Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NOEL Gallagher sungguh beruntung. Dalam acara televisi di kanal Rai, Senin pekan silam, personel band Oasis asal Manchester, Inggris, ini beroleh hadiah istimewa. Kaus kuning keemasan nomor 10 lengkap dengan tanda tangan si pemakainya. Itulah kostum yang dipakai Alessandro Del Piero, bintang Juventus, pada saat mengempaskan Real Madrid, Kamis dua pekan lalu.
Sambil memegang kaus itu, Noel yang didampingi Liam, saudara kandung yang juga personel band itu, berkelakar akan menjualnya di e-bay—pusat lelang di Internet. ”Ya, nanti akan saya jual di sana,” ujarnya, yang langsung disambut gelak tawa penonton di studio televisi itu. Alex—panggilan Del Piero—yang ”hadir” melalui saluran telepon, pun ikut tergelak.
Para penggemar band, dan juga si Alex, tentu sudah mafhum dengan persahabatan keduanya. Noel, meski pendukung berat klub Manchester City, mengaku sangat mengidolakan Alex. Baginya, Del Piero adalah pemain yang komplet.
Sebaliknya, bintang Juventus itu tergila-gila pada grup musik asal Inggris itu. Pada Maret lalu, Alex sempat ikut manggung tatkala Oasis tampil di Milan. ”Musik kalian selalu memberikan inspirasi buatku,” katanya. Itu sebabnya dia tak ragu memberikan baju yang dipakainya pada hari yang bersejarah di Santiago Bernabeu itu.
Penampilan Alex dan Juventus di ajang Liga Champions tersebut memang dicatat sejarah. Untuk pertama kalinya sejak 1962, klub ini berhasil mengalahkan Los Galacticos di kandangnya sendiri. Namun, yang lebih penting lagi, pertandingan malam itu menjadi milik Del Piero. Seperti musik Oasis yang keras dengan lengkingan gitar Noel, Alex bermain kesetanan. Napasnya tak putus, semangatnya pun menggebu. Hasilnya, dua gol kemenangan lahir melalui aksinya.
Tak pelak lagi, pujian pun menyembur ke arahnya. Berbagai media memberikan gelar kepadanya. Salah satunya adalah ”Raja Spanyol”. Penonton di Santiago Bernabeu pun memberikan aplaus tak henti-hentinya sewaktu dia ditarik keluar dari lapangan. Sebuah pemandangan yang tentu saja jarang terjadi. Selain jarang-jarang tuan rumah dipermalukan, hampir tak ada pemain lawan yang bisa menarik hati mereka.
Alex memang layak mendapatkan semua itu. Dan, menjadi sangat istimewa, penampilan itu ditunjukkan Alex dalam usia yang sudah uzur untuk pemain sepak bola, 34 tahun. Staminanya prima, emosinya terjaga, dan tendangannya akurat. ”Biarpun usianya sudah kepala tiga, Del Piero masih menawan. Dia merupakan salah satu pemain terbaik saat ini,” kata Mark Hughes, pelatih Manchester City.
Dia memang menjadi contoh paling sukses buat pemain yang sudah uzur di masa sekarang. Pemain gaek yang masih bermain bukan dia seorang. Ada Pavel Nedved, bekas kapten tim nasional Cek, yang berusia 36 tahun. Sama seperti dirinya, Nedved masih menjadi pilihan Claudio Ranieri, Manajer Juventus.
Di Liga Inggris yang superketat dan keras karena jadwalnya begitu padat, masih ada beberapa pemain tua. Sebut saja Ryan Giggs, Paul Scholes, dan Gary Neville, trio lulusan angkatan 92. Mereka masih bermain dan baru saja memperpanjang kontrak. ”Scholes sudah 33 tahun tapi mampu berlari seperti anak muda berusia 20 tahun,” kata seorang teman seklubnya. Teman seangkatan mereka pun, seperti Nicky Butt atau David Beckham, juga masih berlari di lapangan hijau.
Semakin modern sepak bola agaknya memberikan waktu lebih lama bagi pemainnya berlaga di lapangan. Nama lainnya, Paolo Maldini masih bermain di usia memasuki 40 tahun. Lebih hebat lagi Roger Milla. Pemain asal Kamerun ini mencetak gol di umur 42 tahun, saat tampil di Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Lelaki yang pernah membela Pelita Jaya ini tercatat sebagai pemain tertua di Piala Dunia.
Di bawah tiang gawang bisa lebih lama. Dino Zoff, kapten tim nasional Italia pada Piala Dunia 1982, betah nangkring di bawah mistar gawang hingga usianya menginjak 40 tahun. ”Ah, dia masih terlalu muda,” kata Dino Zoff, mengomentari performa Peter Shilton ketika masih bermain untuk tim Inggris hingga usia 38 tahun di Piala Dunia 1990 di Italia.
Bila mau contoh ekstrem, ini ada cerita lain. Pemain sepak bola tertua yang pernah bermain adalah John Ryan, pemilik klub sepak bola Doncaster Rovers, Inggris. Pada 2003, di sebuah pertandingan, dia memasukkan namanya sendiri ke lapangan sebagai cadangan di menit-menit akhir. Biarpun dalam pertandingan itu dia hanya jalan-jalan tanpa menyentuh atau menendang bola, hal itu sudah cukup membuat pria 52 tahun tersebut, selama 11 tahun ini, tercatat sebagai pemain tertua Inggris di lapangan.
Di Brasil ada yang lebih tua. Namanya Pedro Ribeiro Lima, yang masih menyepak bola pada usia 58 tahun. Dia bermain untuk klub A.D. Perilima untuk kejuaraan lokal di sana. Dia mengaku turun ke lapangan karena terinspirasi ambisi Romario yang ingin membuat 1.000 gol. Pedro bermain sejak 1999. Bekalnya dia punya. Kekuatannya datang dari pola makan sehat. Selain itu, dia makan sordas, biskuit yang terbuat dari rapadura, gula dari Brasil utara.
Tentu saja pemain di liga profesional tidak semua butuh sordas. Boleh jadi, dengan teknologi dan pengetahuan yang terus berkembang, lapangan sepak bola menjadi ajang yang bikin betah pemainnya.
Mari kita kembali ke Del Piero. Nah, apa rahasiamu, Alex? Tentu saja latihan yang tepat sasaran. Beruntung Alex memiliki pelatih pribadi piawai, Giovanni Bonocore. Dialah yang mengatur porsi latihan fisik dan juga soal makanan yang dibutuhkan pemain seusia Alex. ”Yang paling penting adalah selalu berada dalam keadaan prima. Hanya itulah yang membuat pemain bisa mencapai hasil terbaik,” katanya.
Beruntunglah, Bonocore bekerja tidak terlalu keras. Del Piero sendiri disebutnya memiliki antusiasme seperti masih berusia 20 tahun. Menikmati hidup juga tidak ada salahnya. Kegemaran Alex terhadap musik Oasis merupakan katup pelepas penat yang pas.
Cukup cara ini? Belum. Peran manajer pun ikut menentukan agar barang hampir rongsok ini bisa bertahan lebih lama. Sudah jadi resep di berbagai klub, kondisi pemain seperti ini harus dijaga benar.
Sir Alex Ferguson, Manajer Manchester United, misalnya, memasang Ryan Giggs mengikuti jadwal rotasi pemain, mengirit waktu di lapangan—dia hanya turun separuh babak, dan yang paling penting, mengubah posisi dari semula. ”Sebelumnya Ryan dikenal sebagai winger, dan kini dia berada sebagai striker,” katanya.
Jadi, persis iklan baterai, mereka dijadikan pemain yang serbaguna dan tahan lama.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo