Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Masih Panjang Usia Pialanya

Tim belanda berhasil menjadi juara setelah mengalahkan kesebelasan birma. wasit dinilai sepihak dan terlalu "kejam". panitia lega karena kesebelasan birma batal memboyong piala selamanya.

24 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR tim Birma memboyong Piala Marah Halim buat selamanya. Hanya di final mereka kesandung (2-4) di kaki pemain Belanda. "Wasit telah merampok piala itu dari tangan kami, dan menghadiahkannya pada Belanda," tuduh pelatih Birma, Ko Ko Gyl pekan lalu. Wasit Kosasih Kartadireja memang memberikan hadiah penalti bagi Belanda. Seorang pemain Birma tadinya menghadang lawan hingga terjerembab di daerah terlarang pertahanan mereka. Banyak penonton, termasuk pelatih Belanda A. de Vroet, menilai hukuman Kosasih itu sedikit berlebihan. "Keputusan wasit itu memang agak keras," kata de Vroet. Ada main? Kosasih menampik bahwa ia melicinkan jalan bagi Belanda ke tangga juara. Tapi, dan ini pasti, Kamaruddin Panggabean, ketua Panitia Pelaksana Piala Marah Halim tampak terkekeh-kekeh sewaktu Belanda sudah unggul (2-3) di saat jedah. "Misi tim Belanda memang untuk menghempang ambisi Birma menjadi juara beruntun untuk ketiga kali," ungkap A.M.C. Jans, agen yang mendatangkan tim Belanda. Tak cuma soal penalti itu menjadi bahan pembicaraan penonton Stadion Teladan, Medan, pekan lalu. Juga ada 1 kartu merah dan 3 kartu kuning untuk tim Birma dari wasit. Bermain dengan 10 orang memang sulit untuk Birma. "Jika wasitnya fair, mungkin hasilnya akan lain," ucap Ko. Birma -- juara tahun 1978 dan 1979 - kelihatan berambisi sekali untuk memboyong Piala Marah Halim yang berlapis 6 kg emas itu untuk selamanya. Begitu penting arti kejuaraan ini bagi mereka, hingga Birma menampilkan tim nasional A. Sedang di turnamen Pra-Olympiade (Kuala Lumpur, Februari), Birma cuma diwakili oleh tim B. Bagi Panggabean kejuaraan sekali ini (30 April s/d 14 Mei) pun tak kalah pentingnya. Kalau Birma juara lagi, piala yang bernilai Rp 60 juta itu akan hilang dari peredaran. Telah bersusah payah ia membujuk berbagai tim luar negeri untuk mematahkan ambisi Birma. Mendatangkan tim Belanda, Luxemburg, dan Iran, panitia mengeluarkan biaya sebesar Rp 90 juta. Perongkosan turnamen ini seluruhnya Rp 275 juta. "Dua tahun saya membujuk mereka supaya mau bertanding di Medan," kata Panggabean. Tapi tak semua tim luar negeri yang diundang itu bermutu. Iran, misalnya Semula diharapkan datang tim nasional Iran yang tampil dalam Piala Dunia 1978 di Argentina. Ternyata dari 4 kali main, Iran cuma menang sekali (2-1) melawan Perkesa 78. Selebihnya kalah. Kesebelasan ini yang datang dari Mazandran, 470 km dari Teheran, menurut pemain Poornik Ghoshchi, belum terdaftar di salah satu divisi sepakbola Iran. Walau Panggabean merasa tertipu oleh Iran, ia tak begitu kecewa. Targetnya untuk memperpanjang usia piala kesampaian juga berkat tim Belanda. Tapi ketika diserahkan kepada sang juara piala itu patah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus