Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Tenang...lely menembak

Menumbangkan rekor dunia pistol angin dalam kejuaraan menembak memperingati hari jadi jakarta, di lapangan tembak, senayan. di sea games singapura cuma meraih perak. (or)

2 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERASAAN bebas laksana peluru yang lepas dari laras, syarat mutlak untuk berprestasi. Penembak kawakan, Nyonya Lely Sampurno, 48 tahun, membuktikannya ketika menumbangkan rekor dunia air pistol (pistol angin) yang sudah bertahan 9 tahun. Dalam kejuaraan menembak memperingati hari jadi Jakarta, 19 Juni di Lapangan Tembak, Senayan, Lely membuat skor 388 yang berarti unggul 1 angka dari penembak Uni Soviet, N. Stoljarova. "Di Singapura ada beban mental, harus meraih medali. Sedangkan sekarang saya merasa enak dan bebas. Yang saya pikirkan hanya teknik menembak yang benar," ujar penembak yang di SEA Games belum lama ini menangis karena hanya mengantungi perak. Waktu itu dia hanya mencatat 376. Lely juga mengakui ketika bertanding dalam pesta olah raga negara Asia Tenggara di Singapura itu dia seperti dikejar-kejar setan. Ingin cepat-cepat menyelesaikan pertandingan. Ia juga agak meremehkan lawan, karena saingan kuatnya dari Muangthai sejauh yang di ketahui jarang bisa mencapai skor di atas 375. Mendadak penembak Muangthai, Tarunee Thientitithus ketika itu mematok 379, tiga angka di atas Lely. Keberangkatannya ke arena di Singapura itu agaknya tidak sepenuh hati. Ini lantaran persiapan yang kurang. Selama latihan dia tak pernah mencapai skor 370. Sementara untuk menghadapi kejuaraan tidak resmi di Jakarta pekan lalu itu, selama latihan saja dia bisa mencapai 381. Perasaan kadang-kadang mengenal masa damai dan masa gaduh. Karena itu Lely sendiri tidak bisa memperhitungkan apakah dalam kejuaraan menembak Asia di akhir bulan ini dia mampu mempertahankan prestasinya itu. "Untuk mencapai skor itu dengan suasana perasaan seperti hari ini susah sekali," katanya kalem. Olah raga yang dipilih wanita yang beranak 3 ini nampaknya memerlukan ketenangan mutlak. Dia sering membatalkan latihan karena di tengah perjalanan muncul macam-macam pikiran. Waktu, bisa saja dia sisihkan. "Tapi kalau tidak ada konsentrasi, buat apa berlatih. Akan percuma saja," ungkapnya. Padahal beribu macam soal bisa muncul di pundak wanita yang kecil semampai ini. Dia menjadi ibu, sekaligus ayah, sejak suaminya, kolonel AURI, Sampurno meninggal dunia tahun 1976. Di kediamannya yang terletak di daerah Kebayoran Baru, hari-hari nampaknya tak pernah sepi. Selesai mengurus anak-anaknya sekolah, Lely masih mengerjakan berbagai tetek-bengek. Dia harus mengecek kebutuhan rumah tangga. Termasuk mengerjakan pekerjaan yang dulu dikerjakan suaminya. Seperti mengurus pipa ledeng yang bocor. Menunggui tukang. Barulah dia berangkat kerja. Pembawaannya tenang. Orang yang baru mengenalnya bisa menganggapnya pendiam atau acuh tak acuh. Kalau sikap itu meman pembawaan dari lahir, olah raga menembak mempertajamnya lagi. Karena menembak, seperti yang dia ceritakan, memerlukan konsentrasi yang terus-menerus. "Kalau saya sudah dapat giliran berdiri di depan, saya tak pernah melihat ke belakang lagi. Saya tak peduli siapa pun yang berada di sana," ungkapnya. Tetapi olah raga yang berdentam-dentam itu membuatnya menjadi seorang ibu yang matang. Katanya seraya senyum menembakkan lesung pipitnya: "Menembak bisa mendidik seorang atlet menjadi penyabar, pandai mengendalikan emosi, dan cermat dalam setiap tindakan." Tak heran ketika suaminya meninggal, hanya selama 2 bulan dia merasakan dunia ini seperti tenggelam. Sesudah itu dia mulai mengencangkan peganan. Wanita lulusan SGB (sekarang SPG) ini lantas kursus sekretaris. Sampai sekarang dia bekerja di bagian administrasi dan keuangan perusahaan yang bergerak dalam bisnis senjata olah raga. Sudah 7 tahun ditinggalkan suni, Lely Sampurno tetap sorangan. Ia memang tidak menutup kemungkinan seseorang datang sebagai ganti ayah bagi anak-anaknya. Tetapi Sampurno membekas benar dalam hatinya. Ketika belum setahun mereka nikah, Letnan Dua Sampurno mengajarinya membongkar pasang senjata. Melatihnya menembak dan menang dalam lomba menembak antar-Ibu-ibu istri ABRI tahun 1961. "Dialah guru saya yang sebenarnya," kenangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus