Tim putra tenis yunior Indonesia lolos ke Barcelona. Tapi PB Pelti ditegur karena meladeni Israel. TIM tenis yunior Indonesia memang apes. Di babak pertama kualifikasi zone Asia-Australia Kejuaraan Dunia Tenis Yunior di Bombay, India, tim putri Indonesia sudah digebuk tuan rumah 1-2. Tim putra: Champi Halim, Sebastian da Costa, dan Anditya Soepardi, di babak pertama menaklukkan Jepang 2-1. Akibat sistem gugur, tim putra di semifinal harus melawan Israel - negeri yang tak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia -9 Mei lalu. Israel ke semifinal setelah mengalahkan Taiwan dan Australia. Suresh Menon, pelatih merangkap manajer tim yang berkebangsaan Malaysia mengaku tahu bahwa Indonesia tak punya hubungan diplomat dengan Israel. Tapi, "Saya tak tahu ada peraturan yang melarang bertanding dengan Israel," kata pelatih klub Nugra Santana ini. Celakanya, PB Pelti tak memberi penjelasan soal itu sebelum berangkat. Suresh dan Deddy Prasetyo dari Pelti berusaha mengontak Jakarta sebelum bertanding. "Sambungan sulit didapat, sampai kami capek," kata Suresh. Akhirnya pelatih yang pernah menduduki peringkat 28 dunia ini mengirim fax ke Jakarta, 8 Mei. Karena sambungan sulit, fax itu baru masuk ke kantor PB Pelti esok harinya. Tak ada jawaban dari Jakarta, karena memang hari libur Isa Almasih. Kamis sore itu, Suresh lalu memerintahkan tim meladeni Israel, dan kalah 1-2. Tapi di perebutan tempat ketiga, Indonesia berhasil menghajar India dengan 2-1. "Anak-anak luar biasa senang, karena lolos ke Barcelona," ujar Suresh. Barcelona menjadi tempat kejuaraan dunia yunior dalam tahun ini. Kegembiraan itu ternyata membawa masalah. Setibanya di Jakarta, mereka baru tahu PB Pelti ditegur Menpora. Sekjen PB Pelti Eddy Katimansah mengaku tahu persis larangan bertanding itu. Ia mengakui pihaknya teledor. "Kami menerima teguran itu, tapi apa langkah selanjutnya. Bagaimana nanti di turnamen lain, ini harus dibahas tuntas. Kalau mau ekstrem, ya bisa saja, kalau tahu bakal ketemu Israel kita tak usah mengirim tim," tambah Eddy, yang juga Sekjen Federasi Tenis Asia (ATF). Tapi bukankah dengan lolos ke semifinal saja Indonesia sudah dapat tiket ke Barcelona? Sebagai Sekjen ATF, Eddy tahu persis, kalau Indonesia kalah WO, tiket ke Barcelona akan dicabut. "Ditambah hukuman tak boleh bertanding dua tahun. Karena, di mata ATF, hanya Afrika Selatan yang resmi dikucilkan," kata Eddy. Apa pun alasan Pelti, Menpora Akbar Tandjung sangat menyayangkan langkah tim yunior Indonesia itu. "Pokoknya, dilarang bertanding melawan negara yang dapat menimbulkan komplikasi politik. Terutama dengan Israel, meski eksplisit tak dijelaskan dalam SK Menpora," kata Akbar Tandjung, menunjuk surat keputusan Menpora yang dikeluarkan Oktober 1988 soal keikutsertaan Indonesia di event olahraga internasional. Senin pekan ini pengurus Pelti dipanggil Menpora. Menteri Ali Alatas juga senada. "Seharusnya, begitu tahu akan bertanding dengan Israel, ya, harus WO," kata Alatas pada Linda Djalil dari TEMPO. Kasus serupa pernah menimpa tim bridge Indonesia yang bertanding melawan Israel di Kejuaraan Dunia Bridge di Sao Paolo, Brasil, pada 1985 -dan juga kalah. Ketika itu, manajer tim Amran Zamzami dan PB Gabsi juga ditegur Menpora. Tapi petenis Lita Soegiarto, yang mengalahkan petenis Israel di semifinal Asian Games 1974, tak ditegur. Mungkin SK Menpora tahun 1988 sudah layak direvisi. Apalagi, pekan lalu di Paris, Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Juan Antonio Samaranch sudah bilang Afrika Selatan boleh ikut Olimpiade Barcelona tahun depan. Apakah kita harus kalah WO terus, karena dalam SK itu selain Israel, Afrika Selatan dan RRC juga termasuk yang tak boleh dilawan. TH dan Wahyu Muryadi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini