AMBRUK. Itulah prestasi bulu tangkis Indonesia sepanjang tahun 2003. Dulu di cabang ini Indonesia jaya, tapi kini gelar-gelar juara yang bisa kita raih makin sepi. Dari 13 turnamen grand prix sepanjang 2003, hanya empat biji gelar yang bisa dibawa pulang. Pasangan ganda Candra Wijaya/Sigit Budiarto merebutnya di All England, Februari silam. Taufik Hidayat menyumbangkan gelar kedua dalam Indonesia Terbuka di Batam, September. Sebulan kemudian, giliran pasangan ganda putra Flandy Limpele/Eng Hian merebut gelar ketiga dalam Denmark Terbuka. Kalau ada yang sedikit memberikan harapan: Simon Santoso dan Luluk Hadianto cs, pemain-pemain lapis kedua kita, merebut medali emas SEA Games di Vietnam.
Selebihnya: kalah, kalah, dan kalah. Taufik Hidayat cs pulang dengan tangan kosong dari Piala Sudirman 2003 di Belanda. Ketika bertandang ke kejuaraan dunia di Birmingham, Inggris, tim Indonesia juga tidak berhasil meraih satu gelar pun.
Jelaslah bahwa bulu tangkis kita lampu merah. Kita sudah agak jauh tertinggal dibandingkan dengan Cina dan Korea Selatan, yang panen gelar sepanjang tahun lalu. Cina menyabet 31 gelar, Korea Selatan 23 gelar, Indonesia cuma tiga gelar plus medali emas SEA Games tersebut.
Direktur Pemusatan Latihan Nasional PBSI, Christian Hadinata, mengakui Indonesia tertinggal jauh dari Cina. Penyebabnya, ada kesenjangan prestasi antara pemain muda dan tua. Selama ini PBSI lebih mengutamakan pemain-pemain terbaik untuk memenuhi target juara. Akibatnya, pemain-pemain muda belum siap bersaing di tingkat elite. Target mempertahankan tradisi emas di Olimpiade Athena 2004 pun terancam gagal karena prestasi para pemain andalan terus merosot. "Ini peringatan buat kita," tutur Christian.
Mulai November silam, PBSI sudah membuka keran lebih lebar untuk pemain-pemain muda dengan harapan dalam waktu satu atau dua tahun mendatang cabang tepok bulu Indonesia kembali berjaya. Dengan medali emas SEA Games, siapa tahu harapan kembali bersinar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini