BARBATANA datang lagi ke Jakarta. Sekali ini bukan membawa tim
Atletico Mineiro atau Brazilian All Stars seperti yang
dilakukannya tahun 1977 dan akhir 1982. Di tengah kesuraman yang
merundung PSSI akibat rontoknya tim nasional di SEA Games dan
niat Syarnubi Said mengundurkan diri, 25 Juni lalu dia turun di
Halim dengan 4 kopor dan satu panggilan untuk membenahi sepak
bola di sini.
Kedatangannya persis dengan berakhirnya masa kerja pelatih asal
Jerman Barat, Bernd Fischer yang dikontrak PSSI sejak 1980
dengan bayaran US$ 5.000 per bulan (Rp 5 juta). Dalam dua SEA
Games (Manila dan Singapura) Fischer tidak berhasil
menghantarkan tim nasional ke tempat terhormat.
Barbatana sendiri mendapat "tendangan" pahit begitu menginjakkan
kakinya yang pertama. Tak seorang pun dari PSSI yang datang
menjemput. Dari pihak tuan rumah yang muncul cuma pelatih
Stanley Gouw. Dia diutus Beniardi, bos klub Tunas Inti yang
disebut-sebut sebagai orang yang merekomendasikan Barbatana.
"Rita tahu dia datang, tapi yang mendatangkannya ketua Proyek
PSSI Yunior, Sigit Harjojudanto," kilah ketua harian PSSI,
Soeparjo Pontjowinoto. "Ketua komisi luar negeri PSSI juga belum
diajak dalam membicarakan pelatih ini," sambut Hans Pandelaki
yang mengurusi hubungan luar negeri PSSI. Padahal menurut
Soepardjo, kalau menyangkut kontrak pelatih asing konsepnya
harus dibuatkan dulu yang kemudian dibahas bersama komisi hukum.
Sudah 3 hari berada di Jakarta, Barbatana yang datang bersama
seorang anaknya yang sudah perjaka belum juga berjumpa dengan
Sigit. Tetapi kabarnya, dalam sebuah pertemuan yang dihadiri
tokoh-tokoh Liga Uuma, antara lain, Nabon Noor, Dimas Wahab dan
Ismet Tahir sudah disepakati pelatih berusia 54 tahun yang
menghantarkan Atletico Mineiro menjadi juara Brazil 1971 itu,
akan menangani PSSI Garuda. Tim yang terdiri dari pemain-pemain
di bawah 23 tahun ini baru saja ambil bagian dan langsung
tersisih dalam President's Cup di Korea Selatan.
Dalam pertemuan kecil itu Barbatana diberi isyarat untuk
membikin rapi PSSI Garuda sebagai tim nasional yang akan
ditampilkan dalam Pra-Olympiade. Orang Brazil itu kabarnya
kecewa mendengarnya. Karena dia merasa dipepet dengan masa
persiapan yang terlalu singkat. Bisa dimaklumi, sebab Oktober
mendatang Indonesia sudah harus mulai bertanding memperebutkan
tiket ke Olympiade itu lawan Arab Saudi, India, Singapura, dan
Malaysia.
Kalaupun rencana itu jadi, Barbatana belum bisa langsung turun
ke lapangan hijau dalam waktu dekat ini. "Hutan belukar" seperti
dikatakan sebuah sumber pasti akan memperlambat kerja
Barbatana. Karena bagaimanapun orang Brazil ini ingin sip dengan
kontrak yang jelas dengan PSSI. Bisa saja dia teken kotrak
dengan perseorangan, tetapi kalau terjadi halangan dalam
pembayaran, susah baginya untuk mengadu ke badan yang lebih
tinggi, FIFA.
Berapa dia akan dikontrak belum juga tersiar. Tetapi menurut
pengakuan Barbatana sendiri ketika melatih sebuah klub di Arab
Saudi tahun 1978-1979 kontraknya sebesar US$ 12.000 per bulan
(hampir Rp 12 juta). Bisa diperhitungkan yang akan dia kantungi
di sini lebih kurang sama. Untuk sementara dia menginap di
Hotel Asri, Senayan. Tetapi menurut kabar, dia sudah ditawari
rumah dan mobil, supaya betah di sini. Istrinya akan menyusul 2
bulan mendatang.
Sepintas, Barbatana memberi kesan pribadi yang menarik.
Jangkung menjulang sekitar 180 cm. Mata yang gelap, alis tebal,
jidat yang lancip dan, rambut keriting kecil tersisir rapi ke
belakang. Hidungnya mancung seperti bangau. Bicaranya halus.
Bekas pemain bola di kota tempat Pele dibesarkan Sao Paolo ini
kurang menguasai bahasa Inggris. "Saya melihat tim Anda melawan
Muangthai di Singapura. Kesan saya mereka bermain tidak
bersemangat. Mereka juga tak bertenaga. Inilah sasaran saya yang
utama. Di bawah saya, mereka tidak saya janjikan akan menjadi
tim super. Tapi lebih baiklah dari sekarang," katanya kepada
Martin Aleida dari TEMPO dalam bahasa Portugis yang
diterjemahkan Bonar Tobing, bekas penjaga gawang Jayakarta yang
sekarang berdiri di bawah mistar Tunas Inti. Bonar selama
beberapa bulan pernah berlatih di Brazil, sekitar 2 tahun yang
lalu. Barbatana menyaksikan tim nasional di Singapura tempo hari
atas undangan Beniardi.
Salah satu keberatannya untuk menangani PSSI Garuda untuk
Pra-Olympiade adalah singkatnya waktu. "Paling tidak saya
memerlukan 4 bulan untuk membenahi organisasi tim. Selama masa
itu pula saya akan menanamkan saling pengertian antarpemain.
Satu faktor yang sangat penting," katanya.
Indonesia, katanya, memiliki potensi yang tinggi untuk memiliki
tim nasional yang tangguh. Karena banyaknya penggemar sepak bola
di negeri ini. "Tidak seperti di Arab. Penggemarnya sedikit.
Meskipun mereka memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibanding
anak-anak di sini," katanya. Ketika melatih di Arab Saudi,
menurut pengakuannya, dia berhasil mengangkat klub asuhannya
menjadi runner-up Piala Raja, setingkat kejuaraan nasional di
Arab Saudi.
"Bahasa tak jadi soal. Ketika di Arab orang-orang hanya
berbahasa Arab. Sedangkan saya hanya bisa bilang
assalamualaikum. Di sini semua orang bisa Inggris. Tobing ini
malah bisa Portugis," katanya tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini