BOSTON Marathon bukan hanya sekadar gelanggang bersejarah. Arena
perlombaan taya tahan yang berumur 87 tahun itu ternyata uga
menghasilkan rekor fantastis buat kaum wanita, ketika Joan
Benoit, 18 April lalu, memotong garis finish dalam 2 jam 22
menit 42 detik. Ia berhasil memperpendek rekor dunia 2 :25 :29
atas nama pelari Selandia Baru, Allison Roe yang diciptakan satu
setengah tahun lalu di New York.
Pemecahan rekor oleh Benoit yang hampir tiga menit itu mungkin
sulit ditandingi. Apalagi kalau diingat lintasan Boston yang
berbu it-buht. Sampai-sampai ada tempat yang dijuluki break
heart hid (bukit jantung pecah). "Dia menggasak lomba marathon
untuk jangka waktu 5 tahun," ucap Fred Lebow, penyelenggara
lomba tahunan New York City Marathon.
Kata-kata Lebow, cukong yang jenggotan itu menggambarkan betapa
taamnya waktu yang dipatok Benoit. Rupanya dia memperhitungkan
waktu setajam Benoit baru akan terjadi dalam 5 perlombaan
mendatang.
Sulitnya perbaikan dengan waktu setajam itu, terlihat dari
Allison Roe sendiri yang hanya berhasil mempercepat 13 detik
dari rekor dunia yang waktu itu dipegang Grete Waitz. Dan ketika
Waitz ingin merebut rekor itu kembali di bawah cucuran keringat
dan air hujan di Marathon London, 10 April, dia ternyata hanya
mampu menyamainya saja.
Dari Benoit bukan hanya percepatan 3 menit itu yang mengagumkan.
Kemenangannya atas pelari-pelari putri yang tampil, benar-benar
meyakinkan. Pelari Kanada, Jacqueline Garreau yang pernah juara
Boston, dibikinnya keteter sejauh 7 menit dan hanya bisa menduduki
tempat kedua. Sementara dari Greg Meyer (pelari AS) yang menjuarai
kelompok putra, Benoit memang tertinggal sekitar 13 menit.
Begitu lepas dari garis start bersama ribuan pelari putra dan
putri dari berbagai negara, Benoit langsung tancap gas.
Satusatunya pelari yang membuntutinya adalah Kevin Ryan, pelari
putra dari Selandia Baru yang muncul dalam lomba sambil meliput
pertarungan Pelari putri untuk sebuah stasiun tv lokal.
"Pada tahapan pertama perlombaan dia melesat," kata Ryan. dan
begitu penonton yang berie)al memberikan dukungan berupa sorak
sorai yang riuh, Benoit bertambah laju pula.
Ketika melewati jarak 8 mil, Benoit yang tidak pernah memakai
jam tangan kalau sedang berlomba itu, bertanya kepada Kevin Ryan
mengenai kecepatannya. "Anda lari dengan kecepatan 5 menit 9
detik untuk tiap satu mil," jawab Ryan. "Oh, Tuhanku. . . " dan
Benoit berlayar terus dengan kecepatan itu menuju finish.
Menurut ceritanya, inilah untuk pertama kali Benoit mau pusing
dengan orang yang memegang jam di sebelahnya. Karena menurut
dia, pelari yang baik tidak akan peduli dengan waktu yang sudah
dia tempuh. Tak mau tahu dengan patok-patok jarak yang dipasang
di pinggir lintasan. "Semua yang ada di sekitar Anda harus
dilupakan. Tak peduli itu penonton, patok jarak maupun pos
minum," katanya.
Benoit, pelatih lari lintas alam dari Universitas Boston itu
memang berhati besi. Tiga hari menjelang Tahun Baru 1982 dia
tergeletak di rumah sakit. Dari kedua tumitnya berhasil
dikeluarkan gumpalan air. Sebuah torehan pisau operasi terpaksa
dilakukan untuk membetulkan tulang tumitnya yang retak.
Dia pulang dari rumah sakit dengan gips membalut kakinya. Tetapi
semangat pelari yang sebelum menumbangkan rekor baru memiliki
catatan waktu 2:26:11 itu tidak kehabisan api. Dua hari kemudian
dia sudah nangkring di sadal argocycle. Sebulan kemudian dia
memulihkan daya tahannya dengan berenang. Bulan berikutnya dia
sudah ngeloyor di jalanan. Berlatih sampai 100 km per minggu.
Rekor dunia bukan cita-citanya yang penghabisan. Dia ingin
tampil sebagai juara dalam Olympiade. "Itu adalah mimpi semua
orang, saya kira. Bayangkanlah, ketika masih kecil, kalau kita
sedang berlari di jalan kita membayangkan diri kita sedang
berlari di Olympiade," kata pelari cantik, berambut pendek
dengan leher jenjang itu.
Benoit, 25 tahun, yang memegang gelar sarJana sejarah dan hukum
lingkungan itu tidak bercita-cita menjadi pelari top sampai ajal
menghadang. Kalau memang sudah tak mampu lagi, dia ingin
meninggalkan medan lomba. Berkonsentrasi melatih pelari muda.
Kalau mungkin dia ingin hidup menyendiri di sebuah kota pantai
yang sepi. Dan membuka toko koleksi perangko. Satu kegemaran
yang sudah dia mulai sejak kelas 5 sekolah dasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini