IA mengaku belajar karate lewat ABRI saja. Toh Brigjen Subhan
Djajaatmadja terpilih jadi Ketua Umum Federasi Olahraga
Karate-do Indonesia (FORKI) untuk periode 1980-1984.
Mengorbitnya Subhan mulai 10 Februari ke kursi pimpinan-FORKI
agak unik juga. Semula ada tiga formatir termasuk Subhan, tapi
ia sempat dikabarkan tidak akan menjadi kandidat. Saingannya
juga berasal dari ABRI. Penolakan atas Subhln konon disampaikan
kepada sidang FORKI oleh fonatir Brigjen Achmadi. Ternyata
persoalan makin rumit. "Pemilihan berlangsung panas dan tegang?"
cerita Subhan kemudian. Satu lagi formatir adalah Mayjen Drs.
Sumadi, bekas Ketua Umum FORKI.
Oleh karena ketiganya tak sependapat, soal siapa pimpinan utama
induk organisasi karate itu dikembalikan kepada sidang. Selain
Subhan, adalah Kapolri Letjen (Pol) Dr. Awaluddin Jamin dan
Sumadi yang dicalonkan. Hasilnya, calon Subhan mendapat dukungan
19, Awaluddin 14, dan Sumadi 4 suara.
Biasanya dalam organisasi lain, bila para formatir tidak
mencapai kesepakatan, maka mereka harus memulangkan mandat
terlebih dahulu. Setelah itu baru sidang memilih formatir lain
atau menentukan pemilihan langsung. Tapi hal itu tidak dilakukan
oleh sidang FORKI. "Kongres kemarin 'kan cuma sandiwara,"
komentar Drs. Sabeth Muchsin, Ketua Dewan Guru Inkai.
Subhan, 50 tahun, sehari-hari menjabat Staf Pembantu Pribadi
(Banpri) KASAD. Ia bertekad akan mempersatukan karate Indonesia.
"Tanpa membedakan besar atau kecilnya aliran dan perguruan,"
katanya. Ini akan dituangkannya dalam bentuk kejuaraan nasional
karate. Nanti para pesertanya akan terdiri dari wakil daerah dan
perguruan. Jadi, tersedia dua jalur untuk memasuki kejurnas ini,
suatu ide baru.
Mengambang
"Inkai akan memilih jalur daerah," lanjut Sabeth. "Asalkan di
daerah tak ada jatah-jatahan bagi perguruan." Bagi kelompok yang
tak punya massa, dianjurkannya supaya memilih jalur perguruan
saja. jika gagasan ini diterima, katanya lagi, Inkai akan
melepaskan jatahnya dalam jalur perguruan.
Keputusan Musyawarah Lembaga Aliran (MLA), 1975, sudah merintis
penciutan perguruan dengan menggabungkan mereka ke dalam 8
kelompok aliran yang diakui resmi oleh FORKI. Ternyata keputusan
itu mengambang. Walaupun di zaman kepengurusan Widjojo Sujono
(1972-1976) sudah tak terdengar kegiatannya, misalnya, Kamdaga
Prana ternyata menampilkan diri kembali. "Bisa jadi akan muncul
perguruan-perguruan baru lagi," ramal Sabeth. "Bisa repot
nanti menertibkannya."
Tak hanya itu yang dicemaskan. Selama ini MLA banyak ikut
menentukan kebijaksanaan FORKI. Padahal lembaga ini merupakan
penasihat saja. Namun dalam hal ini Subhan ternyata tak ikut
cemas.
Selain menjabat pimpinan FORKI, Subhan juga menjadi Presiden
Asia Pasific Union of Karate-do Organization (APUKO). Syahriar
Mahyuddin, pimpinan Black Panther, yang dalam MLA 1975 menolak
sistem pengelompokan, melihat Subhan akan membawa titik terang
bagi FORKI. Tentang perguruan yang berjumlah 24 dalam FORKI,
"tak perlu diciutkan," kata Syahriar. "Yang penting mereka itu
dibina supaya bersatu. Tapi kalau ada perguruan yang sudah tak
mempunyai kegiatan lagi, ya, lebih baik dicoret saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini