Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bola hitam dari barat

Para sarjana berkumpul disana untuk melakukan berbagai penelitian. ramalan tentang gerhana ini juga sudah ada sebelumnya. (ilm)

23 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGIT di atas Jakarta tertutup awan tebal Sabtu sore itu. Sejumlah kecil orang sudah berkumpul di atap gedung baru (dalam taraf pembangunan) Pusat Meteorologi dan Geofisika. Mereka -- anggota Sub Bidang Gravitasi dan Tanda Waktu, P.M.G., pimpinan Soekarman -- semua kecewa. Teropong teodolit balon yang sudah siap sejak siangnya akhirnya tak terpakai. Dan gerhana matahari sebagian, jika memang melintasi Indonesia seperti diramalkan semula, tak terlihat dan tak pula dipedulikan orang umumnya. Tapi hari itu, 16 Februari, luar biasa sekali bagi India yang mengalami gerhana matahari total. Banyak sarjana -- termasuk yang dari Eropa, Amerika Serkat dan Jepang -- berkumpul di sana untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah yang berkaitan dengan gerhana ini. Juga ribuan pengamat amatir, seperti pelancong, pergi ke India. Satu biro perjalanan di New York, misalnya, berhasil menjual tour ini. Hanya untuk melihat peristiwa alam yang berlangsung selama 2 menit dan 42 detik di desa terpencil Ankola, 12 jam perjalanan dari hotel mereka di Goa. Selain penelitian internasional yang terpusat di India, sebagian ahli sedunia berkumpul di Malindi, pantai timur Kenya, yang juga akan dilintasi gerhana matahari. Bagi India, inilah gerhana matahari total pertama sejak 1898. Para ahli meneliti antara lain apa gejalanya terhadap iklim, pasien, binatang dan tanaman. Dinas perikanan di Andhra Pradesh, suatu negara-bagian India, bahkan mempelajari pengaruhnya terhadap perilaku ikan. Hampir tidak ada peristiwa alam di angkasa yang begitu mencekam seperti gerhana matahari. Burung gelisah mencari tempat berlindung karena disangka malam tiba. Binatang lain tampak bingung dan bunga mengatup daunnya, sementara suhu menjadi dingin. Suasana kelam cepat menjelma. Bayangan hitam bulan, bagaikan awan gelap raksasa, menyerbu dari arah barat dengan kecepatan yang menakjubkan dan seketika menyelimuti pemandangan sekeliling. Siang seakan jadi malam. Bintang dan planet di angkasa mulai bermunculan dan matahari seperti bola hitam. Dr. Bambang Hidayat, astronom Indonesia terkemuka ketika menyaksikan gerhana matahari total di Australia tahun 1976 menulis: "Saya dapat mengerti mengapa orang dahulu memuja matahari sebagai dewa, dan harus bersyukur tatkala matahari muncul kembali dan bersinar sebagai biasa." Berbagai suku di Afria masih memandang gerhana matahari sebagai peristiwa menakutkan. Gerhana matahari total terjadi di Afrika tahun 1974. Tapi yang menarik adalah pandangan suku Borona di Kenya. Menurut mereka, gerhana matahari diatur oleh bangsa kulit putih, karena mereka sudah berhasil mendaratkan manusia di bulan. Menjelang 16 Februari, ribuan orang India mengungsi dari daerah Timur Laut, karena khawatir terjadi bermacam malapetaka, terutama gempa bumi. Pedagang kecil di negara-bagian Naga menjual habis dagangan mereka dan mengungsi. Di negara-bagian Manipur, satu-satunya stasiun kereta api di Dimapur penuh sesak dengan calon penumpang yang ingin menyelamatkan diri. Sementara itu barisan pemadam kebakaran dan regu penolong telah disebar ke 7 wilayah negara-bagian Naga. Tempat menyimpan makanan khusus telah didirikan. Hari Sabtu itu semua sekolah dan kantor pemerintah di India ditutup dan jutaan penganut agama Hindu mandi di sungai yang suci bagi mereka. Keyakinan bahwa akan terjadi gempa bumi di kala gerhana berasal dari kenyataan bahwa bulan dan matahari berada dalam posisi berderet berhadapan dengan bumi. Secara kebetulan dua hari sebelumnya -- subuh hari Kamis -- suatu gempa mengguncangkan daerah India Utara dengan kekuatan 6,5 pada skala Richter. Pusat gempa itu terletak 750 km di sebelah utara New Delhi, dekat perbatasan India dengan RRC. Ktut Gde Rawi Di Indonesia, Dirjen Bimas Islam, menyerukan agar umat Islam Indonesia melakukan shalat bersama selama gerhana itu berlangsung. Bagi umat Islam doa gerhana dan shalat pada saat itu merupakan sunnah muakkad dan didasarkan atas anjuran yang terdapat dalam surat Assajdah, ayat 37. Tapi sore itu tidak banyak orang Indonesia yang menyadari bahwa sedang terjadi gejala alam itn. Kecuali beberapa pengamat seperti yang dipimpin Soekarman di PMG. tim Drs Sudarsjah di Planetarium Taman Ismail Marzuki dan tim di Peneropongan Bintang di Lembang, hampir tidak ada yang mengetahuinya. Seorang astronom Austria, Theodor oppelzen, menyusun sebuah Catalogue of Eclipses di tahun 1880. Katalognya itu memuat lebih 8000 gerhana matahari yang sudah terjadi dan yang akan datang. Yang terjadi Sabtu laiu pun sudah diramalkannya. Ramalan itu dibuatnya berdasarkan kenyataan bahwa gerhana matahari berulang setiap 18 tahun 10 1/3 hari (11 1/3 hari bila terdapat 5 tahun kabisat). Periode ini yang sudah diketahui bangsa Babilon ratusan tahun sebelum Masehi, dinamakan saros. Di Indonesia, seorang bernama Ktut Bambang Gde Rawi, 70 tahun, yang gemar menyusun penanggalan Caka dari Bali, dua tahun lalu sudah meramalkan akan terjadi gerhana matahari di India itu. Dalam jadwal sudah tercantum bahwa gerhana matahari total di Indonesia akan terjadi 11 Juni 1983. Gerhana ini akan terlihat terutama di Yogyakarta, Surakarta dan Ujungpandang, tapi mungkin pula tidak tampak, bila langit crtutup awan seperti terjadi di Amerika Serikat 26 Februari 1979.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus