TRIO SPP (Sutjipto - Pandelaki - Panggabean) yang disingkirkan
Bardosono dari kepengurusan PSSI, kembali mencuri perhatian
setelah hampir 1 tahun, menutup mulut terhadap kemelut yang
merundung induk organisasi sepakbola Indonesia itu. Rabu, 15
September di tempat kediamannya, Sutjipto Danukusumo, bekas
Ketua I PSSI mengawali penilaian atas cara kerja Bardosono yang
makin simpang siur, tidak konsisten, dan mau menang sendiri.
Pernyataan itu dikaitkannya atas kasus 'penskorsan' Junaidi
Abdillah serta 'penggantian' Yumarsono -- kedua masalah ini
kemudian dianggap selesai oleh Bardosono tanpa sampai menurunkan
Surat Keputusan. Juga prestasi kesebelasan nasional yang kian
merosot, Dan pengunduran diri Kosasih Purwanegara serta Sukasah
Somawidjaya dari lembaga Dewan Penasehat dan Bendahara PSSI.
"Saya betul-betul merasa sedih melihat keadaan PSSI sekarang.
Masyarakat membicarakan mereka dalam nada yang minor", ujar
Sutjipto. Tapi, "saya tak dapat berbuat apa-apa. Karena saya
bukan pengurus lagi".
Yang diharapkan Sutjipto adalah agar 'kolega'nya yang masih
duduk dalam kepengurusan maupun pimpinan daerah mau membuka
suara terhadap kenyataan yang buruk itu. Tiga hari selepas
pertemuan di rumah Sutjipto apa yang diingininya dimakbulkan
dengan cepat oleh Panggabean. "Sembilan belas bond 12 anggota
Komda Sumatera Utara dan 7 anggota Komda Aceh telah mendesak
diadakannya Kongres Luar Biasa PSSI", kata Panggabean di depan
wartawan olahraga Jakarta, Sabtu siang. "Desakan tersebut juga
dikirim ke KONI Pusat. Untuk segera turun tangan menyelamatkan
PSSI dari kegawatan yang dihadapinya kini". Panggabean yang
dipecat Bardosono sebagai Ketua Komda PSSI Sumatera Utara dengan
SK nomor 19, April lalu tetap menganggap dirinya sebagai
pimpinan yang syah, setelah ia memenangkan pemungutan suara
dalam sidang khusus. Namun, "sampai sekarang belum ada jawaban
dari KONI Pusat. Mungkin KONI masih menunggu (tuntutan yang
sarna) dari bond-bond yang lain", tambah Panggabean sambil
mengungkapkan bahwa desakan pada PSSI baru memenuhi syarat bila
sudah sepertiga atau 90 bond mengajukan tuntutan serupa.
Gawat
Tapi di kaca mata Bardosono tuntutan 90 bond itu belum cukup
kuat. Ia menambahkan klausul lain: Kongres Istimewa bisa
diadakan jika Ketua Umum PSSI sebagai Mandataris Kongres PSSI
memang menganggap perlu diadakannya sidang luar biasa tersebut.
"Dalam Anggaran Dasar PSSI, persetujuan Ketua Umum itu tidak ada
disebut-sebut", komentar Pandelaki. "Sangat disayangkan
bond-bond itu tidak bersuara". Atau mereka takut, barangkali?
"Perlu apa takut. PSSI bukan organisasi politik", sela Sutjipto.
PSSI memang bukan organisasi politik. Tapi kecemasan di kalangan
bond bukan tak ada. Apalagi Sutjipto dan Panggabean dulu adalah
tokoh yang gigih menyokong Bardosono. Dan mundar-mandir meminta
bantuan mereka untuk menggolkan pemilinan Bardosono dalam
Kongres PSSI di Yogya, Desember 1974. "Jangan keliru. Ini tak
ada hubungan dengan digantikannya Bardosono atau tidak. Yang
kita inginkan adalah agar diadakan perbaikan dalam organisasi
PSSI yang akhir-akhir ini semakin gawat", lanjut Panggabean.
Jika selama ini KONI Pusat mengatakan bahwa mereka tidak bisa
turun tangan dalam persoalan PSSI. Mengingat tidak ada anggota
PSSI (baca: bond) yang melaporkan persoalan kepada KONI Pusat.
Adakah dengan desakan 19 bond itu, mata KONI Pusat akan terbuka?
Di sinilah kemampuan mereka sebagai lembaga tertinggi olahraga
Indonesia diuji.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini