HAMPIR tim Birma memboyong Piala Marah Halim buat selamanya.
Hanya di final mereka kesandung (2-4) di kaki pemain Belanda.
"Wasit telah merampok piala itu dari tangan kami, dan
menghadiahkannya pada Belanda," tuduh pelatih Birma, Ko Ko Gyl
pekan lalu.
Wasit Kosasih Kartadireja memang memberikan hadiah penalti bagi
Belanda. Seorang pemain Birma tadinya menghadang lawan hingga
terjerembab di daerah terlarang pertahanan mereka. Banyak
penonton, termasuk pelatih Belanda A. de Vroet, menilai hukuman
Kosasih itu sedikit berlebihan. "Keputusan wasit itu memang agak
keras," kata de Vroet.
Ada main? Kosasih menampik bahwa ia melicinkan jalan bagi
Belanda ke tangga juara. Tapi, dan ini pasti, Kamaruddin
Panggabean, ketua Panitia Pelaksana Piala Marah Halim tampak
terkekeh-kekeh sewaktu Belanda sudah unggul (2-3) di saat jedah.
"Misi tim Belanda memang untuk menghempang ambisi Birma menjadi
juara beruntun untuk ketiga kali," ungkap A.M.C. Jans, agen yang
mendatangkan tim Belanda.
Tak cuma soal penalti itu menjadi bahan pembicaraan penonton
Stadion Teladan, Medan, pekan lalu. Juga ada 1 kartu merah dan 3
kartu kuning untuk tim Birma dari wasit. Bermain dengan 10 orang
memang sulit untuk Birma. "Jika wasitnya fair, mungkin hasilnya
akan lain," ucap Ko.
Birma -- juara tahun 1978 dan 1979 - kelihatan berambisi sekali
untuk memboyong Piala Marah Halim yang berlapis 6 kg emas itu
untuk selamanya.
Begitu penting arti kejuaraan ini bagi mereka, hingga Birma
menampilkan tim nasional A. Sedang di turnamen Pra-Olympiade
(Kuala Lumpur, Februari), Birma cuma diwakili oleh tim B.
Bagi Panggabean kejuaraan sekali ini (30 April s/d 14 Mei) pun
tak kalah pentingnya. Kalau Birma juara lagi, piala yang
bernilai Rp 60 juta itu akan hilang dari peredaran. Telah
bersusah payah ia membujuk berbagai tim luar negeri untuk
mematahkan ambisi Birma. Mendatangkan tim Belanda, Luxemburg,
dan Iran, panitia mengeluarkan biaya sebesar Rp 90 juta.
Perongkosan turnamen ini seluruhnya Rp 275 juta. "Dua tahun saya
membujuk mereka supaya mau bertanding di Medan," kata
Panggabean.
Tapi tak semua tim luar negeri yang diundang itu bermutu. Iran,
misalnya Semula diharapkan datang tim nasional Iran yang tampil
dalam Piala Dunia 1978 di Argentina. Ternyata dari 4 kali main,
Iran cuma menang sekali (2-1) melawan Perkesa 78. Selebihnya
kalah. Kesebelasan ini yang datang dari Mazandran, 470 km dari
Teheran, menurut pemain Poornik Ghoshchi, belum terdaftar di
salah satu divisi sepakbola Iran.
Walau Panggabean merasa tertipu oleh Iran, ia tak begitu kecewa.
Targetnya untuk memperpanjang usia piala kesampaian juga berkat
tim Belanda. Tapi ketika diserahkan kepada sang juara piala itu
patah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini