SEDIKITNYA dua kali setahun orang Riau menghibur diri. Tahun
baru dan tujuhbelas Agustus. Yang aneh si penghibur selalu harus
didatangkan dari luar - lengkap dengan biaya yang konon
berjumlah jutaan rupiah. Bermain di pentas Gedung Pertemuan
Pemerintah Daerah di Pekanbaru, puncak acara Agustusan tahun ini
diisi oleh mahasiswa-mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU)
Medam Bukan hanya di Pekanbaru. Mereka bahkan menari dan
menyanyi di hampir semua ladang-ladang minyak Caltex. Empa puluh
calon-calon sarjana itu digiring ke sana oleh Rektor Harry
Suwondo serta ibu. Mereka menampilkan pula rentak Zappin yang
kalau tak salah berasal dari tarian Arab yang masuk ke
negeri-negeri Melayu. Ada pula tarian Tukang Jala Ikan, dengan
kostum hitam-hitam, Sebelum acara mulai, penonton memang diberi
tahu bahwa rombongan akan memperkenalkan kesenian Sumatera Timur
yang khas Deli. Tapi ketika hiburan usai, penonton pulan dengan
tanda-tanya di benak: apamya yang khas Deli? Barangkali yang
mereka namakan tari Makan Siri? Sesudah tarian yang konon khas
Deli itu para penari turun panggung. Mereka membagi-bagikan
sirih kepada para tamu yang duduk di kursi depan termasuh tamu
VIP bangsa asing, yang tersipu-sipu tak tahu milu diapakan itu
sirih.
Ramayana soul. Apalagi ketika menampilkan tari Batak yang
disebut kata Bedil alias mengangkat senapan. Orang-orang pada
bertanya apakah tanah Karo termasuk wilayah Deli. Lebih tak
jelas lagi apakah orang-orang Batak begitu suka pada bak yang
menggeliat-geliat dalam itu Erkata Bedil. Ya, siapa tahu, inilah
balet lokal, yang bukan kampungan. Dengan kostum bak ibu-ibu
menyiangi kebun kol para penari berlarian dan berjingkrak di
pentas. Dengan kebaya pendek sepotong kain sarung melilit di
pinggaug, sementara kaus hitam membalut tubuh. Itu kain sarung
rupanya buat menutup ujung kaus yang berakhir di pangkal paha.
Tak dinyana tak disangka, muncullah acara utama: sendratari
Ramayana. Kata mereka ini versi Sumatera Timur. Menilik
kostumnya yang kemelayuan-layuan memang benar. Tapi mendengaer
musik pengiringnya orang bisa ragu. Barangkali
mahasiswa-mahasiswa USU begitu yakin bahwa dulu Rama dan Shinta
begitu getol dengan irama soul seperti yang mereka bawakan. Dan
karena mereka benar-benar ingin bikin bising genderang pun
dipukul berdentam-dentam. Bencana yang bikin banyak penonton
menutup kuping itu terjadi pada adegan perang. Kurang puas
dengan siksaan itu, lampu sorot tiap sebentar dipadamkan, hingga
lengkaplah sudah penderitaan penonton setelah itu, dengan
gembira para mahasiswa pulang kembali ke Medan diantar oleh
pesawat Caltex. Gubernur Arifin Achmad dan orang-orang Caltex
tinggal lagi mereka-reka, rombongan nlana lagi yang bisa
diundang buat hiburan tahun baru 1 Januari 1974 nanti.
Tanlpaknya kegiatan semacam itu bukan saja dimaksud buat
menggalakkan apa yang disebut apresiasi kesenian, melainkan
juga buat mengumumkan kepada siapa saja, bahwa Riau yang sibuk
berdagang toh tidak kering dari kegiatan seni-berseni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini