Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jalan kokoh tanpa aspal

Penemuan di bidang teknik pembuatan jalan raya yang dibuat dengan beton bertulang oleh ir. sucipto dan ir. ryantori, dan telah mendapat hak paten dari direktorat paten. (tek)

26 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA insinyur muda menganggap penemuan mereka di bidang teknik pembuatan jalan raya demikian penting hingga perlu memperjuangkan hak paten internasional untuk itu. Ryantori, 29 tahun dan Sutjipto, 35 tahun -- keduanya lulusan Institut Teknologi Surabaya -- dari Direktorat Paten sudah mengantungi hak paten No. 7191 sejak tanggal 11 Agustus tahun lalu. Tapi untuk memperoleh hak paten internasional itu dari Vereenigde Octrooi Bureaux yang berkedudukan di Negeri Belanda, urusannya dipercayakan kepada Widjojo SH (d/h Oei Tat Hway), seorang pengacara dari Jakarta. "Terus terang, kami takut dibajak ahli luar negeri," ujar Ryantori kepada Slamet Oerip Pribadi dari TEMPO. Dengan sistem penemuan mereka ini, jalan tidak lagi dibuat dengan aspal, tapi dengan beton bertulang. Lapisan beton itu disangga sekat-sekat berbentuk segitiga siku-siku. Tebal lapisan beton dan ukuran sekat tergantung dari kondisi tanahnya. Sekat-sekat ini disusun hingga setiap 2 buah segitiga membentuk segiempat panjang. Segitiga itu terbuat dari baja pipih yang dipasang miring-tegak. "Sistem ini kami beri nama sistem laba-laba," ujar Ryantori yang didampingi oIeh Sutjipto. Pembuatan jalan dengan sistem ini dimulai dengan meratakan tanah. Kemudian menyusun banyak segitiga di atasnya. Rongga di dalam segitiga itu bisa diisi tanah asli atau, kalau perlu perbaikan tanah, dicampur pasir. Setelah itu menghamparkan ramuan beton di atasnya dan pekerjaan selesai. Secara teknis penemuan mereka sudah didiskusikan dalam suatu forum bersama Direktorat Bina Marga, 21 Desember lalu. "Kami tidak hanya harus mempertahankan sistem ini terhadap sanggahan berat, tapi juga menerima pendapat untuk penyempurnaan," ujar Sutjipto. Dari diskusi ini mereka berkesimpulan bahwa secara teknis penemuan itu bisa dipertanggungjawabkan. "Segi ekonomis akan didiskusikan Februari nanti," ujar Ryantori. Sejak masih kuliah di jurusan Teknik Sipil ITS, Ryantori sudah bkerja di sebuah perusahaan pemborong. SIlatu waktu -- ketika mengerjakan fondasi sebuah pabrik yang menggunakan mesin berat -- ia disuruh membuat konstruksi khusus untuk tempat mesin itu. Waktu itu terpikir olehnya, apakah tidak cukup kuat kalau dibuat dengan beton yang diberi penulangan yang banyak. Tapi problem itu tidak pernah terjawab, mungkin juga karena waktu itu -- 1972 -- ia baru di tingkat III. Ryantori punya teman karib bernama Sutjipto, dan di tahun 1975 ketika sama-sama di tingkat V -- keduanya bekerja di perusahaan yang sama pula. Banyak pelajaran mereka diskusikan seolah dipraktekkan di lapangan. Tahun itu juga mereka sempat menghadiri sebuah ceramah oleh "nabi" konstruksi Indonesia, Prof. Ir. Rooseno, di gedung PAM, Surabaya. Ketika itu Rooseno menerangkan bahwa sebab utama kerusakan pada jalan aspal adalah gerakan memompa yang timbul akibat tekanan dari atas lebih berat daripada tekanan dari bawah tanah. Akibat tekanan yang tidak seimbang itu, air tanah terpompa lewat lubang kapiler tanah ke atas. Inilah yang menyebabkan lapisan aspal kemudian bergelombang dan membuat kendaraan yang lewat di atasnya bergoyang-goyang. Ini awal dari proses kerusakan. Biasanya proses ini meluas dengan cepat, sebab batu fondasinya melesak ke dalam. Pulang dari mendengarkan ceramah itu, Ryantori dan Sutjipto bertukar pikiran -- seperti biasanya. Mereka sependapat bahwa sistem beton dengan penulangan sekat berbentuk segitiga bisa diterapkan untuk pembuatan jalan. Dan mereka memperoleh kesempatan untuk menguji gagasan mereka itu. Awal tahun 1978, kedua insinyur muda itu sama-sama bekerja di PT Morosakti General Contractors. Ryantori (lulusan 1976) sebagai direktur teknik dan Sutjipto (lulusan 1978) sebagai kepala bagian konstruksi. Tahun itu PT Morosakti (Surabaya) memborong pembuatan jalan baru di Jombang --yang sekarang dipakai rute bis masuk kota dari arah Madiun. Dengan izin dan biaya perusahaan itu, mereka membuat sebagian jalan itu dengan sistem laba-laba, sepanjang 15 meter dengan lebar 6 meter. Sekat segitiga yang dipakai berukuran sisi alasnya 2,5 meter dan sisi tegaknya 3 meter, sedang tebal lapisan beton 8 cm. "Dalam waktu satu tahun, jalan aspal di kanan kirinya sudah lebih rendah, karena mengalami penurunan antara 5 sampai 6 cm," ujar Sutjipto. Jagorawi Keduanya mengakui bahwa pembuatan jalan dengan sistem laba-laba ini memang jauh lebih mahal. "Tapi hanya mahal investasi pertamanya," ungkap Sutjipto. "Sebab di saat jalan konvensional sudah menuntut biaya pemeliharaan, jalan ini belum," sambung Ryantori. "Apalagi untuk daerah seperti bagian utara Jawa, yang gampang rusak lantaran struktur tanah yang kurang baik, sistem ini jatuhnya lebih ekonomis," kata Sutjipto lagi. Besar perbedaan ini dihitungnya per meter persegi masih lebih murah daripada jalan Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Konon harga jalan yang mulus itu sekitar Rp 20.000 sampai Rp 25.000 per meter persegi. Kalau terjadi luka akibat as truk yang patah, misalnya, kerusakan itu tidak mudah menular. Kalaupun menular, paling-paling terbatas pada sekat segitiga yang bersangkutan. Mereka juga menganjurkan sistem pembuatan jalan ini untuk berbagai keperluan lain seperti fondasi pabrik, gudang dan landasan lapangan udara. "Dengan sistem ini, sebuah pabrik tidak akan mengalami kesulitan bila hendak memindahkan mesinnya," ujar Ryanto. "Sebab kekuatan fondasinya sama di mana-mana." Menurut perhitungannya sistem ini akan 50% lebih ekonomis dalam hal ini. Untuk penggunaannya sebagai landasan di lapangan udara, sistem ini sudah mereka perkenalkan kepada Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin, ketika marsekal itu berkunjung ke Surabaya bulan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus