Apa mau dikata, Piala Sudirman, yang diperebutkan dalam kejuaraan bulu tangkis beregu campuran, akhirnya diboyong Korea Selatan. Sektor ganda kita sangat lemah. BULU tangkis Indonesia ibarat kapal tua yang bocor. Sektor tunggal ditambal, sekarang giliran ganda yang ambrol. Stadion Broendby Hall di Kopenhagen, Denmark, yang menjadi ajang perebutan Piala Sudirman yang berakhir Minggu lalu, seolah jadi saksi betapa parahnya "kebocoran" sektor ganda Indonesia. Tiga partai itu rontok di final. Tak satu set pun bisa diambil, dan yang keterlaluan tak pernah pemain ganda Indonesia bisa merebut nilai 10 dari tiap set. Walhasil, Indonesia kalah 2-3 dan Piala Sudirman lepas ke Korea Selatan. Inilah pertama kali Negeri Ginseng itu merebut sebuah lambang supremasi bulu tangkis dunia. Sejak awal sudah diramalkan, Indonesia atau Cina akan kalah 2-3 dari Korea Selatan. Stanley Gouw, yang membantu Ketua Bidang Pembinaan PBSI M.F. Siregar, melihat ada celah untuk membobol ganda Kor-Sel. Yaitu memasang Ricky Subagya/Lily Tampi di ganda campuran melawan Park Joo Bong/Chung Myung Hee. Dan bukan menurunkan Gunawan/Erma Sulistyaningsih. Maksudnya agar Gunawan dan Erma tampil seratus persen segar di ganda putra dan putri. "Belum tentu menang, tapi kans lebih besar daripada mereka harus merangkap dan tetap kalah," kata Stanley Gouw, yang agak menyesal tak ikut ke Kopenhagen. "Celah" itu rupanya tak dimanfaatkan. Ganda Indonesia memang jadi titik lemah. Eddy Hartono/Rudy Gunawan dihantam Park Joo Bong/Kim Moon So, juara dunia tahun ini, dengan 3-15 dan 7-15. Padahal, itulah ganda putra terbaik saat ini. Pasangan Ricky Subagya/Rexy Mainaky dan Bagus Setiadi/Imay Hendra -- yang juga ikut ke Kopenhagen -- - kemampuannya masih sangat jauh di bawah. Ganda putri Rosiana Tendean/Erma Sulistyaningsih juga dikalahkan juara All England tahun ini, Chang So-young/Hwang Hye-young, dengan 6-15 dan 9-15. Pilihan lain untuk ganda putri juga tak ada. Eliza/Chatrine dan Finarsih/Lily Tampi yang akan ditampilkan di Kejuaraan Dunia di Broendby Hall pekan ini, jelas masih dalam taraf "mencari pengalaman". "Kekalahan telak sektor ganda adalah masalah serius. Ini berbahaya untuk Olimpiade Barcelona," kata Rudy Hartono pada koresponden TEMPO Bambang Purwantara di Kopenhagen. M.F. Siregar juga senada. Kecemasan Siregar sesungguhnya sudah mulai di London, Maret lalu, ketika berlangsung All England. Tak satu pun pasangan Indonesia masuk final. Titik paling rawan sekarang adalah ganda campuran. Selain Erma/Gunawan -- - yang kalah dari juara dunia 1989 Park Joo Bong/Chung Myung Hee, 15-3 dan 15-7 ada Ricky Subagya/Eliza atau Ricky/Lily Tampi. Padahal, ketika Piala Sudirman dimulai di Jakarta dua tahun lalu, ganda campuran ini justru menjadi penentu kemenangan Indonesia atas Kor-Sel dengan 3-2. Saat itu turun pasangan Eddy Hartono/Verawaty Fajrin yang menumbangkan pasangan Park Joo Bong/Chung Myung Hee. Spesialis ganda Christian Hadinata, yang kini menangani ganda Indonesia, menilai motivasi pemain untuk bermain ganda sangat kurang dibanding tunggal. Di samping itu, di kubu Indonesia sekarang ini, kata Christian, "Materi pemain ganda sangat terbatas." Kemampuan teknis pemain ganda kita juga tertinggal. Prestasi terbaik terakhir pasangan ganda Indonesia dicapai Kartono dan Heryanto dengan keluar sebagai juara All England 1984. Christian Hadinata malah melihat Malaysia sebagai ancaman masa datang. Malaysia punya dua ganda yang cukup andal: Sidek bersaudara dan Cheah Soon Kiat/Soo Beng Kiang. Kubu Cina juga termasuk yang terlambat soal peremajaan sektor ganda. Kini, di ganda putra praktis tinggal Tian Bingyi/Li Yongbo yang jadi andalan. Pasangan kedua, Zheng dan Huang, masih mencari bentuk sementara usia mereka sudah merambat antara 23 dan 26 tahun. Sektor tunggal, yang mengalami paceklik sejak Icuk Sugiarto merebut gelar juara dunia 1983 di Kopenhagen, saat ini sedang pasang naik. Rudy Hartono, sang maestro Indonesia dan pelatih tunggal, melihat di nomor tunggal sekarang tak ada masalah. Ardy Bernardus Wiranata, 21 tahun, juara All Englan tahun ini, melibas pemain Kor-Sel Le Kwang-jin. Dan Susi Susanti, juara All England dua tahun berturut-turut dan juara Piala Dunia tahun ini, juga mampu menamatkan perlawanan Bang Soo-yun walau dengan rubber-set. Stok pemain tunggal Indonesia pun cukup banyak. Slain Ardy, masih ada Joko Suprianto, Alan Budi Kusuma, Hermawan Susanto, Fung Permadi, dan Bambang Suprianto. Di bawah angkatan teratas di Pelatnas ini, masih ada delapan pemain lagi yang tengah digodok di Jakarta. Di bagian putri, selain Susi Susanti, ada Sarwendah dan Minarti Timur, Yuni Kartika (juara dunia yunior), Lilik Sudarwati, dan Yuliani Santoso (juara Asia tahun ini). Minarti, arek Suroboyo itu, agaknya tak akan tampil di Kejuaraan Dunia pekan ini lantaran tengah menunggu putusan sidang IBF karena diduga memakai doping. Di bawah angkatan ini, sudah menunggu Ika Henny, Silvia Anggraini, dan masih ada empat pemain lain. Di kepala Siregar sudah ada rencana perbaikan. Sepulang rombongan dari Kopenhagen, ia akan mengadu sepuluh pasangan ganda campuran untuk mencari yang terkuat. "Mereka akan khusus bermain ganda campuran, tak akan main rangkap," kata Siregar. Walhasil, di kejuaraan dunia pekan ini, sebaiknya jangan terlalu berharap banyak dari sektor ganda ini mengingat materi pemain yang memang pas-pasan. Entah nanti di Piala Thomas, Piala Uber, atau Olimpiade Barcelona 1992. "Masih ada waktu," kata Siregar, yang agaknya mencoba membesarkan hati. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini