AHMUD Kamiabipur, kuasa usaha kedutaan besar Iran di Jakarta,
memerlukan terbang ke Medan setelah mendapat kawat dari panitia
pelaksana Piala Marah Halim. "Imam Khomeini itu adalah milik
dunia Islam," katanya. "Apa salah bila ia diperkenalkan di
sini"
Kamiabipur mencoba menjelaskan bahwa para pemain Iran tidak
bermaksud jelek. Mereka tadinya membikin heboh dengan mengarak
gambar Khomeini di Stadion Teladan, menarik perhatian yang
berlebihan di pusat pertokoan dan masjid, hingga berurusan
dengan alat negara (TEMPO, 10 Mei).
Persoalan tim Iran ternyata belum selesai di situ. Kemudian
manajer tim Iran, Naraty, meludahi wasit Sudarso setelah mereka
dikalahkan tim Belanda (1-2). Alasannya ialah Sudarso telah
menghina Khomeini dengan sebutan monkey (monyet).
Waktu itu, menurut wartawan TEMPO Zakaria M. Passe, memang ada
penonton yang berteriak "mati". Ternyata di kuping Nazraty itu
terdengar monkey. Dan ia langsung menuding Sudarso yang
mengucapkannya. Betulkah tuduhan itu? "Saya ini 'kan orang
Islam," kata Sudarso. "Masakan saya mau mengejek Khomeini."
Tapi Sudarso mengakui bahwa sewaktu menuding Nazraty, dan
mengeluarkan kartu merah -- ia mengucapkan: "Kepala kaulah."
Ucapan itu dikira manajer tim Iran suatu penghinaan terhadap
"Ayatullah". Langsung ia meninju. Sudarso sempat mengelak. Malah
Nazraty yang kena jab Sudarso.
Setelah keributan (11 Mei malam) itu, ada usaha memulangkan tim
Iran segera. Tapi mereka baru bisa diberangkatkan via Singapura,
esoknya. "Kami ini diundang. Tapi diperlakukan seperti penjahat
saja," kata Ali Mostapha Nejard, salah seorang pemain Iran,
sebelum berangkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini