Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Menunggu Dibyo di Liga Inggris

Pelatih asal Inggris mendirikan sekolah sepak bola di Indonesia. Berharap melahirkan bintang dunia.

18 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari anak penjual soto di terminal Ciledug, Dibyo mencoba meretas jalan hidupnya menuju Liga Inggris. Ia masih belia, 14 tahun. Sehari-hari bercelana pendek biru-putih, seragamnya di kelas tiga SMPN II Ciputat. Seminggu dua kali masih diantar ayah-ibunya ke lapangan sepak bola Tiara Bangsa, Jakarta Timur.

Tapi coba dengar celotehnya saat membahas peluang Chelsea, klub favoritnya di Liga Inggris yang akan bertanding. Tengok juga gocekannya saat membawa bola di lapangan. ”Dibyo pemain bagus,” begitu pujian yang dilontarkan Lee Hawkins.

Pria Inggris ini adalah pelatih Dibyo di Asian Soccer Academy (ASA). Inilah sekolah sepak bola yang punya target mengantar putra-putra Indonesia menuju liga-liga di Eropa dalam empat tahun ke depan. Tak sekadar cita-cita, target itu dicoba diraih dengan rajinnya Hawkins mempromosikan para pemain terbaiknya ke beberapa klub di Liga Premier Inggris, antara lain Manchester United dan Portsmouth, sejak dua tahun lalu.

Dibyo Previan Caesario salah satunya. Tiga tahun lalu Hawkins menemukannya. Bocah itu membetot perhatiannya setelah mencetak lebih dari empat gol ke gawang tim ASA, yang didominasi anak-anak ekspatriat, dalam sebuah uji tanding. Ketika itu Dibyo memperkuat Nolteam, klub anak-anak asuhan presenter sepak bola televisi, Dik Doank, di Ciputat, Tangerang.

”Saya lupa mencetak berapa gol, tapi banyak sekali. Kami menang,” cerita Dibyo. Setelah pertandingan itu, Hawkins meminta orang tua Dibyo, pasangan Suwarjo-Enni Mugiati, mengizinkan putra mereka bergabung dengan ASA tanpa dipungut biaya. Singkat cerita, setelah melalui tes kebugaran dan teknik, Dibyo bergabung dengan tim ”excellent” ASA di bawah usia 12 tahun.

Tiga tahun berselang, posisi Dibyo tak tergoyahkan di tim utama. Tekad menjadi pemain profesional membuatnya tak pernah absen berlatih. Seperti ingin menunjukkan kelasnya, Dibyo sigap berebut bola dan adu lari dengan rekan-rekan yang usianya di atasnya. Meski berposisi penyerang, Dibyo mengenakan kaus bernomor 23. ”Maunya sih 13, tapi tidak ada lagi. Itu nomor keberuntungan, meski orang bilang sial,” katanya.

Beruntung, itu kata yang tepat untuk Dibyo. Dari 90 anak yang berlatih di ASA, ia adalah satu dari enam anak yang bisa berlatih gratis. Di sekolah sepak bola yang berdiri pada 2003 ini, ia ditangani pelatih-pelatih asal Inggris yang memegang lisensi Football Association (FA)—PSSI-nya Inggris. Selain Hawkins—yang pernah memperkuat tim yunior Southampton bersama bekas penyerang Inggris, Alan Shearer—ada lima pelatih asing lain yang mengantongi sertifikat tersebut.

ASA juga merekrut 20 pelatih lokal yang memegang lisensi kepelatihan PSSI. Mantan kiper nasional era 1970-an, Hary Tjong, misalnya, ditunjuk sebagai pelatih senior. Ada pula bekas pemain Pelita Jaya, Erwin Prasetianto, dan Hardi Ardhia Putra, eks pemain Persija Timur yang menjadi asisten pelatih. ”Mereka pelatih pilihan dan bisa beradaptasi dengan metode yang saya bawa,” ujar Hawkins.

Sekolah sepak bola ini terbilang serius membina siswanya. Lapangan mereka di Jatiwarna, Jakarta Timur, tak kalah mulus dibanding lapangan di Stadion Senayan. Fasilitas latihan seperti sepatu dan kaus khusus latihan disediakan. Tapi, yang lebih penting, mereka membuat metode pelatihan yang ilmiah. Dibyo mengenal sesi khusus pengarahan di kelas, setelah bergabung di ASA. Di lapangan, anak-anak tidak melulu menendang bola, tapi juga sesekali memperagakan permainan mirip cabang olahraga bola tangan.

Dengan pelbagai kemewahan itu, tak aneh bila biaya di ASA mencapai Rp 3 juta per siswa untuk satu semester latihan. Mereka yang mampu membayar pun belum tentu masuk tim utama. Ada seleksi ketat untuk menentukan apakah seorang anak bisa masuk tim utama pada kelompok umurnya, atau hanya masuk kelas klinik (latihan biasa) yang digelar sekali sepekan. Tim utama atau ”excellent” inilah yang selalu mewakili ASA di berbagai turnamen kelompok umur.

Biaya latihan sebesar itu jelas di luar kemampuan dompet Ibu Enni. ”Kalau bayar sendiri, nggak kuat. Makanya anak saya beruntung banget,” kata pedagang soto dan es dawet yang selalu menemani putranya berlatih itu. Hal senada diungkapkan Rukhiyadi, karyawan bank milik pemerintah. Reynald Dermawan, putra Rukhiyadi, juga mendapat beasiswa dan masuk tim utama di kelompok umur 11 tahun.

Mahalnya biaya, menurut Hawkins, tidak bisa dihindari untuk menjaga kualitas latihan, termasuk membayar pelatih. Tarif latihan, menurut dia, sudah ditekan serendah mungkin. ASA juga bekerja sama dengan produsen perlengkapan olahraga untuk mendanai latihan. Produsen sepatu bola asal Spanyol, Kelme, dan pabrik bola Triple S dari Majalengka termasuk sponsor yang digaet ASA.

Hawkins mengklaim ASA merupakan sekolah sepak bola pertama di Indonesia yang menggunakan sistem berjenjang dari kelompok umur di bawah 10 tahun hingga 18 tahun. Ia mengatakan, sistem ini merupakan syarat mutlak untuk membangun tim nasional dan melahirkan pemain-pemain profesional. ”Kalau program ini berjalan terus, maka kita bisa membangun tim nasional yang kuat,” kata pria 32 tahun ini.

Selain di Jakarta, ASA juga membuka cabang di Bandung dan Bogor. Sebelumnya, ASA memiliki cabang di Sekayu, Sumatera Selatan, berkat dukungan dana Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin. Di sana, Hawkins ”berburu” bocah hingga ke pelosok untuk mengumpulkan calon pemain berbakat. Tapi program di Sekayu berhenti karena dana tak lagi mengalir. Kini, ia tengah mempersiapkan pembukaan sekolah serupa di Surabaya, Pontianak, Denpasar, dan Manado.

ASA menargetkan anak-anak asuhnya bisa bermain di Eropa dalam jangka waktu empat tahun ke depan. Tidak tanggung-tanggung, Hawkins bercita-cita melihat alumni ASA membela negara mereka di Piala Dunia 2014. Sejak dua tahun lalu, ia rajin mempromosikan para pemain terbaiknya ke beberapa klub di Liga Premier Inggris.

Dua tahun terakhir pengiriman pemain sudah dilakukan. Tapi tidak satu pun pemain Indonesia yang ikut serta. Baru April lalu, dua pemain lokal umur 15 tahun dikirim ke Manchester United untuk uji coba selama dua pekan. Biaya perjalanan mereka sepenuhnya ditanggung sendiri oleh orang tuanya. Hasilnya, menurut Hawkins, cukup menggembirakan. Mereka bisa mengimbangi tim umur 16 tahun di klub itu. Ia berharap dua pemain itu kelak menarik minat pemandu bakat klub-klub di sana.

Sebenarnya ada beberapa pemain Indonesia lain yang layak dikirim ke Inggris. Sayang, dana dari sponsor tidak mencukupi. Salah satu pemain yang tak bisa berangkat ketika itu adalah Dibyo. Padahal, Hawkins yakin penampilan bocah itu akan menarik minat pemandu bakat di Inggris. ”Saya masih mencarikan sponsor untuk dia tahun depan,” katanya.

Jika ada pemain lokal yang bisa menembus klub profesional di Inggris, hal itu akan mempermudah kerja Hawkins. Para pemandu bakat dengan sendirinya akan datang untuk mengamati dan menjemput pemain. Praktek ini telah lama berlangsung di Afrika. Para pemain muda berbakat di sana menjadi rebutan klub-klub elite Eropa. Merekalah yang kemudian menjadi pilar tim nasional di ajang Piala Dunia.

Harapan ini pula yang dipendam Dibyo dan kedua orang tuanya. ”Saya ingin main di Liga Inggris dan membawa Indonesia ke Piala Dunia,” kata Dibyo, yang mengagumi penyerang klub Arsenal asal Prancis, Thierry Henry.

Adek Media Roza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus