HARAPAN Pengacara Harjono Tjitrosoebono dan kawan-kawan mempersatukan advokat dalam wadah tunggal Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) makin lenyap. Mereka bahkan tertinggal jauh dibandingkan dengan wadah tunggal saingannya: Perhimpunan Organisasi Pengacara Indonesia (Poperi). Sabtu pekan lalu, misalnya, kelompok Gani Djemat menyinggung perlu masuknya ketentuan mengenai wadah tunggal pengacara dalam RUU Pelayanan Hukum. Tapi, wadah tunggal yang mana? Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) pimpinan Gani Djemat, yang terbentuk setelah Musyawarah Nasional (Munas) Ikadin, diwarnai keributan antaradvokat? Juli tahun silam AAI memang berhasil menggelindingkan diri sebagai wadah satu-satunya yang diakui Pemerintah. Disokong Menteri Dalam Negeri Rudini dan Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Maret lalu, AAI sukses mengumpulkan sepuluh organisasi pengacara, termasuk Ikadin, yang sepakat membentuk wadah persatuan baru. Lalu, dua bulan kemudian, Gani Djemat dan kawan-kawan mengadakan munas pembentukan wadah baru advokat dan nonadvokat. Memang wadah tunggal tidak segera terbentuk, karena Ikadin dan tiga satelitnya tidak ikut munas. Tapi, kepada siapa Pemerintah mendukung, itu sudah jelas. "Organisasi baru ini kompak, tidak ada benjol-benjol," ujar Menteri Kehakiman Ismail Saleh, setelah terbentuknya wadah baru bernama Poperi itu. Poperi dan enam anak organisasinya mengembangkan sayap ke mana-mana. Misalnya, izin menyelenggarakan lokakarya menyongsong RUU Pelayanan Hukum, yang diselenggarakan AAI di Orchid Palace Hotel, Jakarta, Sabtu pekan lalu, keluar tanpa ganjalan sedikit pun. Sebaliknya, "rakhmat" serupa tidak kunjung mendatangi Ikadin. Bahkan, rencana mereka mengadakan halal bihalal gagal lantaran tidak diizinkan oleh yang berwajib. Dua bulan lalu, Ikadin memasukkan permohonan ke polisi. Mereka mau mengadakan munas luar biasa (munaslub), yang direncanakan diadakan pada Agustus ini. "Kami mau mengadakan rekonsiliasi di tubuh Ikadin," kata Maruli Simorangkir, pengurus pusat Ikadin. Tak kurang dari Pengusaha Probosutedjo, yang jelas bukan pengacara, mereka rangkul sebagai ketua kehormatan Ikadin. Harjono menyatakan siap mundur bila diminta oleh para anggotanya. Namun, sampai sekarang, kepolisian belum mengeluarkan izin. Soalnya, rekomendasi Menteri Dalam Negeri -- sebagai syarat perizinan itu juga belum keluar. "Ikadin belum memenuhi per- syaratan prosedural untuk menyelenggarakan munas," kata Dirjen Sospol Hari Soegiman. Antara lain, proposal munaslub belum dikirim Ikadin. "Munas Poperi dulu lancar izinnya karena mereka serius. Tiga bulan mereka mempersiapkan rancangan tata tertib dan sebagainya," Hari Soegiman melanjutkan. Sementara itu, para pengurus Poperi terus bergerak. Begitu keluar dari pertemuan dengan Kapolri, awal bulan ini, mereka menyatakan bahwa setiap organisasi profesi hukum harus mendapatkan rekomendasi Poperi. Alasannya, "Poperi adalah wadah tunggal berdasarkan UU Keormasan 1985, yang sudah direstui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman," kata Hakim Simamora, Ketua Presidium Poperi. Pernyataan itu tentu saja menyengat kaum Ikadin. Sebab, rekomendasi itu bisa didapat bila Ikadin rela menjadi anggota Poperi. "Padahal, tidak ada aturannya Poperi punya wewenang memberikan rekomendasi," Sekjen Ikadin Djohan Djauhary membalas. Kini, Ikadin sedang mempersiapkan proposal yang diminta Ditjen Hari Soegiman meskipun mereka pesimistis munaslub bisa diselenggarakan -- lantaran Pemilu 1992 sudab dekat. Ardian Taufik Gesuri dan Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini