Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kisah Emas Bromo Di Glenmore

Pencurian terjadi di toko emas bromo agung milik the kiam siong. tertuduh a way, al nio kie chay, nio chi tek al kitek dan nio kie choh al hancu dibebaskan dalam pengadilan. (krim)

2 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI kisah Lebaran tahun lalu dari Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Ian baru dibikin terang Pengadilan Negeri setempat bulan lalu. Khalayak setempat masih tetap memusatkan pandangan ke kasus lenyapnya beberapa kilo perhiasan dan uang jutaan dari sebuah desa itu. Rupanya masih memikat juga. Di pasar Desa Sepanjang, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi terdapat beberapa toko emas. Di antaranya yang paling besar dan maju, serta banyak langganannya adalah toko emas Bromo Agung milik Bromo Agung alias The Kian Siong, 36 tahun. Tempat usaha Bromo ini adalah di sebagian ruangan toko milik A Way alias Nio Kie Chay, 24 tahun, dengan rumahnya berada di belakang tempat usahanya. Sedang rumah Bromo sendiri agak jauh dari pasar. Pada pagi hari Lebaran tahun lalu itu, isteri Bromo disusul oleh kemenakan A Way agar segera datang ke tokonya. Niat Bromo hari itu memang tidak buka toko karena Lebaran. Tapi setibanya di tokonya, isteri Bromo yang bernama Oe Siang Jing melihat dua lembar bedak-lembaran papan dinding toko penutup dinding kaca --tokonya terbuka. Padahal seperti biasanya, bedaknya selalu tertutup dan diselot. Ketika masuk toko akhirnya diketahui bahwa semua isi brankas telah musnah. Sebanyak enam kilogram emas berupa perhiasan dan uang kontan sebanyak Rp 2.200.000 amblas tak diketahui siapa pencurinya. Dia jadi ingat bahwa dua hari sebelum kejadian, dari dalam brankasnya juga telah hilang uang kontan sebanyak Rp 100 ribu. Namun hal ini dibiarkan oleh kedua suami isteri Bromo sebab akan diselidiki secara diam-diam. Hal yang sama dulu-dulunya juga sering terjadi, cuma disangka tuyul yang mengambilnya sehingga dibiarkan saja. Tapi dari hasil pemeriksaan fihak kepolisian Sektor Glenmore yang segera memeriksa kejadian, dapat disimpulkan sementara demikian. Pencurinya orang dalam, sebab tak ada bekas-bekas kerusakan pada brankas. Gadis bilyar Maka langsung saja Bromo Agung menunjuk hidung yang disangkanya menjadi biang keladinya, yakni pemilik toko di mana mereka menyewanya. Hal ini dihubungkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya serta adanya persaingan dagang antara keduanya dan dengan kakak A Way bernama Kitek yang juga menjual barang-barang perhiasan emas di toko sebelahnya. Bahkan persaingan itu sampai menetaskan adu mulut segala. Namun kecurigaan terhadap A Way agak lemah sebab kemarin siangnya, menurut ibunya, A Way dan kedua kakaknya berangkat ke Probolinggo. Kehadiran mereka di Probolonggi kabarnya memenuhi undangan kawannya untuk adu jago. Ketiga bersaudara itu, masing-masing A Way, Nio Chi Tek alias Kitek, 34 tahun, dan Nio Kie Chok alias Hancu, 33, memang punya hobi judi. Tapi kepergian mereka bertiga dan bersama-sama ini justru mencurigakan, sebab hal semacam ini di luar kebiasaan. Apalagi antara Sepanjang ke Probolinggo mempunyai jarak 170 kilometer. Sedang Kitek sekalipun ahli adu jago paling-paling mainnya cuma dekat-dekat saja, kata Kepala Desa Sepanjang Haji Fathorozi pada waktu kejadian itu kepada TEMPO. Sementara ibu mereka menjelaskan bahwa mereka berangkat siang harinya kemarin, tapi Fathorozi mengatakan dia masih mengetahui Colt yang mereka tumpangi sekitar takbiran. Hasil pemeriksaan fihak Reskrim Kepolisian Resort Banyuwangi mengatakan mereka bertiga memang berangkat ke Probolinggo sesudah magrib. Tapi begitu sampai di Probolinggo, A Way seperti juga dalam kesaksiannya mengatakan langsung ke terminal Probolinggo untuk kembali ke Jember. Padahal A Way mencarter Colt untuk kembali ke desa Sepanjang, mengambil perhiasan dan uang kontan dalam brankas toko emas Bromo yang kebetulan berada di salah satu ruangan tokonya sendiri. Selesai mengambil barang-barang tersebut dia terus kembali ke Jember. Sampai di Jember sudah pagi. Ia kemudian menuju hotel Kebonagung, main-main dengan seorang gadis bilyar seharian di Lebaran itu. Sore harinya A Way ke Surabaya, ke rumah mertuanya. Di jalanan antara Probolinggo -- Surabaya barang-barang perhiasan yang kecil-kecil dibuangnya lewat jendela kendaraan yang ditumpanginya. Sedang kunci palsu juga dibuangnya. Di atas kertas Di Pengadilan Negeri Banyuwangi ketiga bersaudara ini mungkir keras. Padahal menurut tuduhan mereka bertiga melakukan sekongkol untuk menguras barang milik Bromo. Pada 1974, kunci brankas milik Kitek hilang. Maka dia mendatangkan tukang kunci brankas dari Surabaya yang bernama Tak Kie Siok. Selama di Glenmore lima hari, ahli kunci ini membuatkan kunci untuk Kitek. Lima bulan kemudian A Way datang ke rumah tukang kunci itu di Surabaya sambil membawa gambar di atas kertas sebuah kunci brankas. Di hadapan pengadilan Tak menerangkan tidak mengetahui apakah kunci buatannya yang pertama dan pesanan kedua itu sama. Yang diketahuinya adalah A Way memesan kunci brankas yang hilang lagi, tapi dengan contoh di atas kertas. Seperti juga diterangkan oleh isteri Bromo, sekali peristiwa kunci brankasnya tertinggal di toko. Tapi masih tergantung di mulut pintu brankas. Namun waktu itu tak ada barang-barangnya yang hilang. Sekali peristiwa lagi, kunci brankasnya macet, sehingga Hancu dimintai tolong membetulkannya. Sementara itu seorang tukang kunci lain lagi, juga di Surabaya, bernama Hong Chai Ming pernah dipesani kunci oleh A Way sekitar tahun 1974. Ongkosnya Rp 500, tapi contoh kuncinya hanya di atas kertas saja berupa gambar penampang kunci A Way yang katanya hilang. Dia tak mengetahui apakah kunci itu milik Kitek atau milik Bromo. Kurang serius Bromo Agung, sang korban berdagang emas sejak 1968. Mula-mula kecil saja, cuma ditata di dalam sebuah meja etalase kecil darurat. Usahanya kemudian beralih ke depan toko A Way. Melihat usaha Bromo sangat maju, maka kakak A Way yang bernama Hancu meminta agar usaha Bromo diperbesar. Tawaran itu tadinya ditolak, tapi Hancu memaksakan diri untuk memberikan pertolongan kepada Bromo, dengan menyewakan sebagian ruangan toko milik adiknya. Ketiganya mungkir ketika dihadapkan sebagai terdakwa dalam perkara ini. Barang bukti perhiasan sebanyak hampir satu kilogram diakui sama seperti milik Bromo Agung. Tapi mereka tak dapat memastikan apakah itu barang mereka. Sebab kebanyakan barang-barang perhiasan itu bukan buatan mereka sendiri tapi buatan toko emas Budi Rahayu Genteng. Barang-barang itu disita dari brankas milik Kitek. Colt yang baru dibeli A Way juga demikian, namun tak dapat dibuktikan dibeli dengan uang hasil penjualan barang-barang curian itu. Tapi A Way sendiri tak dapat membuktikan dari mana asal uang pembelian mobil tersebut. Jaksa Soediro SH nampaknya kurang serius menghadapi ketiga tersangka itu. Namun A Way dituntutnya hukuman penjara empat bulan, sedang Kitek dan Hancu masing-masing dua bulan penjara. Ketiganya dalam status tahanan. Sementara itu Hakim Pusadan membebaskan mereka, sebab ternyata tidak terbukti bersalah. Barang-barang bukti yang disita dikembalikan. Berjualan krupuk Bromo Agung sendiri ketika dihubungi TEMPO cuma geleng-geleng saja. Tidak mengerti akan peristiwa yang dialaminya. Padahal dia tahu bahwa yang mengambil barang-barangnya adalah A Way bersaudara. Hal ini pernah sampai ke telinganya ketika A Way ditolak Bromo belajar membuat perhiasan. Ancaman-ancaman dari Hancu dan keluarganya silih berganti untuk menjatuhkan Bromo. Sementara itu jalannya persidangan yang hambar itu membuat dia berputus asa, sekalipun Jaksa menyatakan naik banding. Pertama ketika dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian, Bromo sebagai korban tak diajak. Pada sidang ke lima ketika saksi verbalisan akan diperiksa, Hakim dan Jaksa mengadakan pembicaraan yang sangat lama dengan fihak pemeriksa dari kepolisian. Dan kesaksian perwira polisi itu di hadapan sidang sudah tidak meyakinkan lagi, tidak seperti dalam proses verbal. Banyak lagi kejanggalan-kejanggalan pada mata Bromo misalnya seperti yang diketahui isterinya, Hancu mengancam saksi tukang kunci Tak Kie Siok untuk tidak buka mulut dan mungkir. Sebab kalau tak mungkir, saksi akan dijebloskan sendiri kata Hancu. Sehingga dalam kesaksiannya, nampak dia kebingungan dan takut. Demikian Nyonya Bromo."Barang saya sudah hilang, hidup saya sekeluarga mulai dari bawah lagi dengan berjualan krupuk, kepada siapa saya harus mengadu?" kata Bromo Agung. "Padahal barang-barang saya jelas hilang," katanya lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus