Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sang Pendeta Dengan 11 Pasangannya

Pemain ganda yang tak pernah terkalahkan. Meniti karir mulai dari klub mutiara bandung sampai menjadi juara di berbagai turnamen. (or)

26 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANGNYA kalem, rendah hati, pendiam. Dan sungguh, dari wajahnya tak tecermin ambisi untuk jadi juara. Maka, di Klub Mutiara Bandung ia mendapat julukan sang "pendeta". Tapi dialah pemain ganda yang lima kaliberturut-turut dalam perebutan Piala Thomas barusan tak terkalahkan. "Waktu turun main, rasanya beban mental jadi dua kali lipat," katanya tentang pertandingan finalnya di Kuala Lumpur. Terlahir sebagai Tjhie Beng Goat, "Saya sebenarnya dulunya hanya Ikut-ikutan saudara saya main bulu tangkis," kata anak bungsu dari enam saudara ini. Dan Christ kecil sebenarya lebih menyukai sepak bola. Tapi seorang temannya melihat bakat permainan anak guru SD Kristen, Purwokerto, Jawa Tengah, itu. Sukimin, nama teman itu adalah orang pertama yang menemukan dirinya, yang mendorongnya masuk klub bulu tangkis, di kota kelahirannya, Purwokerto. Tapi hingga ia meninggalkan Purwokerto untuk melanjutkan kuliah di STO Bandung, 1970, Christ tak berprestasi secuilpun. Daliyo, pelatih pertamanya, kesal juga. Dalam turnamen se-Jawa Tengah, 1967, menurut perhitungan Daliyo, Christian seharusnya masuk delapan besar. "Tapi ia kalah melawan pemain dari Solo," tutur pelatih yang kini berusia 55 tahun itu. Dan kalahnya Christ bukan karena ia kurang pintar, "Tapi ia tak punya daya juang," kata Daliyo pula. Sifatnya yang lemah-lembut, menurut pelatih itu, banyak menguntungkan musuh-musuhnya. Suntikan ambisi jadi juara diperoleh Christ sewaktu ia nongkrong di depan pesawat televisi kakaknya di Bandung, menyaksikan perebutan Piala Thomas 1970. "Melihat wajah-wajah pemain besar kita, seperti Rudy Hartono dan Mulyadi, entah dari mana datangnya, berdesir di hati saya untuk terjun dalam olah raga badminton," tutur Christ di rumahnya, di kompleks perumahan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Padahal, waktu itu sudah dua tahun ia tak mengayun raket, bukan karena apa-apa cuma karena malas. Maka, begitu tergabung dalam Klub Mutiara di Bandung, 1970 itu, ia bukan lagi Christ yang tak punya daya juang. Meski, dari luar seperti tak ada perubahan dalam penampilannya: tetap rendah hati, pendiam, tak obral kata-kata. Bahkan menurut Stanley Gouw, pelatihnya ketika pertama kali Christ masuk training centre, bila Christ merasa permainannya menurun, ia akan diam-diam berlatih sendiri. Prestasi pertamanya, 1971, dalam kejuaraan nasional di Yogyakarta. Bersama Atik Jauhari dia menjadi juara pertama dalam nomor ganda. Kemudian 1972 dan 1973, berpasangan dengan Ade Chandra, ia menjuarai ganda putra di kejuaraan All England. Selanjutnya, dengan pasangan yang berganti-ganti, Christ menjuarai berbagai turnamen nasional dan internasional. Ia memang dikenal sebagai khusus pemain ganda yang bisa menyesuaikan permainannya dengan gaya bermain pasangannya. Tak kurang 11 pemain bulu tangkis Indonesia pernah berduet dengannya, antara lain Liem Swie King, Icuk, dan TJuntjun. Keampuhan main berpasangan juga dibuktikannya dalam nomor ganda campuran besama Imelda Wiguna dengan menjadi juara All England, tahun 1979. Pasangan ini merupakan pemain Asia pertama yang merebut nomor yang selalu didominasi pasangan Eropa itu. "Daya refleks dan antisipasinya sangat cepat," kata Ade Chandra. Agaknya, watak ayah dua anak ini memang cocok dengan permainan ganda. Memang, ia pernah berambisi, jadi pemain tunggal pula. Ia pernah masuk final All England, tapi dikalahkan Rudy Hartono, 1973. Dan melihat permainan saingannya (Rudy Hartono, Iie Sumirat, antara lain), ia cukup tahu diri dan meninggalkan cita-citanya itu. Christ boleh dibilang tak pernah menuntut pada pasangannya untuk harus begini atau begitu. Dia sendirilah yang kemudian menyesuaikan diri. Termasuk dalam berpasangan di rumah tangganya dengan Yoke, adik ipar Rudy Hartono. "Mas Christ orangnya nggak rewelan, apa saja ia makan," tutur sang istri. Memang ada kecualinya, jangan coba menyuruh dia minum susu. Ia tak doyan. Pun menurut Hadinata, ayahnya, anak bungsunya yang gemar warna putih itu sejak kecil selalu nrimo, tak menuntut macam-macam, dari soal makan sampai berpakaian apa adanya saja. Ia punya disiplin tinggi. Bila dalam latihan, "semua urusan dia tinggalkan," kata Yoke. Tapi Christian bukannya tak punya kelemahan. "Ia jarang mau mengungkapkan problemnya kepada orang lain. Biasanya, kalau sudah begitu, ia gelisah. Uring-uringan," ucap salah seorang bekas pasangannya. Dan, kini, seandainya ia tak turun ke gelanggang lagi, "Saya bisa istirahat dengan tenang." Ini berkat kemenangannya pekan lalu, dalam usia 34 tahun - sebagai pemain tertua dalam perebutan Piala Thomas ke-13.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus