Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ke turnamen "musim hujan"

Dalam pertandingan untuk memperebuntukan piala soeharto ini terjadi kericuhan antar dua klub tersebut. akibat dari lemahnya wasit, juga dengan keputusan-keputusan yang kontroversial.

26 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama PSSI -- jauh sebelum periode kepengurusan Ali Sadikin ingin melaksanakan kejuaraan antar klub. Tapi baru sekarang kesampaian. Kejuaraan ini yang memperebutkan Piala Presiden Soeharto berlangsung di Jakarta 14-29 Januari. "Kami sudah menyiapkan diri sejak Agustus lalu," ujar Elias Paprindey, manajer tim PS Mandala, Jayapura. Untuk pemusatan latihan ini, termasuk ongkos pesawat Jayapura-Jakarta p.p. bagi 22 anggota rombongan, dikeluarkannya biaya Rp 30 juta paling sedikit. PS Mandala juga mempersiapkan diri untuk bermain di lapangan berlumpur. "Soalnya, di Jakarta 'kan lagi musim hujan," kata Doglief Pieter, Sekretaris Komda PSSI Irian Jaya. "Harapan masyarakat Irian Jaya, tentu saja, kami memboyong kembali Piala Soeharto," tambah Paprindey. Piala Soeharto semula direhut mereka di tahun 1972 dalam turnamen 4 Besar PSSI. Memang ada kemungkinan bagi PS Mandala jadi juara. Sebagian besar pemainnya pernah memperkuat bond Persipura dalam menjuarai turnamen 12 Besar PSSI di Semarang, November lalu. "Kecuali ada aktor X," kata pelatih PS Mandala, Henky Heipon, yang optimis akan menang. Ia tidak mengungkapkan, tapi diduga kemungkinan penyuapan dikhawatirkannya. Tak semua tim sempat mempersiapkan diri dengan baik. Klub Medan Utara, yang mewakili bond PSMS, baru mendapat kepastian berangkat 4 Januari, sedang seminggu kemudian tiba di Jakarta. "Mana bisa kami mengadakan tc (training centre)," ujar Drs. Soenarjo, manajer tim Medan Utara. Medan Utara bersama klub Perisai, pada saat penunjukan oleh Komda PSSI Sumatera Utara, masih harus melakukan 3 pertandingan lagi dalam kompetisi bond PSMS. Keduanya waktu itu sama-sama mengantungi angka kemenangan 25 dari 15 kali pertandingan yang direncanakan. Tapi "kami unggul dalam selisih gol," tambah Soenarjo. Perisai adalah klub yang menghimpun pemain kaliber nasional seperti Nobon, Yuswardi, Tumsila. Sedang Medan Utara baru menyumbangkan 2 pemain, Posan dan Akhmad, untuk tingkat bond. Klub Maesa, Manado, mengusahakan diri supaya "masuk 6 Besar," kata manajer Freddy Watty. Maesa berada di pool D bersama Medan Utara, klub TCS (Semarang) dan POP (Padang). Saingannya berat. Kejuaraan ini diikuti oleh 26 peserta -- 21 klub juara provinsi, dan sisanya adalah wakil bond 5 besar PSSI. Membengkaknya angka partisan ini di luar dugaan PSSI. "Pak Ali (Sadin) semula memperkirakan cuma sekitar 12 klub saja yang ikut," kata jurubicara PSSI, Uteh Riza Yahya. Bond 5 Besar PSSI adalah Persija, Persebaya, PSMS, PSM dan Persiraja. Gagasan turnamen antar klub ini pertama kali dituangkan dalam bentuk invitasi tahun 1975. Pesertanya adalah Jayakarta (Jakarta), Assyabab (Surabaya) Bintang Utara (Medan), UNI (Bandung), PSAD (Ujung Pandang), dan Blitar Putra (Blitar). Juara turnamen itu adalah Jayakarta. Kini kejuaraan antar klub melibatkan ratusan perkumpulan di berbagai daerah. Kompetisi bond yang selama ini, terutama di daerah di luar Jawa, sering tersendat-sendat, secara otomatis kembali jadi lancar. "Gairah untuk membina jadi bangkit lagi," komentar Pieter. Yang tak mengirim wakil kali ini adalah Bali, NTB, NTT, Timor Timur dan Maluku. Kontroversial Mutu peserta? Pieter melihat banyak klub yang belum mencapai mutu standar. "Juara Serui atau Biak saja jauh lebih baik dari sebagian besar juara-juara provinsi sekarang," katanya. Serui dan Biak adalah kabupaten di Irian Jaya. Tapi, "ide antar klub ini baik sekali untuk pemassalan maupun untuk peningkatan prestasi," sela Paprindey. Kritik tak cuma dilontarkan terhadap mutu peserta. Soenarjo menilai mutu wasit pun belum memadai. "Banyak keputusan mereka yang kolltroversial," ujar Muhammad Zein, ofisial Medan Utara. Ia memberi contoh tentang 'ricuhnya' pertandingan Medan Utara melawan Maesadi stadion Kuningan, Jakarta pekan lalu sebagai akibat wasit Tribowo dari Semarang yang tidak tegas. Dalam pertandingan Medan Utara melawan Maesa yang berakhir 1-1, terjadi perkelahian di lapangan, melibatkan of isial kedua belah pihak. Sudarsono, bekas Direktur Perwasitan PSSI menilai kejadian ini sebagai akibat pemain, pelatih, maupun ofisial kurang memahami peraturan pertandingan. Betulkah? "Enam puluh persen dari peraturan pertandingan dikuasai oleh pemain-pemain kami," jawab Soenarjo. Angka itu dinaikkannya menjadi 75 persen untuk ofislal. Menurut Soenarjo, Tribowo tampaknya 'ada main' untuk melicinkan jalan bagi klub TCS Semarang. "Kalau saja wasitnya bukan Tribowo mungkin hasilnya akan lain," kata Muhammad Zein. Martin Seseray, wasit dari Irian Jaya, menilai tuduhan itu tidak beralasan. "Wasit 'kan dinilai juga oleh PSSI dalam memimpin pertandingan. Kalau ia berlaku curang, maka akan habislah karirnya," kata Seseray.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus