PADA tanggal 18 Mei 1817, ia diresmikan dengan nama 's Lands
Plantentuin (Kebun Tanaman milik Negara), ketika semangat
pembaruan sedang meliputi Negeri Belanda. Dengan kekalahan
Napuleon di Waterloo tahun 1815, Negeri Belanda yang terlepas
dari cengkeraman penjajahan oleh kaisar tersohor itu menghadapi
persoalan membangun negaranya kembali. Maka peranan ekonomis
jajahan warisan VOC yang bernama Hindia Timur itu tampak amat
penting.
Juga suasana perkembangan ilmu, terutama di Eropa ketika itu
mempengaruhi sangat keputusan untuk membangun berbagai fasilitas
ilmiah dan penelitian. Bila abad ke-18 dikenal sebagai "Abad
Revolusi", abad ke-19 itu ditandai oleh semangat penelitian ke
seluruh pelosok dunia dan penghimpunan pengetahuan di segala
bidang. Terutama ilmu alam mendapat perhatian besar.
Karenanya gagasan untuk mendirikan sebuah kebun penelitian
tanaman segera mendapat sambutan baik dari para
komisarisjenderal Belanda yang berkuasa di Hindia Timur setelah
Raffles. Dalam waktu satu hari di awal tahun 1817 mereka
membicarakan dan memutuskan "untuk membangun sebuah kebun
rempah-rempah, yang bisa dimanfaatkan untuk membiakkan berbagai
jenis tanaman dan melakukan peneiitian di bidang pertanian."
Sebagai direkturnya ditunjuk Prof. Dr. C.G.L. Reinwardt, ahli
botani Belanda terkenal di masa itu. Disediakan pula sebidang
tanah yang berbatasan dengan pekarangan istana para gubernur
jenderal Hindia Timur di Buitenorg, 60-an km sebelah selatan
Batavia.
Kini bagi kebanyakan pengunjung, Kebun Raya di Bogor itu
merupakan tempat rekreasi yang nyaman. Tahun lalu, menurut Dr.
Made Sri Prana, wakil kepala Kebun Raya, lebih 630.000 orang
mengunjunginya. Terutama di hari Minggu dan libur banyak
pengunjungnya.
Tapi sedikit sekali orang yang sadar akan fungsi ilmiah Kebun
Raya itu. Kalangan ilmu pun hampir tidak memanfaatkannya.
Misalnya dalam 5 tahun terakhir hanya 7 orang Indonesia yang
meraih gelar kesarjanaan mereka berdasarkan riset di kebun ini.
"Tiga untuk gelar Doktor, tiga untuk M.Sc. dan satu untuk
insinyur," ucap Made. Minat siswa tak usah ditanyakan. "Banyak
pelajar yang berkaryawisata ke sini," cerita Made, "tapi lebih
banyak wisata daripada karyanya."
Tanah di pinggir Kali Ciliwung itu mula-mula hanya berisi
tumbuhan dari sekitar Bogor. Kemudian Reinwardt menghubungi
berbagai negeri di seluruh dunia untuk mendapatkan tumbuhan
baru.
Selama tahun-tahun permulaannya kebun itu kekurangan dana dan
pekerjaan itu merana. Baru 20-an tahun kemudian dalam masa
jabatan direktur ke-3 bernama J.E. Teysmann kemajuan tercapai.
Teysmann adalah tukang kebun biasa pada mulanya yang mengurus
kebun Gubernur Jenderal van den Bosch. Bersama Dr. J.H.
Hasskarl, ahli botani, ia melakukan penanaman kembali seluruh
koleksi tanaman menurut kelompok seperti terdapat dalam
lingkungan alamiah tanaman itu. Ini dilakukan dengan tujuan
memberi dasar ilmiah pada kebun itu, namun dikerjakan dengan
rasa estetis yang amat tinggi. Teysmann juga menerbitkan
katalogus kedua dan ternyata sudah memuat 2.885 jenis.
Artinya Gawat
Berbagai jenis tanaman yang kurang berhasil dalam iklim Bogor
dipindahkan ke Cibodas yang lebih dingin dan diresmikan sebagai
cabang Kebun Raya pula. Banyak tanaman baru diintrodusir di masa
itu antara lain tanaman ekonomi seperti kina (Amerika Selatan),
dan kelapa sawit (Afrika Timur).
Oleh Dr. R.H.C.C. Scheffer, yang menggantikan Teysmann dan
Hasskarl kebun itu diperluas dengan kebun pembibitan di
Cikeumeuh. Juga dilengkapi kebun itu dengan sebuah perpustakaan,
herbarium dan museum. Ia pun mengintroduksi jenis kopi Liberia
dan berhasil menanamkan jenis pohon karet yang kemudian menjadi
salah satu usaha perkebunan terbesar.
Tapi kebun itu mengalami kemajuan yang luar biasa di bawah
pimpinan Pof. Dr. Melchior Treub yang menggantikan Scheffer di
tahun 1880. Dengan berbagai cara ia usahakan agar para ahli
botani seluruh dunia bisa berkunjung ke situ. Kebun Raya
kemudian tersohor sebagai tempat penelitian ilmiah yang tidak
ada taranya di dunia.
Treub melengkapi kebun itu dengan sebuah museum zoologi dan
sebuah laboratorium. (Ini sekarang menjadi Pusat Penelitian
Biologi di Bogor). Dr.J.C. Koningsberger, yang menggantikan
Treub di tahun 1909, antara lain meletakkan dasar bagi
laboratorium penelitian ikan yang sekarang dikenal sebagai
Lembaga Oseanologi Nasional.
Kini Kebun Raya di Bogor dipimpin oleh Prof. Dr. Didin S.
Sastrapradja, yang juga menjabat sebagai wakil ketua bidang IPA,
LIPI. Luasnya mencapai 87 ha. Bila termasuk pekarangan Istana
Bogor, ia mencapai 111 ha. Koleksi tanamannya sekarang mencapai
21.074 anak jenis yang terhimpun dalam 207 suku, 1.466 marga dan
5.454 jenis.
Meskipun dengan persediaan dana yang sangat terbatas, kebun itu
tampak terawat baik. Salah satu ancaman baginya adalah polusi
akibat asap kendaraan bermotor. Berbagai indikator telah
menunjuk adanya bahaya itu. Daun beberapa tanaman yang terletak
di pinggir jalan, menguning dan cepat mati. Populasi lumut kerak
mulai berkurang. "Lumut kerak yang nempel di pohon-pohon adalah
tumbuhan yang paling tahan," ucap Made. "Kalau dia sampai mati,
artinya tingkat polusi sudah gawat."
Problem lain adalah pengunjung dan para pedagang. Selain sering
terjadi adegan romantis, ada kegemaran orang membawa pulang
berbagai tanaman, bunga atau buah-buahan. Bahkan papan nama
tanaman itu pun banyak yang lenyap. Sebaliknya, nama pengunjung
ramai tergores dl batang pohon.
Suasana hiruk pikuk di hari libur dangdut dari tape-recorder
atau radio transistor, sungguh tidak mengasyikkan lagi. Para
penjaja minuman, rokok, minyak angin, pala manis dan entah apa
lagi merupakan jenis polusi tersendiri.
Banyak sampah yang ditinggalkan mereka. Setiap kali dilakukan
penertiban terhadap mereka, "selalu muncul pembabatan terhadap
koleksi tanaman dan hilangnya papan nama," cerita Made.
Menurut Naat, anggota polsus Kebun Raya, setiap bulan ada 4
pasang "merpati" yang ditangkap karena hendak berbuat mesum.
Tapi, menurut Naat yang sudah mengabdi sejak tahun 1949, ini
jarang terjadi sebelum tahun 1975.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini