Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kembalinya Abdul Kadir

18 pemain sepak bola masuk TC PSSI untuk mengadakan piala presiden. Pemain diperkuat Abdul Kadir yang sejak dulu ambil cuti. Kini kadir hidup lebih terjamin karena dia diterima sebagai karyawan warna agung

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

18 pemain yang semula dipanggil masuk TC PSSI ke President's Cup memang pas-pasan. Dengan kata lain mereka hampir dipastikan akan diberangkatkan semua. Namun ketua Komtek PSSI, Suparjo, bukan tidak tahu bahwa dengan jumlah yang minimal itu, semangat berkompetisi di antara para pemain dalam masa penggemblengan di TC bisa turun. Maka dalam konperensi pers dengan para wartawanolahraga pekan lalu, ia menyebutkan ke-5 pemain tambahan: Rake (penjaga gawang), Sofyan Hadi (gelandang), Abdul Kadir, Suwendi dan Irawan Sukrna (penyerang). Kendorkan Syaraf. Sudah barang tentu penambahan pemain itu mengendorkan syaraf Suwardi Arland dan Bakir Cordey, masing-masing sebagai coach dan asisten coach calon team PSSI ke Seoul. Sementara bagai para pemain yang di-TC-kan di asrama Wisma Krida di samping kantor Yayasan Gelora Senayan, boleh berfikir-fikir dua kali sebelum mereka menyatakan pasti dibawh. Terutama di bawah pimpinan Team Manager Djoko Sutopo yang sehari-hari lebih dikenal sebagai letkol CPM yang gandrung pada disiplin. Faktor mental dan disiplin ini -- meski TC tidak lagi di kompleks Halim Perdanakusumah -- diingatkan sekali lagi dalam konperensi pekan lalu itu. Suparjo yang berseragam kolonel AURl berkata: "Pemain nasional bukan pemain kampungan, kepentingan nasional harus diutamakan di atas segalanya". Kepada siapa pernyataan itu khusus ditujukan tidak sulit diterka. Karena sembari melepas pandangan kepada Widodo yang turut hadir bersama sebagian besar pemain TC, Suparjo berkata lagi: "Widodo sebagai percobaan. Selama ini ia telah memperlihatkan banyak perubahan". Kehadiran sebagian besar pemain TC dan para pengasuhnya termasuk dokter Suhantoro untuk berhadap-hadapan dengan para wartawan agaknya memberikan kesan tersendiri. Terlebih lagi ketika seorang wartawan langsung menghunjam Komtek PSSI ini dengan pertanyaan: "apa sebabnya Suwendi dipanggil, tapi Risdianto tidak. Padahal Risdianto jelas lebih baik bukan?" Jawab Suparjo mudah diduga: di samping PSSI masih membutuhkan waktu untuk merubah mental Risdianto, Komtek juga tidak berani menanggung resiko dengan menambah beban kepada ara pengasuh dengan persoalan-persoalan berat yang mungkin timbul selama TC. Friksi. Tapi rupanya absennya Kls dianto dihibur oleh kehadiran kelnbali Abdul Kadir yang pada Turnamen Aversary Cup 1973 yang l.llu dicutikan sementara. Konon Team Manager Djoko Sutopo pernah mengemukakan bahwa "dengan atau tanpa izin PSSI, saya akan bawa Kadir ke Seoul". Tentu saja alasannya bahwa sebagai ketua Persebaya ia lebih tahu akan kondisi kiri luar ini. Begitulah jadinya: Kadir muncul kembali di tengah-tengah rekannya. Adakah Kadir, 24 tahun, mampu memulihkan kondisi pada masa jayanya? Agaknya pertanyaan ini lebih patut dijawab- Kadir sendiri. Kepada TEMPO Kadir meyakinkan bahwa "kini hidupnya lebih terjamin dan ia tidak perlu memikirkan hal-hal yang menyangkut pekerjaan dan hari depannya". Soalnya ia telah diterima sebagai karyawan Warna Agung cabang Surabaya. Dan ternyata "pimpinan Warna Agung justru membesarkan harapan saya untuk bermain sebaik-baiknya bagi kesebelasan nasional". Kalau begitu peristiwa pen -TC-an pemain PSSI ke Seoul memberikan percikan harapan baru: khususnya hubungan antara induk organisasi sepakbola ini dengan perusahaan yang berminat juga dalam sepakbola. Rujuknya PSSI (Komtek) dengan Warna Agung patut pula diberi tindak-lanjut untuk menumbuhkan tatakrama yang berlaku bagi fihak-fihak yang bersangkutan tapi tentu saja tidak merugikan atau menguntungkan sefihak saja. Dalam pembinaan sepakbola nasional dewasa ini nampaknya sebelum PSSI sendiri dapat memberi jaminan hidup yang layak bagi para pemain dan pengasuhnya, "aturan permainan" tersendiri perlu dirumuskan, agar friksi dengan instansi-instansi sponsor bisa dihindarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus