Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Setan Merah di Puncak Dunia

Tim nasional Belgia akan mengakhiri tahun ini sebagai tim nomor satu di dunia. Tempo mewawancarai pelatih Marc Wilmots dan pemain berdarah Indonesia, Radja Nainggolan.

28 Desember 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Radja Nainggolan, 27 tahun, masih mengingat debutnya bersama tim nasional Belgia pada 29 Mei 2009. Saat itu Belgia bertanding melawan Cile dalam turnamen Kirin Cup di Jepang. Pemain berdarah Indonesia itu tampil sebagai pemain pengganti. "Saya tidak menyumbangkan gol, tapi pertandingan itu menyenangkan," kata pemain AS Roma itu kepada Tempo, dua pekan lalu.

Sejak laga yang berakhir imbang 1-1 itu, Radja kerap dipanggil memperkuat timnas Belgia. Pelatihnya dari Franky Vercauterenct hingga Marc Wilmots. Peringkat Belgia di catatan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) enam tahun lalu di urutan ke-66 dunia. Kini Radja dan kawan-kawan akan menyongsong putaran final Piala Eropa 2016 di Prancis dalam status sebagai tim nomor satu dunia. Posisi teratas itu diraih tim berjulukan Setan Merah tersebut sejak 3 November lalu.

Apa rahasia lompatan posisi itu? "Pemain yang berbakat, kerja sama yang baik antarpemain, dan dukungan sepenuhnya dari penggemar," ujar Radja.

Lebih dari sekadar jawaban gelandang timnas Belgia itu, sebenarnya sepak bola negara berpenduduk 11 juta jiwa tersebut telah mengalami reformasi besar-besaran sejak tim dengan generasi emas pertama, seperti Enzo Scifo, gagal masuk delapan besar Piala Dunia 1990. Belgia memang pernah menduduki posisi empat besar di Piala Dunia Meksiko pada 1986. Tapi sejak itu prestasi negara kerajaan tersebut terus melorot.

Michel Sablon, kini 78 tahun, yang menjabat Direktur Teknik Federasi Sepak Bola Belgia (KBVB) sejak 2001, berpikir keras mencari jalan keluar. Sablon bukanlah orang baru di sepak bola Belgia. Pada Piala Dunia 1990 di Italia, ia menjadi salah satu anggota staf pelatih. Saat itu Belgia melaju hingga babak 16 besar dan bertemu dengan Inggris. Laga kedua tim berlangsung ketat. Skor 1-1 bertahan hingga pertandingan mendekati akhir.

Sablon segera menulis nama-nama pemain yang akan diberi tugas dalam adu penalti. Ia baru menyelesaikan daftar itu ketika David Platt mencetak gol dan memastikan Inggris melaju. "Gol hebat dari Platt. Tapi saya begitu kecewa dan langsung membuang daftar di kertas itu," kata Sablon seperti dikutip Guardian, Juni tahun lalu.

Ia lebih kecewa karena setelah itu, seiring dengan pensiunnya para pemain dari generasi emas, performa Belgia kian jeblok. Bahkan, pada Piala Dunia 1998 dan Euro 2000, Setan Merah gagal lolos dari babak grup. Sablon pun menuangkan pemikirannya dalam tulisan yang pada 2006 ia matangkan menjadi cetak biru pengembangan sepak bola negara itu.

Sablon menulis cetak biru sepak bola baru Belgia dalam jutaan brosur yang ia sebar ke seantero negeri. Dia juga mensosialisasinya ke sekolah-sekolah, klub, dan pada para pelatih tim junior. "Saya melakukan lebih dari 100 presentasi," ujarnya seperti dikutip BBC. "Sama sekali tak mudah mengubah apa yang sudah mengakar dan dilakukan bertahun-tahun."

Perubahan mendasar yang ditekankan Sablon terutama soal formasi bermain timnas. Skema 4-4-2 dan 3-5-2 yang saat itu menjadi andalan dan lebih mengutamakan serangan balik ia ubah dengan pola 4-3-3 yang lebih agresif dan memberi keleluasaan pemain dalam mengolah bola.

Ia juga menekankan bahwa tim junior tak boleh hanya berfokus pada hasil, tapi lebih pada pengembangan pemain. Karena itu, Sablon mengharamkan pemakaian klasemen untuk kompetisi usia di bawah 7 dan 8 tahun. Berdasarkan prinsip itu pula, ia menekankan pemain timnas yang sudah naik kelas di kelompok umur tertentu tak boleh kembali bermain di level umur yang lebih bawah.

Peran pemerintah juga hadir dalam proses perubahan itu. Pada 1998-2002, delapan sekolah didirikan khusus untuk menampung atlet berbakat, termasuk dari sepak bola, usia 14-18 tahun. Di sekolah ini, selain menekuni pelajaran umum, siswa diharuskan berlatih empat kali seminggu, masing-masing selama dua jam. Dalam sesi latihan itulah prinsip-prinsip yang digariskan Sablon ditekankan. Latihan seperti itu menambah matang pemain karena pada saat yang sama mereka juga berlatih empat kali seminggu pada sore hari bersama klubnya.

Menurut Marc Wilmots, selain dari perubahan di dalam negeri itu, tim nasional memetik manfaat dari banyaknya pemain berbakat negara tersebut memilih menimba ilmu di klub luar negeri sejak belia. "Tim Belgia sebetulnya beruntung menuai dan memungut dari kondisi tersebut," kata pelatih 46 tahun itu dalam jawaban tertulis kepada Tempo.

Jadilah kemudian ada dua jalur penciptaan pemain. Dari sistem di dalam negeri, lahir pemain seperti Thibaut Courtois (kini berlaga di Chelsea), Mousa Dembele (Tottenham Hotspur), Simon Mignolet (Liverpool), Nacer Chadli (Tottenham), Dries Mertens (Napoli), dan Axel Witsel (Zenit St Petersburg). Dari jalur klub luar negeri mencuat nama Eden Hazard, yang memulai karier di Lille dan kini jadi andalan Chelsea. Lalu ada Divock Origi (Liverpool), Adnan Januzaj (Manchester United dan Borussia Dortmund), serta Kevin Mirallas (Lille dan Everton).

Mereka inilah yang dilabeli pemain generasi emas kedua. Dalam timnas, mereka tak ubahnya pelangi karena latar belakang rasnya yang berbeda-beda. Radja, misalnya, memiliki ayah berdarah Indonesia, bersuku Batak. Lalu ada Adnan Januzaj, yang lahir dan besar di Belgia tapi memiliki orang tua berdarah Kosovo-Albania serta Turki. Ada lagi Vincent Kompany, yang berayah imigran Kongo. Romelu Lukaku juga memiliki darah Kongo. Mousa Dembele berdarah Mali, sedangkan Naser Chadli berdarah Maroko, bahkan sempat memperkuat timnas negara itu dalam laga uji coba.

Wilmots menyatakan latar belakang pemain yang seperti itu tak menjadi beban bagi timnya. "Semua pemain sadar bahwa mereka bermain untuk tim," kata Wilmots. "Semua pemain sangat mencintai tim nasional Belgia dan mereka sangat bahagia bermain untuk negara mereka."

* * * *

MARC Wilmots justru menjadi pelatih Belgia didorong oleh rasa tak bahagia. Dia pernah bergurau bahwa ia menerima tawaran sebagai pelatih pada 2012 karena lelah menjadi komentator di Piala Dunia tapi tak pernah bisa membahas tim dari negaranya sendiri. Sebagai pelatih, ia terbukti bisa meramu tim multiras itu menjadi tim yang menakutkan. Ia mampu membawa mereka lolos ke Piala Dunia 2014 dengan catatan tak terkalahkan, meski di Brasil harus terhenti di babak perempat final.

Untuk Piala Eropa 2016, Belgia juga lolos dengan meyakinkan: menjadi juara Grup B dan hanya kalah sekali dalam 10 laga. Wilmots menyatakan, dalam keberhasilan, ada andil banyak pihak. "Kami sangat beruntung memiliki pemain-pemain muda berbakat yang sangat berdedikasi, ditambah dengan dukungan dari para fan yang membuat kami bermain dengan gegap-gempita dalam setiap pertandingan," kata mantan pemain Schalke ini.

Di Prancis, pada 10 Juni-10 Juli 2016, Wilmots dan timnya sudah dibebani target masuk semifinal. Di babak awal, Setan Merah harus bersaing dengan Italia, Republik Irlandia, dan Swedia di Grup E. Pelatih Italia, Antonio Conte, dalam wawancara dengan situs sepak bola Eropa, UEFA, dua minggu lalu, menyebut Belgia sebagai tim favorit. "Belgia adalah tim yang luar biasa, termasuk favorit juara. Mereka mempunyai tim muda dengan banyak pemain top," kata Conte.

Bagi Radja, label favorit itu menjadi cambuk. Secara pribadi, ia juga ingin menebus kesuraman di Piala Dunia 2014, tatkala ia tercoret dari tim. "Karena ada sedikit ketegangan dengan Marc Wilmots," ucapnya.

Kini ketegangan itu sudah hilang. Dalam rangkaian kualifikasi Piala Eropa lalu, Radja terus menjadi andalan Wilmots di lini tengah. Ia mampu menyumbangkan dua gol dan ikut mengantar tim itu lolos ke putaran final untuk pertama kalinya dalam 16 tahun. Ia yakin keberhasilan itu bukan yang terakhir. "Kami baru mulai bekerja untuk membuat tim nasional kembali ke jalur sukses dan saya yakin hal ini akan berlangsung mulus," ujarnya.

Nurdin Saleh, Asmayani Kusrini (Belgia)


Radja Nainggolan:
Indonesia Akan Selalu Ada dalam Diri Saya

Radja Nainggolan kini menjadi sosok sangat penting buat AS Roma. Di klub Italia itu, pemain berdarah Batak ini menjadi motor lini tengah. Pada musim ini, ia dan bek Costas Manolas menjadi pemain yang paling sering tampil: 21 kali. Danielle de Rossi, yang sebelumnya selalu menjadi andalan lini tengah, baru tampil 16 kali. Di tim nasional Belgia, Radja juga sudah tampil 17 kali dan menyumbangkan 4 gol.

Di sela kesibukannya, pemain yang pada 7 Desember lalu membuka toko pakaian jadi yang diberi nama Non4me Store di Kota Roma itu bersedia melayani wawancara Tempo lewat e-mail.

* * * *

Sejak masih remaja dan bermain di klub lokal Belgia, Germinal Beerschot di Antwerp, Anda sudah bertekad bisa bermain dengan tim nasional Belgia. Sekarang keinginan itu menjadi kenyataan. Bisa diceritakan bagaimana manajemen timnas Belgia mendekati Anda saat itu?

Sebetulnya saya bermain dengan tim U-16 sejak 2004. Itu menjadi awal yang baik. Permainan saya yang pertama dengan tim nasional pada 2009. Saya terpilih karena, saya pikir, sama saja dengan semua pemain nasional di negara-negara lain. Jika seseorang bermain baik, punya catatan permainan dan prestasi yang terus meningkat, otomatis Anda akan mendapat tawaran untuk bermain di tim nasional. Tentu saja saya sangat bangga ketika Marc Wilmots akhirnya mengajak saya bergabung dengan timnas. Tak ada negosiasi apa-apa dengan tim nasional.

Bermain di tim Belgia pada 2009 adalah cap pertama saya. Saya memang gagal menunjukkan prestasi di Piala Dunia di Brasil (2014), karena itu ada sedikit ketegangan dengan Wilmots. Tapi saya memilih berfokus ke depan.

Adakah yang membedakan bermain di timnas Belgia dengan di klub?

Bedanya, di klub saya sebagai pemain bola profesional. Itu pekerjaan saya. Saya mendapat bayaran. Sedangkan dengan tim nasional adalah untuk kehormatan negara saya dan juga untuk kebanggaan pribadi sebagai orang Belgia. Bedanya dengan Cagliari dan Roma, Cagliari akan selalu menjadi bagian dari kenangan dan sejarah karier saya. Selain itu, Cagliari akan selalu saya anggap rumah saya. Tapi sekarang saya bersama Roma dan saya sangat bangga menjadi bagian dari salah satu klub terbaik di dunia. Saya beruntung mendapat kesempatan untuk bermain di Liga Champions, dan bersyukur kepada Tuhan, tahun ini kami berhasil maju ke putaran selanjutnya.

Saat ini Belgia menjadi tim nomor satu di peringkat FIFA. Apa rahasianya?

Ada tiga menurut saya, kerja sama yang baik antarpemain, pemain-pemain yang berbakat, dan dukungan sepenuhnya dari suporter. Selebihnya, kami baru mulai bekerja untuk membuat tim nasional Belgia kembali ke jalur sukses. Sekarang saya ingin berfokus ke Piala Eropa di Prancis dan tentu saja Piala Dunia di Rusia.

Bagaimana Anda melihat performa AS Roma pada musim ini?

Kami bermain baik. Tentu saja bisa lebih baik jika kami berlatih lebih keras. Saat ini AS Roma ada di papan atas (urutan kelima) dan target kami adalah menjadi juara. Jika Juventus ternyata lebih kuat dan kami tak berhasil pada musim ini, kami akan berusaha pada musim berikutnya. Tahun ini saya baru saja menandatangani kontrak permanen dengan Roma. Jadi tentu saja saya akan tinggal di sini dan saya sangat bahagia dengan keputusan tersebut.

Ada keinginan bermain di klub lain?

Saya akan bermain selama saya bisa. Saya ingin menetap di Italia, apalagi sekarang keluarga saya semua ada di Italia. Jadi saya tak punya alasan untuk pergi ke tempat lain. Selain itu, saya baru saja membuka toko dan meresmikan merek pakaian jadi yang juga tidak jauh dari sepak bola. (Non4me Store menjual pakaian bergaya sporty dan street funky. Toko itu dikelola istri Radja, Claudia. "Semua desainnya ada nomor 4. Itu nomor punggung Radja di klub Roma," kata Febi Lubis, manajer Radja.)

Bagaimana hubungan Anda dengan Indonesia?

Indonesia akan selalu ada dalam diri saya, ada dalam darah saya (ayah Radja, Marianus Nainggolan, adalah lelaki berdarah Batak tapi meninggalkannya sejak belia). Saya bahagia akhirnya saya bisa berkunjung ke sana satu setengah tahun yang lalu. Sebuah kunjungan yang tak bisa saya lupakan. Tentu saja saya akan kembali ke Indonesia lagi, tapi untuk berlibur dan kemungkinan untuk tur.

Asmayani Kusrini (Belgia)


Radja Nainggolan

  • Tempat dan tanggal lahir: Antwerp, Belgia, 4 Mei 1988
  • Tinggi badan: 1,75 meter
  • Posisi: gelandang
  • Tim nasional: Belgia (sejak 2009)
  • Klub saat ini: AS Roma (sejak 2014)
  • Klub sebelumnya: Piacenza (2006-2010), Cagliari (2010-2014)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus