Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Berita Tempo Plus

Pesan bekas juara

Direktur pusat latihan Olimpiade As (Olympic Training Center), Bob Mathias, 54, berkunjung ke Jakarta atlet Indonesia akan dilatih di pusat latihan tersebut. (or)

15 Desember 1984 | 00.00 WIB

Pesan bekas juara
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TUBUHNYA kini tampak gemuk. Dengan tinggi sekitar 190 cm dan berat 80 kg lebih, Bob Mathias, bekas juara dasalomba dua kali Olimpiade itu, toh, tampak segar dan bersemangat. Terutama ketika berbicara mengenai atletik, bidang yang sudah digelutinya lebih dari separuh usianya. "Keadaan di sini sudah banyak berubah," ujar Bob, yang 1955 lalu pernah ke Indonesia, Jumat pekan lalu ketika memulai kunjungan keduanya di Jakarta. Datang sebagai tamu Menpora Abdul Gafur, bekas juara Olimpiade London, 1948, dan Helsinki, 1952--yang kini jadi direktur Pusat Latihan Olimpiade AS di Colorado Spring - itu mengatakan, dulu ia hanya melihat ada satu lapangan atletik di Jakarta, yakni, di lapangan Ikada. "Tapi, kini sudah ada Senayan yang megah ini", katanya kepada TEMPO sambil mendongakkan kepalanya ke keliling stadion berkapasitas 100.000 penonton itu. Dan bukan hanya itu, Bob mengaku. Ia juga mendengar prestasi atletik di sini cukup maju. "Sudah ada atlet yang bisa masuk semifinal Olimpiade (maksudnya Purnomo Red.), itu berarti kemajuan," kata bapak tiga anak itu serius. "Dengan latihan lebih keras dan penanganan yang lebih tepat, kans atlet itu menjadi juara Olimpiade terbuka lebar." Bob, 54, yang menjadi juara dasalomba, dalam usia 17 tahun, tegas membantah bahwa ada hambatan postur tubuh dalam menjadikan seorang atlet sebagai pemecah rekor. "Berlatihlah dengan keras dan dengan metode yang tepat. Itulah syarat penting yang harus dimiliki seorang atlet kalau mau berprestasi," kata bekas kapten marinir itu. Prinsip dan metode berlatih yang tepat itulah, yang sejak Juni 1977, ketika ia diangkat sebagai direktur Pusat Latihan Olimpiade AS, gencar diterapkannya pada atlet-atlet AS. Memimpin satu kompleks pemusatan latihan berkapasitas 400 atlet di Colorado, Bob bisa disebut sebagai tokoh pertama yang sejak tujuh tahun lalu menerapkan sistem training center di AS. Sebelumnya, cabang-cabang olah raga di sana berlatih di bawah pengawasan asosiasi atau federasi olah raga masing-masing. Waktu itu hasilnya dianggap kurang memadai.Artinya, menurut Bob, terasa kecenderungan pemecahan rekor makin berkurang. Sayang, dia tak menyebutkan data. "Namun pasti, setelah dibentuknya Pusat Latihan di Colorado Spring itu, banyak pemecahan rekor, seperti terbukti di Olimpiade Los Angeles," katanya lagi. Untuk menjalankan pusat latihan tadi Bob mengatakan, ia tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah. "Olympic Training Center itu sepenuhnya swasta, sama halnya dengan United States Olympic Committee (USOC)" - semacam KONI di sini - kata Bob lagi. Tapi, USOC memang bertanggung jawab membiayai pusat latihan Olimpiade tadi. Misalnya, dengan mengatur penyaluran dana yang datang dari pelbagai perusahaan swasta. Ada puluhan perusahaan swasta yang membantu pendanaan pusat latihan tersebut. Yang besar, misalnya, perusahaan mobil Ford dan perusahaan minuman Coca Cola. Menurut Bob, yang pernah lima tahun lebih menjadi anggota Kongres itu, setiap tahun diperkirakan Rp 1,5 milyar diperlukan untuk membiayai pusat latihan yang dipimpinnya. Lebih dari 50 persen di antaranya dihabiskan untuk makan. Dia tak memperinci jenis makananyang disediakan, tapi diakuinya soal makanan itu, termasuk prioritas utama. Sebab, dengan makanan dan fasilitas latihan yang cukup, para atlet, katanya "tak punya alasan untuk tidak latihan". Yang menarik, katanya lagi, di TC itu tak ada pelatih khusus. "Semua atlet dibiarkan berlatih sendiri-sendiri. Mereka mula-mula saja diberi petunjuk latihan, setelah itu terserah, atlet menerapkannya di tempat latihan masing-masing," ujar pria kelahiran California itu. Dengan suasana seperti ltu, tak heran, peminat mau masuk ke TC itu besar. Tahun lalu, sekitar 10.000 atlet yang dikirim oleh federasi olah raganya masing-masing dilatih di sana. Tahun ini peminat yang rata-rata berlatih 1 - 2 minggu itu tetap meningkat. Atlet Indonesia, kabarnya, juga akan dikirim ke sana. Siapa? "Masih dalam pembicaraan," kata sekjen KONI, M.F. Siregar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus