak lebih benar daripada pemakaian -kan. Bentuk memenangi, yang tidak dijumpai di media cetak sampai dengan 1990-an, kini kian menjalar, makin tak terbendung. Atau, meminjam jeritan Ayu: "perubahan ini begitu cepat dan nyaris tanpa bantahan".
Apa kiranya pendesak derasnya arus perubahan dari -kan ke -i pada kata menang itu? Kuat kemungkinan bahwa itu dipicu penjelasan J.S. Badudu (Intisari September 1994): pemakaian memenangkan seperti pada memenangkan persaingan itu salah kaprah. Yang benar adalah me-menangkan seperti pada memenangkan yang lemah. Untuk yang pertama, Badudu menambahkan: yang dipakai di Malaysia bentuk -i, dan itu lebih tepat.
Bagaimana sikap Pusat Bahasa? Kuat kemungkinan Pusat Bahasa mendukung penjelasan Badudu. Camkan contoh kalimat pada Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1993:408): semula Icuk memenangkan pertandingan itu, pada edisi berikutnya (1998:361) diganti Icuk memenangi pertandingan itu. Tiada penjelasan sama sekali perihal keberpihakan Pusat Bahasa pada -i, bukan pada -kan. Perubahan ini serasa disodorkan dalam keheningan.
Bagaimana sesungguhnya-apabila dicermati-kaidah atau pola pemakaian -kan dan -i itu, berdasarkan data bahasa Indonesia secara lebih luas, tidak hanya berkutat pada kata menang itu saja?
Jika tilikan hanya terarah sempit pada perilaku kata menang dan kalah saja, maka yang serta-merta tersingkap adalah tafsiran menjanggalkan pemakaian -kan pada menang. Pada buku-buku tata bahasa, makna -kan yang menonjol adalah makna kausatif: mengalahkan X 'membuat X menjadi kalah'. Jadi, jika ditanyakan siapa yang menang pada (1a) dan siapa yang kalah pada (1b), maka terlontar komentar: masak yang menang adalah pertandingan?
(1) a. Ali memenangkan pertandingan. ['membuat pertandingan menang']
b. Ali mengalahkan Foreman.['membuat Foreman kalah']
Akan tetapi, mengapa vonis kejanggalan -kan pada menang (1a) itu tidak ditimpakan juga pada lupa, dalam bandingan dengan ingat (2)? Mengapa hanya memenangkan yang kena tuduh salah kaprah, sedangkan melupakan dibiarkan tidak diganti menjadi melupai?
(2) a. Ia melupakan janjinya. ['membuat janji lupa']
b. Ia mengingatkan ayahnya.['membuat ayah ingat']
Bagaimana pula dengan Si Pungguk merindukan bulan? Siapa yang rindu di sini? Janggal jika dikatakan bahwa bulan yang rindu. Akan tetapi, mengapa merindukan tidak diganti dengan merindui?
Arus penggantian dari -kan ke -i pada memenangkan-supaya "adil"-mengapa tidak diberlakukan juga pada melupakan, merindukan, termasuk membanggakan dan yang lain lagi? Perlakuan secara sepihak ini kiranya tidak akan terjadi seandainya dicermati makna -kan yang lain (yang bukan kausatif): -kan yang membawakan preposisi (dalam arti 'akan' atau 'pada'): merindukan bulan 'rindu akan/pada bulan'; memenangkan pertandingan 'menang pada pertandingan'.
Pasalnya, di sini agaknya berlaku semacam cara berpikir yang-meminjam kata-kata Ayu Utami-dilandasi oleh "daya penyempitan" atau "sikap formalis lurus kaku". Karena yang lebih dikenal di kalangan umum (termasuk para tatabahasawan sendiri) adalah -kan yang kausatif, makna -kan yang lain (yang belum terungkap di buku tata bahasa mana pun) harus kena babat, kena gusur, tidak lagi mendapat hak hidup di dalam pengembangan bahasa Indonesia ke depan. Sebuah langkah yang dapat mengarah ke pemunahan kekayaan bahasa kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo