Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Nah, Sekarang Tiada Lagi Ampun

Ketua pemberantasan suap Acub Zainal menerima bukti penyuapan terhadap pemain PSMS Medan dari Amran Ys. Kasusnya terungkap di turnamen Piala Marah Halim. Mereka disuap lantaran tekanan ekonomi.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN terhadap "babi-babi suap" kini tampaknya di ambang pintu. Amran Ys. ketua klub bola PS Sinar Medan dan eks pengurus PSMS -- Kamis pekan lalu di Senayan, menjumpai Ketua Umum PSSI Kardono dan Ketua Tim Penanggulangan dan Pemberantasan Masalah Suap (TPPMS) Acub Zainal. Topik pembicaraan: soal suap-menyuap yang sudah menjadi penyakit kronis dalam sepak bola Indonesia. Tokoh bola yang berdomisili di Medan itu memiliki sejumlah barang bukti: kaset rekaman pengakuan sejumlah pemain, 7 lembar cek keluaran BRI Cabang Medan -- pembayaran dari penyuap untuk para pemain dan beberapa nama biang suap, seperti Omi, Anyi Uban, Herman, Yuming, Alien, Fahrizal, dan Indra. Amran juga melibatkan dua wartawan Medan -- Mulyadi dari harian Waspada dan Habibul dari harian Suara Indonesia Baru -- yang bersedia menjadi saksi. "Walaupun barang bukti itu belum diperlihatkan, kami sudah senang," ujar Acub. Selama ini memang soal pembuktian kasus suap-menyuap selalu menjadi tembok penghalang buat PSSI untuk menindak pemain apalagi terhadap si penyuapnya. Kamis pekan ini, Acub bersama sejumlah anggota TPPMS bertandang ke Medan sekaligus memeriksa barang-barang bukti yang disodokan Amran itu. Perolehan barang bukti ini terjadi pada saat berlangsungnya turnamen Piala Marah Halim, yang berlangsung di Medan Mei lalu. Begitu turnamen usai, Amran kaget karena salah seorang pemainnya yang memperkuat PSMS Medan menyodori selembar cek dari Bank Rakyat Indonesia yang bernilai puluhan juta. Cek ini, kata pemain tadi, merupakan bagian untuk Amran Ys., yang diberikan Alien -- seorang bandar judi sepak bola di Medan. "Yah, saya pura-pura saja senang menerimanya," kata Amran lagi. Ia kemudian segera pasang kuda-kuda. Para pemain PSMS dipanggil satu per satu dan dibujuk supaya ngomong. Sementara itu, dua wartawan Medan tadi rajin mengikuti gerak langkah Amran melakukan pengusutan. Para wartawan itulah yang merekam pengakuan sejumlah pemain Medan yang pernah menerima suap. Praktek suap di turnamen Piala Marah Halim 1988 yang sangat mencolok, menurut Amran, terjadi ketika PSMS melawan Persebaya. Dari pengakuan sejumlah pemain Medan, menurut skenario yang dibuat bandar suap, PSMS harus mengalah lawan Surabaya. Tentu saja sewaktu bertanding, pertahanan Medan dibuka lebar-lebar dan membiarkan Persebaya mencetak gol. Entah kenapa, arek-arek Surabaya juga kelihatan tak bersemangat membuat gol. Amran mencium, Persebaya juga menerima suap dari cukong lainnya dengan tujuan yang sama, yaitu mengalah dari lawannya. Pertandingan pun jadinya sangat menjemukan, karena kedua tim sama-sama ngotot tak mau menang. Tak heran kalau skor berakhir 0-0. Namun, tuduhan adanya soal suap di turnamen Piala Marah Halim itu dibantah. "Amran Ys. boleh saja menuding pemain PSMS terkena suap, tapi tunjuk siapa orangnya," begitu tantangan Ketua Umum PSMS, M. Nuh. Lagi pula, Nuh beranggapan, PSMS sudah tampil baik dan maksimal. "Kalau disuap, mana mungkin PSMS bisa ke final, dan mana ada kesebelasan yang disuap supaya menang," katanya lagi. Anehnya, sejumlah pemain PSMS memang mengaku menerima suap. Dan pengakuan itu diberikan kepada Amran, yang disaksikan dan direkam oleh dua wartawan Medan itu. Hasil pemantauan wartawan TEMPO di Medan, sejumlah pemain PSMS kini dihinggapi rasa gelisah bercampur takut, bahkan ada yang sampai sulit tidur. "Kenapa Bang Amran sampai tega menjerat kami?" tutur seorang pemain dengan nada memelas. Padahal, mereka terlibat suap semata-mata karena tekanan ekonomi. Misalnya saja, kompetisi perserikatan yang dimainkan home and away terkadang membuat pemain harus meninggalkan keluarganya sampai 6 bulan. Celakanya, uang saku yang diterima pemain hanya berkisar Rp 300 ribu. "Mana cukup uang itu untuk anak bini selama kami tinggalkan," tutur pemain PSMS lainnya. "Makanya, pemain mudah tergoda untuk disuap," tuturnya lagi. Namun, genderang perang terhadap suap yang ditabuh Amran Ys. sudah telanjur keras bunyinya. Kini ada seorang bekas "kibus" yang bersedia buka mulut. Dialah Thahir Lestaluhu, 28 tahun, yang pernah menjadi kaki tangan cukong suap bernama Herman. Pada TEMPO, bekas pemain Krama Yudha Tiga Berlian itu menyatakan siap mendukung Amran Ys. dalam membongkar soal suap sampai ke pengadilan. Atas perintah Herman, Thahir mengaku pernah "menggarap" Pelita Jaya bermain seri melawan Krama Yudha di kompetisi Galatama tahun 1986. Ia juga pernah memberikan uang sogok Rp 15 juta kepada pemain PSP Padang. Kompetisi perserikatan pun ikut digarap tahun lalu. Antara lain ia pernah menyuap beberapa pemain PSMS Medan dan Persib Bandung. Dan kini pemain-pemain tersebut masih aktif bahkan ada menjadi pemain nasional. Kenapa ia mau melakukan itu semua? "Saya bukan seorang bintang sepak bola. Tapi saya ingin hidup mewah," jawab Thahir. Pendidikannya juga hanya sampai kelas 2 SD. Ia kini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang memiliki tiga kamar tidur di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Sementara itu, di ruang tamunya teronggok sebuah video dan tivi beserta stereo set mini-compo. "Inilah hasil saya selama ini," ujarnya. Belakangan rasa bersalah mulai menjalar dalam dirinya. Tahun lalu ia dibuatkan paspor oleh Herman dan ditugaskan ke luar negeri. Misinya antara lain ngerjain tim PSSI pre-Olimpik di Singapura dan tim Liga Selection yang sedang berlaga di turnamen Piala Raja di Bangkok. "Wah, ini sudah menyangkut nama negara. Saya sebenarnya tak mau menjual negara." Di kantung Thahir kini ada 16 nama cukong suap lainnya. Budiono Darsono, Linda Djalil, dan Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus