Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Usu di pekanbaru

40 mahasiswa usu menampilkan tari, nyanyi di gedung pemda pekanbaru. misi kesenian mahasiswa usu diundang perusahaan caltex pekanbaru dalam rangka tahun baru dan acara tujuh belas agustusan.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEDIKITNYA dua kali setahun orang Riau menghibur diri. Tahun baru dan tujuhbelas Agustus. Yang aneh si penghibur selalu harus didatangkan dari luar - lengkap dengan biaya yang konon berjumlah jutaan rupiah. Bermain di pentas Gedung Pertemuan Pemerintah Daerah di Pekanbaru, puncak acara Agustusan tahun ini diisi oleh mahasiswa-mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Medam Bukan hanya di Pekanbaru. Mereka bahkan menari dan menyanyi di hampir semua ladang-ladang minyak Caltex. Empa puluh calon-calon sarjana itu digiring ke sana oleh Rektor Harry Suwondo serta ibu. Mereka menampilkan pula rentak Zappin yang kalau tak salah berasal dari tarian Arab yang masuk ke negeri-negeri Melayu. Ada pula tarian Tukang Jala Ikan, dengan kostum hitam-hitam, Sebelum acara mulai, penonton memang diberi tahu bahwa rombongan akan memperkenalkan kesenian Sumatera Timur yang khas Deli. Tapi ketika hiburan usai, penonton pulan dengan tanda-tanya di benak: apamya yang khas Deli? Barangkali yang mereka namakan tari Makan Siri? Sesudah tarian yang konon khas Deli itu para penari turun panggung. Mereka membagi-bagikan sirih kepada para tamu yang duduk di kursi depan termasuh tamu VIP bangsa asing, yang tersipu-sipu tak tahu milu diapakan itu sirih. Ramayana soul. Apalagi ketika menampilkan tari Batak yang disebut kata Bedil alias mengangkat senapan. Orang-orang pada bertanya apakah tanah Karo termasuk wilayah Deli. Lebih tak jelas lagi apakah orang-orang Batak begitu suka pada bak yang menggeliat-geliat dalam itu Erkata Bedil. Ya, siapa tahu, inilah balet lokal, yang bukan kampungan. Dengan kostum bak ibu-ibu menyiangi kebun kol para penari berlarian dan berjingkrak di pentas. Dengan kebaya pendek sepotong kain sarung melilit di pinggaug, sementara kaus hitam membalut tubuh. Itu kain sarung rupanya buat menutup ujung kaus yang berakhir di pangkal paha. Tak dinyana tak disangka, muncullah acara utama: sendratari Ramayana. Kata mereka ini versi Sumatera Timur. Menilik kostumnya yang kemelayuan-layuan memang benar. Tapi mendengaer musik pengiringnya orang bisa ragu. Barangkali mahasiswa-mahasiswa USU begitu yakin bahwa dulu Rama dan Shinta begitu getol dengan irama soul seperti yang mereka bawakan. Dan karena mereka benar-benar ingin bikin bising genderang pun dipukul berdentam-dentam. Bencana yang bikin banyak penonton menutup kuping itu terjadi pada adegan perang. Kurang puas dengan siksaan itu, lampu sorot tiap sebentar dipadamkan, hingga lengkaplah sudah penderitaan penonton setelah itu, dengan gembira para mahasiswa pulang kembali ke Medan diantar oleh pesawat Caltex. Gubernur Arifin Achmad dan orang-orang Caltex tinggal lagi mereka-reka, rombongan nlana lagi yang bisa diundang buat hiburan tahun baru 1 Januari 1974 nanti. Tanlpaknya kegiatan semacam itu bukan saja dimaksud buat menggalakkan apa yang disebut apresiasi kesenian, melainkan juga buat mengumumkan kepada siapa saja, bahwa Riau yang sibuk berdagang toh tidak kering dari kegiatan seni-berseni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus