DALAM Tahun Wanita Internasiollal -- julukan yang diberikan
PBB untuk 1975 -- atlit puteri Bulutangkis kita berhasil meraih
Piala Uber dari tangan pemain-pemain Jepang. Tapi buat memilih
siapa di antara anggota team Indonesia yang menonjol guna
menyandang pencalonan sebagai Olahragawati Terbaik 1975 pilihan
SIWO/PWI Jakarta, bukan hal gampang. Sebab semuanya mempunyai
andil dalam mengantar regu Indonesia ke tangga juara. Semula,
Pengurus SIWO/PWI Jaya mengusulkan kapten regu Piala Uber,
Minarni. Pertimbangannya: ia atlit "tua" (pada waktu turnamen
berlangsung awal Juni lampau, usianya 31 tahun lebih 1 bulan)
yang berhasil menempatkan diri dalam anggota regu setelah
menggantung raket dalam tempo yang panjang. Yakni setelah lutut
kanannya cedera waktu pertandingan di Asian Games (1970,
Bangkok).
Dalih itu memang cepat menyentuh hati. Tapi dasar pernilihan
tidak hanya itu. Penghargaan SIWO/PWI Jaya ini diberikan guna
menciptakan kegairahan bagi atlit terpilih dalam meningkatkan
prestasi mereka, sedang Minarni telah memilih karir sebagai
pembina. Lalu mengorbitlah nama Tati Sumirah dan pasangan
Theresia Widyastuti/Imelda dalam urutan calon. Tetapi bagaimana
dengan Utami Dewi dan Regina Masli? Maka, mengingat pertimbangan
psikologis yang tidak ringan itu, akhirnya sidang bersepakat
untuk memberikan penghargaan tersendiri bagi regu Piala Uber
Indonesia.
Cermin Prestasi?
Tersisihnya atlit puteri Bulutangkis dari pencalonan,
olahragawati penggantinya bukan pula gampang untuk dicari. Sebab
dalam Tahun Wanita Internasional lalu, kaum hawa Indonesia
lainnya hampir tak ada menunjukkan prestasi menonjol dibidang
itu. Dalam kelangkaan itu pilihan sidang jatuh pada Peny
Kristiani, atlit Ski Air yang menljadi tulang punggung
kemenangan Indonesia dalam perebutan Piala Marcos di Manila lalu
Mulyani (Anggar), dan Carolina Riewpassa (Atletik), meski ia
hanya berhasil meraih medali perunggu di Seoul, Korea Selatan.
Berlainan dengan kelompok olahragawati, sebaliknya kaum adam
banyak yang memperlihatkan kebolehan tahun ini, Sehingga sidang
dengan gampang memilih nama untuk diorbitkan. Dimulai dengan
Suwignyo -- Atletik, pemecah rekor nasional Lompat Tinggi yang
di tangan Okamona telah bertahan 19 tahun (rekor lama 1956, ly6
cm, rekor baru 1975, 1,97 cm). Menyusul petinju prof.
Wongsosuseno yang mengalahkan Juara Kelas Menengah Ringan OBF,
Chung Kill Lee. Berturut-turut setelah itu tampil Liem Swie King
(Bulutangkis), pasangan ganda Tjuntjun/Johan Wahyudi
(Bulutangkis), Alex Asmasubrata (Balap mobil), Indarto
(Bolabasket), Ananta Sigit (Bilyard), Hanny Wianno alias Chepot
(Balap Mobil). Herman Suradireja (Catur) dan Sarsito .S.A
(Balap Mobil).
Mengingat ketiga belas olahragawan dan olahragawati tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, persaingan
untuk memperebutkan 5 tiket Olahragawan dan Olahragawati Terbaik
1975 pilihan SIWO/PWI Jaya merupakan persaingan cukup ketat.
Berlandas pada angka dasar, bonus tiap cabang olahraga tidak
sama. Angka dasar untuk juara dunia, baik resmi atau tidak 45
angka. Pemecah rekor tapi tidak menjadi juara, 40 angka. Tingkat
Asia, 35 angka. Regional 30 angka. Dan nasional 25 angka. Juga
bonusnya berlainan. Idem dito dengan angka ekstra. Meski angka
popularitas ini sudah ditentukan antara 5-20, belum tentu
seorang pemilih akan menumpahkan angka tertinggi buat seseorang.
Berdasar perhitungan itu, 37 pemilih di Press Centre SIWO/PWI
Jaya, Sabtu 17 Januari siang lalu sampai pada keputusan
pemilihan Olahragawan dan Olahragawati Terbaik 1975: 1. Liem
Swie King (2.292), 2. Wongsosuseno (2.220), 3. Suwignyo (1.760).
4. Peny Kristiani (1.241), dan 5. Alexander Asmasubrata (910).
Tersingkirnya Tjuntjun/Johan Wahyudi (905), Juara Ganda All
England dari urutan 5 Olahragawan dan Olahragawati Terbaik,
memang tak kurang dipertanyakan oleh pemilih mengingal prestasi
mereka yang stabil. Tapi itu tak menolong nasib. Sebab
keteledoran tersebut terletak di tangan pemujanya yang membikin
blunder dalam pemilihan, dengan menempatkan Tjuntjun sendiri
tanpa Johan Wahyudi. Sehingga angka itu dibatalkan sidang.
Adakah kelima atlit terpilih ini merupakan cermin prestasi
olahraga Indonesia selama 1975? Sulit dijawab. Yang jelas,
"pengurus cukup puas dengan hasil pemilihan ini", ucap Ketua
Pemilihan, Maryono.
Calon Team Manager (?)
Kemudian pemilihan Pembina Olah raga Terbaik 1975 -- tahun ini
tanpa ada Penunjang Olahraga Terbaik seperti periode sebelumnya
-- yang menuntut persyaratan: keberhasilan dalam kepemimpinan,
pembinaan serta dedikasi dan integritas. Dari golongan ini
berhasil tampil 7 calon. Pengurus SIWO/PWI Jaya mengusulkan 4
nama -- antara lain Tahir Jide (Bulutangkis), Jotje Gozal
Atletik), Harjodisastro (Rally Mobil) dan Frans Hutasoit
(Sepakbola). Lantas ditambah lagi oleh sidang dengan nama Andi
Matalatta (Ski Air), R.A. Soemartojo (Balap Sepeda), dan Rio
Tambunan (Tinju).
Siapa yang terpilih? Drs. Frans Hutasoit. Ia dinilai atas
keberhasilannya dalam membina Persatuan Sepakbola Jayakarta, di
samping sumbangan fikiran dan andilnya dalam perkembangan
persepak-bolaan Indonesia pun tak kurang pula. Tokoh sepakbola
yang pernah terpilih sebagai Penunjang Olahraga Terbaik 1973
versi SIWO/PWI Jaya itu, kini disebut-sebut sebagai calon Team
Manager kesebelasan Pre Olimpik Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini