FEDERASI Aero Sport Indonesia (FASl) ditimpa musibah besar. Dua orang atletnya, masing-masing Daniel Minwary dari Jawa Barat dan Mahdi dari Jawa Timur, tewas selagi latihan terbang layang diLanuma Sulaiman, Margahayu, Bandung, 29 April lalu. Ini merupakan kecelakaan pertama di Indonesia. Untuk tingkat internasional pun kecelakaan macam ini jarang sekali terjadi. Latihan untuk penataran instruktur terbang layang yang direncanakan berlangsung sembilan hari itu diadakan sebagai persiapan untuk membina kemampuan menerbangkan pesawat,terbang layang baru, ASW 20F bikinan Prancis, yang tahun lalu dibeli Pengurus Besar FASI Rp 17 juta. Sebelum pesawat baru itu dipakai, atlet calon pelatih yang datang dari berbagai daerah itu terlebih dulu harus berlatih dengan pesawat terbang layang Blanik tipe L-13, bikinan Cekoslovakia, keluaran tahun 1979. Memang pesawat berkursi dua itu cocok sebagai pesawat pelatih. Kursi depan untuk penerbang yang dilatih, sedangkan yang di belakang untuk instruktur. Dalam latihan hari Minggu itu, Mahdi duduk di kursi depan. Sedangkan Daniel Minwary yang bertugas sebagai instruktur dan punya rekor terbang layang Iebil kurang 150jam duduk di belakang. Untuk menerbangkannya, pesawat Blanik itu ditarik dan diapungkan ke udara oleh pesawat bermotor Gelatik dengan pilot Mayor Penerbang Tedjo Wahjono, 52.Penerbang ini adalah juga salah seorang pembina terbang layang FASI Jawa Barat. Setelah tinggal landas,Penerbang Tedjo, yang berada sendirian di pesawat Gelatik itu, menerbangkan pesawatnya mengelilingi Lanuma Sulaiman beberapa kali untuk mencapai ketinggian sekitar 2.000 kaki. Pada ketinggian itu penerbang yang sudah 50 kali menarik pesawat terbang layang melakukan gerakan miring ke kiri dan ke kanan sebanyak tiga kali. Sebagai tanda bagi pesawat terbang layang di belakangnya untuk melakukan release. Maksudnya melepaskan tali penarik sepanjang 60 meter. Sebelumnya dia menurunkan kecepatan pesawat dari 210 km/jam menjadi 60 km/jam. "Tetapi setelah release itu selesai, pesawat saya tiba-tiba menukik ke bawah secara mendadak. Sampai-sampai kursi belakang terlepas menimpa kepala saya," kata Tedjo Wahjono. Sebelum mendarat, dia berhasil melakukan go round, terbang keliling, tiga kali. Dia melihat orang berhamburan di lapangan. "Pada saat ketinggian 500 kaki, saya pertama kali tahu bahwa pesawat Blanik yang saya tarik ternyata sudah jatuh," katanya lagi. Sedangkan di darat, saksi mata yang melihat jalannya kecelakaan itu adalah Asih Nurfitri, 19, atlet yang bertugas mencatat waktu.Menurut Asih, re1ease berlangsung persis tujuh menit setelah Blanik tinggal landas. Tetapi secara mendadak, begitu Blanik berhasil lepas pada posisi yang lebih tinggi dari Gelatik, "Tiba-tiba kedua sayap pesawat Blanik itu Jatuh." Setelah kedua sayap copot, pesawat itu beberapa kali berputar-putar dengan posisi menukik. "Saya menjerit. Baru orang-orang di lapangan pada melihat," katanya berkisah. Sayap dan tubuh pesawat terpisah sejauh 200 meter. Tubuh pesawat terbalik di lapangan. Ketika M. Rachmat, 48, Ketua Harian FASI Jawa Barat membalikkan badan pesawat, dia menemukan Daniel dan Mahdi sudah tak bernyawa, dengan kepala hancur. Banyak spekulasi yang beredar mengenai sebab kecelakaan itu. Tetapi tim peneliti yang bersidang sampai Senin pekan ini berkesimpulan telah terjadi pilot error. Mahdi,26, diperkirakan melakukan kesalahan. Dia dikatakan menarik flap (bagian sayap), sehingga tekanan udara yang sangat kencang menghantam kedua sayap sampai patah. "Mestinya Pilot Mahdi melakukan release,tapi dia menarik instrumen lain. Buktinya tali penarik itu belum terlepas," kata Letnan Kolonel Nasrul, 46, wakil ketua tim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini