Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam satu dekade terakhir Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) lebih banyak disorot karena persoalan internal daripada keberhasilannya meningkatkan prestasi tim nasional. Kemelut pertama federasi mulai terasa saat jabatan ketua umum dipegang oleh Nurdin Halid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak saat itu, PSSI seolah lebih sibuk membahas pergantian kursi kepemimpinan. Prestasi tim nasional Indonesia pun mandek. Penampilan Timnas tak bisa beranjak dari level Asia Tenggara. Faktanya Indonesia belum pernah merasakan jawara di Piala AFF dan terakhir kali membawa pulang medali emas di SEA Games pada 1991.
Baca: Manajer Persib Sebut Peluang KLB PSSI Usai Pemilu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasi semakin ruwet ketika Ketua Umum PSSI terjerat kasus hukum. Dari total 17 orang yang pernah menduduki kursi ketua umum, tiga di antaranya harus berurusan dengan hukum.
Berikut ini tiga sosok tersebut:
Nurdin Halid
Nurdin Halid. TEMPO/Imam Sukamto
Pria bernama lengkap Andi Muhammad Nurdin Halid itu salah satu Ketua Umum PSSI yang paling lama menjabat. Ia menggantikan Agum Gumelar dan memimpin federasi dari 2003 hingga 2011.
Kemelut dimulai pada 2004 saat Nurdin terjerat kasus penyelundupan gula impor ilegal. Pria asal Watampone, Sulawesi Selatan, itu menjalani masa penahanan dengan status tersangka. Tak hanya itu, ia juga ditahan atas dugaan kasus korupsi distribusi minyak goreng.
Baca: Ratu Tisha: Joko Driyono Masih Menjabat Ketua Umum PSSI
Selama proses peradilan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Nurdin tidak bersalah di kasus distribusi minyak goreng. Namun putusan tersebut dibatalkan Mahkamah Agung pada 2007 dan ia mendapat vonis dua tahun penjara. Selain kasus minyak goreng, Nurdin juga dinyatakan bersalah atas kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam. Ia terkena vonis penjara dua tahun dan enam bulan pada 2005.
Kendati berada di balik jeruji, Nurdin masih tetap memegang jabatan sebagai Ketua Umum PSSI. Gerah melihat aksi itu, sejumlah pihak mendesak ia melepas jabatan di federasi sepak bola. Pemerintah, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan FIFA menekan Nurdin mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Dalam statuta FIFA bahkan jelas disebutkan seorang pelaku kriminal dilarang memimpin federasi sepak bola.
Nurdin bergeming. Ia memilih bertahan dan malah mencalonkan kembali menjadi Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Namun kiprah Nurdin di gelanggang kepengurusan PSSI
berakhir. Ia tersingkir dari persaingan dan digantikan oleh Djohar Arifin Husin (2011-
2015).
Selanjutnya: La Nyalla Mattalitti
La Nyalla Mattalitti
Cukup singkat La Nyalla Mattalitti memimpin PSSI, yakni periode 2015-2016. Namun jalan dia menuju kursi ketua umum amat terjal dan penuh akrobat. La Nyalla mendapat sorotan penuh ketika terpilih menjadi Ketua Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur periode 2011-2015. Di saat bersamaan ia juga merupakan Wakil Ketua KONI Jawa Timur.
La Nyalla Mattalitti. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
La Nyalla masuk dalam lingkaran utama PSSI dimulai pada 2011 ketika terpilih menjadi anggota Komite Eksekutif. Di era La Nyalla, federasi mengalami banyak goncangan, mulai dari dualisme hingga harus menerima pembekuan keanggotaan dari FIFA. La Nyalla menjadi salah satu sosok penting di tengah pusaran konflik internal PSSI. Sepak bola Indonesia pun mempunyai dua kompetisi, yakni Indonesia Super League dan Liga Primer Indonesia.
Baca: Netizen Terbelah Setelah Cak Imin Bilang Siap Jadi Ketua PSSI
Sebagai tandingan atas PSSI pimpinan Johar Arifin, La Nyalla sempat membentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI). Jalan menuju kursi ketua umum tinggal selangkah lagi ketika pada Kongres Luar Biasa pada 2014 memutuskan ia mengisi posisi wakil ketua umum. Puncaknya, pada 2015 melalui Kongres Luar Biasa di Surabaya La Nyalla terpilih sebagai ketua umum.
Tak bertahan lama, pada 2016 pria asal Makassar itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi penggunaan dana hibah di Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur. Namun dalam proses peradilan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan dia bebas dari tuntutan jaksa.
Selanjutnya: Joko Driyono
Joko Driyono
Joko Driyono mengisi kursi Ketua Umum PSSI lantaran pejabat sebelumnya, Edy Rahmayadi memutuskan mundur di tengah jalan. Saat ini status pria yang akrab disapa Jokdri itu sebagai pelaksana tugas ketua umum.
Di sepak bola nasional, jejak pertama Joko Driyono muncul saat menjabat manajer Pelita Krakatau Steel pada 2003. Tak lama setelah itu, perlahan tapi pasti, ia selalu menempati posisi strategi di sepak bola Indonesia. Tercatat ia pernah menjabat sebagai Direktur Kompetisi Badan Liga Indonesia pada 2005, Chief Executive Officer PT Liga Indonesia pada 2007.
Jabatan paling strategis yang pernah ditempati Jokdri sebelum ditunjuk menjadi Wakil Ketua Umum periode 2016-2020 ialah sekretaris jenderal PSSI. Ia sempat bertarung dalam perebutan calon Ketua Umum PSSI namun kalah bersaing dengan Edy Rahmayadi.
Pada Jumat pekan lalu, Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Bola menetapkan Jokdri sebagai tersangka. Ia diduga telah merusak barang bukti milik Satgas yang tengah mengusut kasus dugaan suap di kompetisi Liga Indonesia. Hingga saat ini proses pemeriksaan oleh Satgas masih berjalan, tapi penahanan terhadap Jokdri tidak dilakukan.
Dorongan untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pun bergulir. Namun desakan agar Jokdri melepas jabatannya tidak sekeras dua pendahulunya, yakni Nurdin Halid dan La Nyalla.
Anggota Komite Eksekutif PSSI Pieter Tanuri berharap publik bisa mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap kasus yang menimpa Joko Driyono. Menurut dia, keterlibatan petinggi federasi di kasus dugaan suap harus dilihat secara objektif. "Memang ada yang kurang baik saat ini tapi ini kan sedang diperbaiki," ucapnya di Jakarta.
ADITYA BUDIMAN