Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Mencegah republik yang sarat utang

Kredit ekspor bumn dianggap cukup besar sehingga presiden mengeluarkan Inpres no.8 untuk mengatur persetujuan pinjaman baru. Exim Bank AS kurang setuju tetapi menerima setelah ada saingan exim bank jepang.(eb)

15 Desember 1984 | 00.00 WIB

Mencegah republik yang sarat utang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
INDONESIA rupanya diam-diam sedang terancam utang. Tahun anggaran ini, jika semua keinginan banyak badan usaha milik negara dituruti, utang itu akan mencapai US$ 4 milyar. Utang baru segede itu mengkhawatirkan, mengingat jangka pengembalian pinjaman relatif lebih pendek, dibandingkan kredit sindikasi dari bankbank komersial. Malapetaka seperti utang Pertamina, boleh jadi, akan terulang bila kredit ekspor baru itu tidak direm. Karena alasan itu, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No. 8 di bulan Oktober, untuk mengatur persetujuan pinjaman baru ltu supaya leblh tertlb. Pengendalian mendesak dilakukan supaya beban pembayaran utang pemerintah, yang pada akhir 1983 sudah mencapai hampir US$ 35 milyar, tidak terlalu berat nantinya (Lihat: Grafik 1). Tahun anggaran ini, alokasi untuk persetujuan kredit ekspor baru ditetapkan tidak lebih dari US$ 1,5 milyar. Tender internasional harus dilakukan untuk proyek yang dibiayai dengan kredit ekspor, atau campuran antara kredit ekspor dan dana lunak. Jika proyek tersebut hanya bisa dibiayai penyuplai barang modal tertentu, maka tender tidak perlu diadakan. Pemerintah tetap membuka kemungkinan sebuah proyek bisa dibiayai dana lunak sepenuhnya bagi sebuah proyek yang tak termasuk dalam proyek kredit ekspor, asal pengembalian utangnya berjangka 25 tahun, dengan masa bebas mencicil sekurang-kurangnya tujuh tahun - dan hanya berbunga setinggi-tingginya 3,5% setahun. Di bawah Inpres No. 8 ini, tak ada sebuah proyek yan dibiayai kredit ekspor bisa diproses tanpa persetujuan Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana. Presiden tampaknya ingir menghentikan usaha peminjaman, yang dllakukan selum lah badan usaha milik negar. (BUMN) secara gencar bela kangan ini, yang tak melalu tangan pejabat ekonomi. Dengan kebijaksanaan baru itu pemermtah sekaligus berusa ha mempromosikan proyel yang bisa dibiayai secara cam puran antara kredit ekspo dan bantuan pemerintah negara-negara industri. Reaksi pertama datang dar pihak Exim Bank AS. Willian Draper III, presiden direktur lembaga keuangan milik pemerintah AS itu, mengkritik: pengaitan bantuan lunak dengan kredit ekspor untuk membiayai proyek komersial hakikatnya merupakan "sebuah perampasan". Exim Bank AS, yang dalam tempo kurang dari setahun sudah bisa menyalurkan kredit ekspor ke sini sebesar US$ 893 juta lebih, rupanya cukup gusar. "Kami sebetulnya tidak suka dengan adanya kebijaksanaan baru ini," kata sebuah sumber yang dekat dengan Exim Bank AS. "Karena dengan bunga yang rendah, dan jangka pengembalian cukup lama, kami sesungguhnya tak bisa sama sekali memetik keuntungan." Maklum, kredit ekspor dari Exim Bank AS biasanya punya jangka pengembalian 8 sampai 10 tahun, dengan bunga 10,7% untuk Indonesia. Tingkat bunga minimum itu merupakan hasil kesepakatan bersama antara Exim Bank AS, Jerman Barat, Inggris, dan Prancis, belum lama ini. Pencicilan utang ditentukan sudah harus dimulai enam bulan setelah sebuah proyek selesai dibangun. Dengan cara inilah Exim Bank AS berusaha membantu industri negeri itu, terutama untuk menjual barang modalnya ke negara berkembang. Dan demi menolong Cincinnati Milacron Inc. bisa menjual barang modalnya ke PT Nurtanio, Exim Bank AS terpaksa melanggar ketentuannya sendiri. Belum lama ini, Exim Bank AS meneken kontrak pengadaan alat pembuat komponen pesawat dari Cincinnati dengan nilai US$ 100 juta lebih, disertai bunga hanya 6,5% dan berjangka pengembalian 20 tahun untuk Nurtanio. Denan cara itulah, tawaran Exim Bank Prancis, yang berani hanya mengenakan bunga 9,5%, rencananya, bisa dikalahkan. "Tapi kini, kami tidak akan melakukannya lagi," ujar Draper, akhir November lalu di Jakarta. Hampir sebulan kemudian, sikap mendongkol Exim Bank AS ini rupanya mulai mendingan. Ketika ditanya kembali lewat teleks oleh wartawar TEMPO, Yulia S. Madjid, Exim Bank AS menyatakan akan tetap berusaha memperluas komitmen pembiayaannya di sini. Bank itu juga menyambut baik ketentuan pembiayaan kredit ekspor yang harus dicampur dengan bantuan lunak ataupun hibah. Perubahan sikap tampaknya terjadi sesudah pihak Exim Bank AS menyadari kemungkinan masuknya lembaga keuangan negara lain untuk menawarkan pembiayaan dengan harga cukup murah ke Indonesia. Saingan paling beratnya di sini mungkin Exlm Bank Jepang. Lembaga keuangan milik pemerintah Jepang itu berani menyediakan kredit ekspor untuk pelbagai proyek di sini, seperti PT Aceh Asean Fertilizer, dengan bunga hanya 7,6%, berjangka pengembalian 25 tahun - dengan masa bebas menclcll utang selama tujuh tahun. Hingga kini, Exim BankJepang sudah menyalurkan kredit ekspor sebesar 4 milyar yen, termasuk 1,5 milyar yen yang pembiayaannya dicampur, baik dengan kredit lunak maupun hibah. Tak ada keberatan yang dikemukakan pihak itu, jika kredit ekspor diberikan dalam bentuk satu paket (dicampur), baik dengan kredit lunak maupun hibah. Exim Bank Jepang malah beranggapan, kedudukan kredit lunak dan hibah menjadi jelas dengan keluarnya ketentuan baru itu. "Sebab, sebelum ini tidak semua negara pemberi kredit ekspor juga memberi kredit lunak yang cukup besar ke Indonesia," ujar Toshihiko Kinoshita, kepala perwakilan Exim Bank Jepang di Jakarta. Tentu saja, Kinoshita tak bermaksud menyindir Korea Selatan dan Jerman Barat. Korea Selatan, misalnya, hingga Desember tahun lalu telah menyalurkan kredit ekspor US$ 94 juta -- sementara negara itu sama sekali tak tercatat memberikan bantuan lunak. Sedangkan Jerman Barat, yang hanya memberikan bantuan lunak US$ 45 juta, menyalurkan kredit hampir US$ 59 juta. Tak jelas benar apakah kedua negara itu akan mundur dalam menhadapi ketentuan baru tadi. Kedua negara itu, tampaknya, perlu bersikap realistis mengingat banyak negara industri kini mau menerim pembiayaan campuran kredi ekspor dengan kredit lunak maupun hibah. Kredit ekspol dari Exim Bank Jepang untuk proyek Aceh Asean Fertilizer misalnya, dicampur dengan kredit lunak dari Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) Jepang. Bunga yan dikenakan OECF untuk kredit lunaknya tahun ini masih 3,5% setahun. Sedangkan jangka pengembaliannya kini 20 tahun - makin pendek dibandingkan tahun lalu yan 30 tahun. Hingga tahun ini, jumlah kredit lunak dari lembaga itu sudah 1.000 milyar yen lebih. Belum jelas benar apakah jangka pengembalian itu kelak akan berubah jadi 25 tahun seperti diharuskan Inpres No. 8 itu, jika nantinya ada persetujuan pinjaman baru. Tapl se)auh Ini, menurut Yoshio Ezaki dari OECF, "Kebijaksanaan pemerintah itu tidak akan mempengaruhi kebijaksanaan bantuan yang diberikan pada Indonesia." Tentu tidak mudah bagi pemerintah untuk memperoleh pinjaman lunak seperti disyaratkan dalam Inpres itu, pada saat banyak negara lain juga membutuhkan dana murah. Apa boleh buat, perjuangan keras harus dilakukan, mengingat kewajiban membayar utang pemenntah, ketlka hasil minyak makin tipis, justru meningkat tahun-tahun mendatang (Lihat: Grafik 11). Nah, supaya beban itu tidak makin berat, maka komitmen kredit ekspor perlu dikendalikan, sekalipun ada BUMN yang sedang bersemangat membangun bakal tertunda ekspansi proyeknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus