Pekan ini, Yayuk Basuki mulai debutnya di turnamen Amerika Terbuka. Sebagai pemain profesional, ternyata ia belum menjadi anggota WTA. Apa untung ruginya menjadi anggota itu? PETENIS Yayuk Basuki sekarang ini sedang diuji sikap profesionalismenya. Ia terus-menerus bermain, lepas dari satu turnamen disambut turnamen yang lain. Lelah? Itulah yang tampaknya terjadi setelah Yayuk mengakhiri turnamen Virginia Slims di Manhattan Beach, California, AS. Semestinya, dari sini ia menuju ke turnamen Off Track Betting (OTB) Terbuka di Schenectady, New York. Yayuk memutuskan untuk tidak mengikuti turnamen ini sebagai pemain tunggal walau ia sempat dimasukkan unggulan ketujuh. Alasannya, ya, kelelahan itu tadi. Padahal, bagi petenis profesional dunia lainnya, turnamen OTB Terbuka yang menyediakan hadiah total US$ 100.000 adalah pemanasan untuk kejuaraan seri grandslam terakhir 1991, Amerika Terbuka. Pengunduran diri Yayuk disayangkan pihak panitia. Apalagi para penggemar dan pengamat tenis di sana ingin menyaksikan kehebatan petenis andalan Indonesia ini. Keberhasilannya melaju ke putaran ketiga pada turnamen tenis paling bergengsi di dunia, Wimbledon, Juli lalu, membuat peringkatnya melejit ke urutan 39 dunia. Yayuk betul-betul lelah. Sejak April lalu, ia praktis tak pernah pisah dengan raket tenis. Ia berangkat ke Ceko-Slovakia untuk berlatih menghadapi turnamen tenis Prancis Terbuka. Setelah itu, ia terbang ke Inggris, untuk berlatih dan mengikuti pertandingan di Wimbledon. Usai Wimbledon, pertengahan Juli lalu, Yayuk harus berangkat ke Nottingham, untuk membela nama Indonesia dalam kejuaraan beregu putri memperebutkan Piala Federasi. Tatkala kembali ke Jakarta, akhir Juli lalu, waktu luang satu minggu itu tak bisa dimanfaatkannya dengan baik karena ia terjebak pada "upacara" pemberian hadiah. Praktis, selama tiga bulan, tidak pernah istirahat. Di turnamen berhadiah total US$ 350.000 di Manhattan Beach itu prestasi Yayuk tak mengecewakan. Ia berhasil lolos ke babak ketiga sebelum dihadang oleh petenis Jepang Kimiko Date, yang peringkatnya jauh di bawahnya, 112. Di nomor ganda bersama petenis asal Inggris, Jo Durie, ia melaju sampai babak semifinal. Setelah itulah ia tampak lelah. Prestasi di Manhattan Beach ini membuat peringkat Yayuk naik dari 39 dunia menjadi 36. Di OTB Terbuka, Yayuk hanya tercatat sebagai pemain ganda berpasangan dengan petenis Jepang, Nana Miyagi. Namun, pasangan ini memberikan kemenangan walk over (WO) kepada lawannya di babak pertama karena Nana Miyagi harus berangkat ke New York mengikuti babak kualifikasi Amerika Terbuka, yang mulai digelar awal pekan ini. Di nomor tunggal Yayuk mundur walau ia masuk unggulan ketujuh. Maka, yang terjadi adalah Yayuk mendapat "nilai kurang" di mata komite disiplin Women Tennis Association (WTA). Denda US$ 250 dari panitia. "Yayuk memang lebih memusatkan diri untuk menghadapi AS Terbuka. Di samping untuk menghemat energi," itu alasan yang diungkapkan Jiri Waters, pelatih Yayuk Basuki. Sanksi dari WTA memang tidak ada. Bukannya tak ada aturan, tetapi karena Yayuk sebenarnya belum menjadi anggota WTA, sebagaimana yang diungkapkan Susan Vosburgh, asisten direktur pada Management Information System WTA. Kalau begitu, perlukah seorang Yayuk menjadi anggota WTA? Ini sebuah perdebatan yang bisa panjang. Menurut Suzana Anggarkusuma, untuk pemain yang berprestasi seperti Yayuk, tampaknya perlu untuk mendaftar menjadi anggota WTA. Apalagi ia sudah secara terbuka menyebutkan dirinya profesional. Namun, bagi pemain lainnya, Suzana menganjurkan tak perlu menjadi anggota WTA dan tetap saja di amatir. "Nanti kalau sudah bisa berprestasi seperti Yayuk, baru berpikir ke profesional," katanya. Eddy Katimansyah, Sekretaris Jenderal PB Pelti, berpendapat serupa. Sebaiknya Yayuk menjadi anggota WTA, yang artinya resmi menjadi pemain profesional. Keuntungannya, akan mendapat kesempatan lebih banyak untuk mengikuti pertandingan ekshibisi. Selain itu, ada kemungkinan untuk mendapat bantuan kalau ada masalah dengan perkumpulan tenis setempat, dikirimi berita-berita rutin untuk mengembangkan wawasan, serta kontak dengan petenis-petenis lainnya. Juga ada asuransi. "Seperti IDI. Dokter yang bukan anggota IDI juga bisa buka praktek, tapi kalau masuk IDI dia akan dapat bantuan organisasi jika ada masalah," ujar Eddy, yang dokter ahli kandungan. Risikonya, jika Yayuk menjadi anggota WTA, ia resmi menjadi pemain profesional, "Berarti dia bukan anak Pelti lagi, artinya dia tidak dibina oleh Pelti. Segala sesuatu dia urus sendiri," kata Eddy Katimansyah. Bagi Ponco Sutowo, Ketua Bidang Pembinaan PB Pelti, Yayuk lehih baik tetap seperti sekarang, profesional tapi tak terdaftar sebagai anggota WTA. "Selama bisa bermain di pro dan bisa mengikuti turnamen besar seperti grand slam, biarkan saja," ucap Ponco Sutowo kepada Bambang Sujatmoko dari TEMPO. Yayuk sendiri belum menentukan sikap. Sebenarnya batasan pro dan amatir di tenis hampir tak ada. Pemain pro bisa mengikuti pertandingan di amatir. Namun, menurut Eddy, sebaiknya Yayuk tegas-tegas memilih. Supaya konsentrasinya tidak terpecah. "Kalau ia resmi menjadi pemain profesional, Yayuk bisa saja minta bayaran kalau ia diminta main membela negara. Kan ia harus membayar manajer dan pelatih?" kata Eddy. Kalau Yayuk tak mau main untuk negara, di SEA Games, misalnya, tak ada sanksi apa-apa. Masalahnya, apa Yayuk masih dibutuhkan untuk turnamen semacam SEA Games. Rudy Novrianto dan Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini